Moment 46

227 36 18
                                    

Jika bukan karena izin dari Eungi, Hoseok mungkin akan sangat ragu. Walau bagaimanapun gadis itu masih memiliki rasa iba. Toh, setelah mendengar kabar kecelakaan beruntun tersebut, Eungi yang merasa sangat khawatir dan menyuruh dirinya untuk segera mengecek kondisi Marry sebenarnya ke rumah sakit.

Rasa waswas pun sedikit menghantui perasaan Hoseok, terlebih setelah melihat bekas kecelakaan yang terjadi di jalan raya menuju rumahnya. Beberapa mobil sudah ditepikan ke pinggir jalan, sementara mobil bak berisi galon itu masih dalam keadaan terguling, tepat di tengah jalan. Kemacetan pun tidak bisa terhindarkan meski tidak terlalu parah. Mobil merah milik Marry juga menjadi salah satunya. Hoseok hanya berharap jika wanita itu tidak mengalami luka yang serius.

Setibanya di rumah sakit, Hoseok langsung bergegas menuju ruang gawat darurat—tempat para korban kecelakaan ditangani para dokter dan suster. Lelaki itu sempat kebingungan mencari-cari keberadaan Marry, hingga ia bertanya pada perawat. Mungkin saja dia menjadi salah satu korban parah, sehingga tidak ada di bangsal ruang ICU.

“Oh, maksud anda dokter itu, ya?” kata perempuan tersebut setelah Hoseok menyebutkan namanya. “Dia baru saja dipindahkan ke ruang VIP oleh keluarganya. Anda tinggal lurus lalu belok kanan. Ruangannya tepat di ujung lorong dekat jendela.”

“Oh, terima kasih.” Tidak menunggu waktu lama, Hoseok segera menuju ruangan yang disebutkan tadi.

Sesampainya di sana, ia melihat dua pengawal berdiri di depan pintu.

“Apa kamu Tuan Hoseok?” tanya salah satunya, yang hanya dibalas oleh anggukan. “Baik, silakan masuk. Tuan Presdir dan Nona Marry sudah menunggu Anda.”

Mendengar itu, kerutan di kening Hoseok langsung tergambar jelas. Akan tetapi, lelaki itu memilih untuk tidak bertanya lebih jauh dan tetap melangkah masuk.

Hoseok serta merta membungkuk sebagai tanda penghormatan ketika pandangannya melihat Tuan Jeon ada di hadapan. Rasa canggung itu mulai muncul. Ingatan di masa lalu masih terekam jelas. Tatapan intimidasi penuh penghakiman masih terlalu membekas. Bagaimana dia menyuruh pengawal untuk memukul dan meninggalkannya dalam keadaan terluka di pinggir jalan. Namun, suara Jeon Marry membuyarkan semuanya.

“Hoseok-ah. Aku tahu, kamu pasti akan datang.” Lalu tatapan sendunya mengarah ada sang Kakek. “Lihat, kan, Kek? Aku tidak berbohong.”

Hoseok buru-buru menengahi. “Maaf, sepertinya saya datang di waktu yang kurang tepat. Dan kamu Marry, aku lihat lukamu tidak terlalu parah, syukurlah. Jadi, lebih baik saya pulang—”

“Tunggu!” sela Tuan Jeon. “Kemarilah.”

***

Kim Eungi berulang kali melihat jam digital yang ditaruh di atas nakas dekat ranjang—di mana Hyuka tertidur pulas saat ini. Hatinya belum bisa tenang. Terus saja memikirkan Hoseok, apalagi pria itu belum juga memberi kabar tentang kondisi Marry sekarang. Ia baca di berita, kecelakaannya memang lumayan parah, tapi tidak ada korban jiwa selain luka-luka. Itu artinya, Marry mungkin tidak mengalami hal yang fatal.

“Hoseok pasti akan kembali. Tenanglah, Eungi. Percaya saja,” ucapnya mencoba menenangkan diri sendiri dari hati yang sedang gundah.

Sampai kemudian, ia mendengar pintu depan terbuka. Buru-buru saja Eungi lari ke luar untuk memeriksa, dan perasaannya jadi sangat lega setelah melihat sosok lelaki itu memasuki rumah—tengah melepas sepatunya dengan wajah begitu lelah. Wajar saja, sudah hampir pagi dan ia belum istirahat sama sekali.

