Moment 26

368 82 28
                                    

Sampai saat ini Eungi masih mempertanyakan keputusannya, benar atau salah, karena menerima undangan Marrie dalam acara makan malam. Hanya yang gadis itu sadari, ia mengatakan iya karena Hoseok yang memintanya untuk datang. Kalau tidak, mana mungkin ia mau sementara terakhir kali bertemu wanita itu telah cukup melukai hatinya.

“Kenapa tidak katakan padaku kalau Jungkook itu cucunya seorang konglomerat?” tanya Seokjin kemudian memecah kediaman di antara mereka, sejak mobil meninggalkan pekarangan rumah sampai sekarang, sudah setengahnya melaju menuju restoran tempat Marrie menjanjikan pertemuan.

“Sekarang Kakak sudah tahu, kan?” balas Eungi acuh tak acuh.

“Hah, pantas saja ibu begitu ingin Taehyung atau Jungkook menjadi pacarmu, ternyata ....” Seokjin mangut-mangut mulai mengerti. “Ah, aku juga tidak menduga sebelumnya jika Hoseok dan Marrie memang ada sesuatu. Apa dunia benar-benar sempit?”

Kim Eungi hanya menggeleng tidak minat seraya tersenyum hambar. Jeon Marrie itu pasti sudah menceritakan semua pada kakaknya tersebut, lalu ia berpikir untuk apa menjelaskannya lagi? Mendadak ingatannya pun berputar ulang pada kejadian tadi pagi. Sambil membuang muka dan menatap keluar kaca mobil milik Seokjin, mimik wajahnya berubah sendu. Seakan harapan yang masih saja dengan tidak warasnya terus memengaruhi akan menjadi kenyataan dikemudian hari.

“Eungi-ya! Apa kamu mencintai laki-laki lain?” Kata-kata Hoseok tadi mulai terngiang kembali.

Eungi yang berusaha mengontrol dirinya agak bisa bersikap lebih tenang lantas berbalik. Memeluk Hyuka lebih erat, lalu menjawab, “Apa kamu pikir aku bisa mencintai laki-laki lain setelah Taehyung?”

Pria itu terdiam. Menunduk sejenak seperti berpikir. Mungkin Hoseok sedang mengingat masa-masa dulu, di mana sahabatnya itu pernah sangat mencintai pemuda bermana Kim Taehyung itu dengan sangat gila, sebelum semuanya berubah jadi kebencian.

“Tapi dia sudah menyakitimu, kan? Apa pantas laki-laki seperti itu masih menjadi tolak ukur untukmu takut mencintai?”

“Aku tidak pernah takut untuk mencintai, aku hanya takut tidak bisa memiliki.”

Lantas Hoseok mendekat, jarak mereka sekarang tidak lebih dari satu langkah. Sama-sama saling menatap, seakan menyelami pikiran masing-masing lewat sorot mata.

“Kalau begitu mulai sekarang belajarlah mencintai Taehyung lagi.”

“Apa?!”

“Kamu benar, dia sudah berubah sekarang dan yang terpenting, dia sangat mencintaimu bukan?” Hoseok sama sekali tidak memedulikan protes Eungi. “Atau bukalah hatimu untuk Jungkook. Aku yakin kedua pria itu adalah yang terbaik yang bisa membahagiakanmu nanti.”

Sekitar mata Eungi terasa perih. Sulit sekali untuknya menelan ludah sendiri. Ia tidak percaya jika Hoseok sungguh akan mengatakan seperti itu.

Apa benar tidak ada sedikitpun hatimu untuk aku? batin Eungi. Ia sudah merintih disaat matanya susah payah menahan agar tidak menangis. “Apa kamu serius?”

Dengan berat hati Hoseok mengangguk. Memalingkan wajahnya tidak sanggup menatap Eungi. “Kamu berhak bahagia, jangan lagi menghabiskan waktu sia-sia hanya untuk mengurus anakku dan menunggu hal yang tidak pasti.”

Tidak tahan lagi, Eungi pun berbalik dan melangkah lebih dulu. Meninggalkan Hoseok yang tampak semakin pasrah diliputi penyesalan. Maaf.

***

“Kenapa mereka lama sekali? Kita sudah setengah jam menunggu di sini,” gerutu Seokjin karena Marrie, Jungkook, ataupun Hoseok belum kelihatan juga batang hidungnya. “Dokter itu tidak sedang mengerjai kita, kan?”

Eungi yang sedang dalam perasaan malas melakukan apa pun hanya merespons dengan tarikan tipis dikedua sudut bibirnya.

“Coba telepon Hoseok, di mana dia sekarang!” Lagi-lagi gadis itu tidak memedulikan perintah kakaknya. “Ya! Ayolah.”

“Males. Kakak aja sana.” Lantas Eungi memberikan ponselnya pada Seokjin dengan tanpa minta.

“Dasar adik yang tidak bisa diandalkan.”

Namun, belum sempat Seokjin menekan ikon telepon berwarna hijau, seorang wanita sudah berseru kepada mereka. “Hi!” Sontak saja pandangan keduanya langsung tertuju pada tiga orang, dengan seorang bayi dalam gendongan Jungkook tengah berjalan ke arah mereka.

Eungi yang menyaksikan mereka—layaknya keluarga lengkap yang bahagia—langsung terpaku. Memusatkan tatapannya pada Hoseok dengan perasaan pedih. Jadi harapanku benar-benar sudah hilang?

“Maaf, kalian pasti menunggu lama,” kata Marrie kemudian setelah mengambil posisi duduk berhadapan langsung dengan Seokjin. Sementara Hoseok dengan Eungi, dan Jungkook berada di tengah-tengah. Pemuda itu tampak senang bersama Hyuka.

“Ah, tidak masalah. Itu sering terjadi.”

“Oh, hi Eungi. Apa kabar?”

Eungi yang diberi pertanyaan seperti itu langsung mengerjap. “Baik.”

“Syukurlah. Aku sebenarnya tidak enak hati karena sudah mengatakan hal yang menyakitkan tempo hari, jadi tolong maafkan aku.”

Gadis itu terpegun sejenak, sementara Seokjin berekspresi bingung. “Hm, tidak masalah.”

“Untuk itu, sebagai permintaan maaf. Aku mengundang kalian dalam acara ini.” Tawa hambarnya, seakan dibuat-buat menguar. “Bukan sesuatu yang besar, tapi semoga kalian senang.”

“Apa yang dokter katakan, ini lebih dari cukup.”

“Oke, kalau begitu ayo kita pesan makanan!”

Noona!” Tiba-tiba Jungkook menginterupsi. “Aku tidak ikut makan, ya. Aku akan membawa Hyuka ke tempat permainan. Pasti dia akan sangat senang.”

“Oh ... baiklah.”

Tanpa berkata sesuatu pun pada Eungi, tidak seperti biasanya, seakan tengah mengacuhkan gadis itu, Jungkook pun beranjak pergi menuju ruang khusus permainan anak yang ada di restoran tersebut.

Ada apa dengannya? pikir Eungi heran sendiri. Apa dia sudah berpikir waras untuk tidak lagi menggangguku? Lanjutnya. Baguslah. Itu lebih baik. Tanpa terasa lirikan matanya terus mengikuti kepergian Jungkook.

“Hoseok-ah, bukankah kita pertama kali bertemu di tempat ini?” tukas Marrie tiba-tiba, memecah kebisuan di antara mereka sejak makanan dan minuman yang dipesan telah datang.

Semua berhenti makan, menoleh pada si pembuat topik dengan rasa penasaran.

Apa yang wanita itu katakan? tanya Eungi dalam hati. Bukankah cinta mereka bersemi di Busan?

“Tapi mana mungkin kamu lupa, kan? Dulu aku sering datang dan kamu bekerja part time di sini.”

Apa?! Eungi mulai mengingat kembali masa-masa Hoseok dan keluarganya hidup susah setelah ayahnya meninggal. Hoseok harus mengambil pekerjaan paruh waktu di beberapa tempat, sampai rela bolos sekolah untuk memenuhi kebutuhan keluarga, dan membiayai pengobatan ibunya yang sedang sakit. Jadi sudah selama itu mereka saling mengenal dan aku tidak tahu? []



Hiks :'(

Beautiful Moment [JH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang