Hoseok berdiri di ruang makan dengan tangan yang sedikit berkeringat, memperhatikan setiap sudut meja yang sudah ditata sempurna. Lilin-lilin menyala lembut, memberikan suasana hangat, namun di dalam perutnya terasa sebaliknya—berkecamuk. Di sampingnya, ibunya, Min Ah, terlihat lebih tenang, meskipun sorot matanya menyimpan ketegangan yang hanya seorang ibu bisa rasakan.
“Semua sudah siap, kan?” tanya Hoseok, memastikan untuk kesekian kalinya.
Min Ah menepuk punggungnya lembut. “Tenang saja, semuanya akan berjalan lancar. Ini hanya makan malam biasa, bukan perang.”
Tapi bagi Hoseok, ini terasa seperti medan perang. Eungi akan datang bersama ibunya, Seo Jung, dan kakaknya, Seokjin. Pertemuan ini bukan sekadar makan malam biasa, ini adalah momen penting. Momen di mana keluarganya akan bertemu dengan keluarga Eungi untuk pertama kalinya.
Ketika bel berbunyi, Hoseok segera melangkah menuju pintu, disusul oleh adiknya, Jimin, yang penuh semangat.
“Ayo, Kak! Kita sambut tamu spesial!” seru Jimin, berjalan cepat mendahului Hoseok.
Pintu terbuka, memperlihatkan Eungi dengan gaun sederhana namun anggun, berdiri di samping ibunya, Seo Jung, yang tampak elegan dengan raut wajah tegas. Seokjin, kakak Eungi, tersenyum hangat, meski kesan formal masih melekat di wajahnya.
“Selamat malam, Hoseok-ah,” Seokjin menyapa duluan, menjulurkan tangan untuk berjabat.
“Selamat malam. Senang kalian bisa datang,” jawab Hoseok, sedikit gugup, namun berusaha menyembunyikannya.
“Hanya bentuk menghargai.” Seo Jung menambahkan, suaranya tetap sehalus biasa, tetapi ada dingin yang sulit ditepis.
Ketegangan itu segera dipecahkan oleh suara ceria Jimin. “Aku Jimin! Adiknya Hoseok!” Ia langsung menyambut Seokjin dan Seo Jung dengan senyum lebar. “Ayo masuk, Kak Seokjin! Aku sudah dengar dari Kak Hoseok, katanya kamu keren banget!”
Seokjin tertawa, langsung merasa nyaman dengan kepribadian Jimin yang hangat. “Oh ya? Apa yang sudah diceritakan Hoseok?”
“Katanya, kamu jago main basket dan keren banget di sekolah. Aku juga main basket lho!” Jimin menambahkan, matanya berbinar.
Seokjin tertawa lepas, merasa senang disambut dengan cara yang begitu ramah. “Kita harus main bersama suatu hari nanti.”
Mereka semua duduk di meja makan, sementara Jimin dan Seokjin tampak larut dalam percakapan yang semakin akrab. Jimin, dengan kepolosannya, terus membicarakan betapa kakaknya, Hoseok, adalah pria yang baik. “Kak Hoseok itu perhatian banget! Dia sering masak buat aku, bahkan bantu aku belajar kalau ada ujian.”
Min Ah tersenyum mendengarnya, namun tatapan Seo Jung tetap mengawasi setiap detail dengan seksama. Meski tak ada kata langsung, jelas terpancar dari sorot matanya bahwa ia masih mempertanyakan hubungan putrinya dengan pria yang sudah memiliki anak. Tatapan tajam itu tidak luput dari perhatian Hoseok, membuatnya merasa harus membuktikan sesuatu.
Di sela-sela tawa Jimin dan Seokjin, Seo Jung akhirnya berbicara. “Hoseok, aku dengar kau sering memasak untuk Jimin. Itu bagus. Tapi, memasak untuk keluarga kecil berbeda dengan tanggung jawab yang lebih besar.”
Hoseok menarik napas panjang, lalu menatap Seo Jung dengan mata yang penuh tekad. “Saya mengerti, Bibi. Saya sadar tanggung jawab yang ada di depan saya tidak mudah. Tapi saya berjanji, apa pun itu, saya akan selalu berusaha menjaga Eungi dan keluarga saya.”
Suasana mendadak menjadi hening. Seokjin dan Jimin berhenti berbicara sejenak, memperhatikan percakapan itu dengan penuh perhatian. Eungi, yang duduk di samping Hoseok, bisa merasakan ketegangan di udara, tetapi ia juga tahu Hoseok sudah siap menghadapi momen ini.
“Bagus jika kau sadar,” Seo Jung berkata pelan, meskipun nadanya masih mengandung kehati-hatian. “Tapi kesadaran saja tidak cukup. Aku butuh melihat bukti dari tindakanmu.”
“Dan saya akan tunjukkan itu, Bibi,” jawab Hoseok tegas. “Saya tidak akan mengecewakan Eungi.”
Eungi menatap Hoseok penuh haru. Meski ketegangan masih menyelimuti ruangan, ada percikan harapan yang mulai tumbuh di antara mereka. Di seberang meja, Jimin kembali berceloteh, mencoba mencairkan suasana dengan ceritanya yang riang.
“Kalian harus coba masakan Kak Hoseok! Enak banget, apalagi kalau dia bikin pasta. Kalian pasti suka!” serunya sambil tertawa, membuat semua orang, termasuk Seo Jung, tersenyum tipis.
Suasana makan malam itu akhirnya mulai sedikit mencair. Min Ah dan Seokjin mulai berbincang tentang masa kecil Hoseok, sementara Jimin tak henti-hentinya memuji kakaknya. Meski Seo Jung masih tampak waspada, ada tanda-tanda kecil bahwa ia mulai membuka diri untuk memberi Hoseok kesempatan.
Bagi Hoseok, malam itu menjadi langkah awal dalam membuktikan diri. Bukan hanya kepada Seo Jung, tapi juga kepada dirinya sendiri, bahwa dia mampu memberikan yang terbaik untuk Eungi dan keluarganya. Dan dia tahu, perjalanan ini masih panjang, tapi ia siap menghadapi apa pun yang ada di depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Moment [JH]
Fanfic[UPDATE, SELASA DAN RABU] Setelah kisah cinta pertamanya berakhir, Jung Hoseok tidak lagi ceria. Ia banyak menutup diri terutama tentang masa lalunya. Sementara, layaknya perempuan kebanyakan, Kim Eungi berkeinginan memiliki kehidupan yang indah sec...