“Kamu kembali?” tanya Eungi kemudian tetap berdiri di tempat, menunggu Hoseok datang menghampirinya.

“Hm,” jawabnya singkat sambil mengangguk.

“Biar aku ambilkan minum.” Baru saja Eungi akan berjalan ke dapur melewati Hoseok, pria itu segera mencegah dengan menahan tangannya.

“Tidak usah. Aku bisa ambil sendiri. Tapi ....” Kata-katanya terputus sejenak, dan tiba-tiba terdengar suara keroncongan dari dalam perutnya. Membuat Eungi tersenyum seketika.

“Kamu pasti lapar. Baiklah, akan aku buatkan ramen. Bagaimana?”

“Tentu saja. Aku ingin membersihkan badan dulu, rasanya sangat lengket.” Eungi buru-buru mengangguk tanpa ragu.

Sebenarnya Eungi tidak mau bertanya sekarang, tapi ia benar-benar penasaran. “Em, bagaimana kondisi Marry?”

“Dia hanya mendapati luka kecil, besok saja sudah boleh pulang.”

“Oh, syukurlah,” tanggapnya yang masih merasa ada yang mengganjal. “Tapi, kamu bisa pulang secepat ini? Apa Marry tidak—”

“Aku di sini,” potong Hoseok segera, karena ia sudah sangat lelah untuk membahas panjang kali lebar. “Itu artinya aku memilihmu.”

“Hm?” Pipi Eungi langsung merona merah dan tersenyum malu. Hatinya meletup merasa sangat senang—mengiringi Hoseok yang berjalan memasuki kamar mandi.

***

“Saya tahu, ini mungkin sangat terlambat. Namun, saya bersungguh untuk minta maaf,” kata Tuan Jeon yang membuat Hoseok sangat segan.

“Apa yang Anda katakan?” sanggahnya, yang duduk bersebelahan di sofa ruang rawat inap itu saja sudah merasa tidak nyaman. Sehingga ia hanya bisa menunduk tanpa berani menampakkan wajah. “Anda tidak perlu melakukan semua ini pada saya.”

“Semua ini demi cucuku tersayang, saya rela melakukan apa pun.” Pandangannya langsung mengarah pada Marry yang berbaring di ranjang pasien seraya memerhatikan mereka. “Saking sayangnya, justru saya tidak sadar sudah membuatnya menderita selama ini. Untuk itu saya memohon, agar kamu mau memaafkan semua kesalahan saya dan kembali menerima Marry.”

Hoseok terdiam sejenak. Berpikir, mencerna baik-baik perkataan Tuan Jeon. Jadi ini maksudnya?

“Saya tidak bisa melihatnya memendam rasa sakit karena tidak bisa memiliki kedua orang yang paling berharga dalam hidupnya. Jadi sekali lagi saya—”

“Tuan.” Hoseok buru-buru mencegah Tuan Jeon melanjutkan kata-katanya, karena percuma. “Maaf sebelumnya, tapi ....” Kedua matanya kemudian melihat Marry sekilas, yang sudah memasang wajah harap-harap cemas. “Saya sudah melupakan semua kejadian dahulu, karena sekarang saya sudah bahagia. Dan, saya tidak bisa menerima permintaan Anda untuk kembali pada Marry. Saya mohon maaf.”

“Hoseok-ah!”

Hoseok segera berdiri. Tetap menunduk lalu membungkukkan badan. Entah keberanian dari mana, tapi yang jelas saat ini dalam hati dan pikirannya hanya ada Hyuka dan Eungi. Merekalah hidupnya sekarang.

“Sekali lagi saya mohon maaf. Permisi!” Tanpa bicara apa pun pada Marry, Hoseok langsung melangkah pergi meninggalkan ruangan tersebut. Ia hanya mendengar jika di sana Marry merengek memanggil namanya, tapi tidak bisa berbuat apa pun, karena Tuan Jeon langsung melarang.

Maaf, Marry. Apa yang terjadi pada kita hanya masa lalu. Tujuanku dari dulu sampai saat ini tetap sama, hanya ingin bahagia. Tapi, bukan kamu sekarang sumber kebahagiaanku. []

Malam takbir sempetin update.
Happy Reading semoga suka.
Selamat hari raya Idul Adha bagi
yang merayakan.

Beautiful Moment [JH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang