Setelah makan malam selesai, Eungi memutuskan untuk tidak langsung pulang bersama Seo Jung dan Seokjin. Ia memilih untuk tinggal sejenak, membantu Hoseok dan Min Ah membereskan sisa-sisa makanan. Piring-piring kotor dikumpulkan, meja makan diseka hingga bersih, dan dapur kembali rapi. Min Ah mengamati dengan senyum yang tersungging di sudut bibirnya. Cara Eungi mengurus pekerjaan rumah dengan sabar dan telaten membuat Min Ah semakin yakin bahwa Eungi akan menjadi pasangan yang sempurna untuk Hoseok.
Saat Eungi sedang mengelap meja terakhir, Min Ah mendekatinya, berujar dengan penuh keyakinan, “Kamu sangat baik dalam mengurus hal-hal seperti ini, Eungi. Aku yakin kamu akan menjadi istri yang luar biasa untuk Hoseok.”
Eungi tersenyum malu. “Terima kasih, Bibi. Aku hanya ingin membantu.”
Min Ah mengangguk, merasa semakin mantap. Hoseok tidak salah pilih kali ini. Ia sudah belajar dari masa lalu, pikirnya, teringat akan hubungan Hoseok sebelumnya yang penuh dengan gejolak. Cinta yang dulu membutakan putranya itu membuatnya kehilangan kendali, tapi kali ini Hoseok berbeda. Dia sudah lebih dewasa dan bijaksana.
Ketika dapur sudah beres, semua orang mulai masuk ke kamar untuk beristirahat. Tapi Hoseok dan Eungi masih duduk di ruang tamu, di sofa yang kini hanya diterangi cahaya lampu yang temaram. Keheningan malam menyelimuti mereka, hanya suara deru angin dari jendela yang sedikit terbuka menemani.
“Aku senang kamu datang malam ini,” kata Hoseok, suaranya rendah namun penuh rasa syukur. “Terima kasih sudah menemani keluargaku.”
Eungi tersenyum, menatapnya dengan lembut. “Aku yang seharusnya berterima kasih. Aku merasa sangat bahagia ... dan bangga. Kamu sungguh memperjuangkan aku, Hoseok.” Ia berhenti sejenak, menahan getaran emosi dalam suaranya sebelum melanjutkan, “Aku merasa sangat beruntung jika nanti bisa memiliki kamu sepenuhnya.”
Hoseok tersenyum kecil, matanya menunduk sejenak. “Aku tidak sebaik itu, Eungi. Tapi aku akan selalu berusaha menjadi yang terbaik. Untukmu, dan untuk keluarga kita nanti.”
Eungi meresapi kata-kata itu, merasakan kehangatan yang mengalir dari setiap janji yang diucapkan Hoseok. Ia tahu, Hoseok benar-benar tulus. “Aku tahu kamu bisa. Setelah semua yang kita lalui, aku percaya kamu tidak akan menyerah.”
Obrolan mereka mengalir, hingga akhirnya Eungi mulai menceritakan tentang ibunya, Seo Jung. “Ibu memang terlihat keras, tapi sebenarnya hatinya baik. Dia hanya butuh waktu untuk percaya pada seseorang.”
Hoseok mendengarkan dengan seksama, mengetahui bahwa mendekati Seo Jung adalah kunci penting untuk hubungan mereka ke depan. “Apa yang bisa kulakukan untuk lebih dekat dengannya?” tanyanya, suaranya lembut namun penuh perhatian.
Eungi tersenyum, kali ini ada kilasan haru di matanya. “Ibu suka menghadiri acara sosial, dan dia sangat aktif di komunitasnya. Setiap ada kegiatan amal atau acara masyarakat, ibu selalu terlibat. Jika kamu bisa terlibat juga, mungkin itu akan membantu.”
Hoseok mengangguk, menyimpan informasi itu dalam benaknya. Ia tahu, mendekati Seo Jung butuh usaha dan kesabaran. Tapi dia rela melakukannya demi Eungi.
“Tidak apa-apa, kan?”
“Hm?” Alisnya terangkat, balik bertanya.
“Acaranya besok, aku juga akan ikut. Apa kamu bisa ikut bersama kami?”
Hoseok lantas tersenyum menenangkan. Matanya menatap lembut dan dalam. “Tentu saja, apa pun akan kulakukan demi kamu, Eungi-ya.”
Kata-kata itu menusuk dalam ke hati Eungi. Dia menatap Hoseok dengan rasa haru, dan seketika itu juga, udara di antara mereka berubah. Ada keheningan yang tak terucap, tapi justru menegaskan perasaan mereka yang semakin kuat. Eungi bisa merasakan detak jantungnya yang semakin cepat, dan entah bagaimana, dia yakin Hoseok merasakan hal yang sama.
Hoseok mendekat sedikit, hanya beberapa inci memisahkan wajah mereka. Mata mereka bertemu, dan dalam diam itu, perasaan yang sudah lama tersimpan di hati mereka seolah membuncah. Nafas Eungi menjadi tidak teratur, seolah udara di sekitarnya tiba-tiba menjadi lebih tipis. Dia ingin berbicara, tapi kata-kata tertahan di tenggorokannya.
“Eungi-ya ....” Hoseok berbisik, suaranya serak dan penuh emosi. Ia menatap bibir Eungi, seolah menunggu izin yang tak terucap.
Tanpa sadar, Eungi merespon dengan perlahan mengangkat tangannya ke wajah Hoseok. Sentuhan lembut di pipinya membuat Hoseok sedikit tersentak, tapi dia tidak menjauh. Sebaliknya, dia semakin mendekat. Bibir mereka akhirnya bersentuhan—perlahan, hati-hati, seolah masing-masing takut merusak momen itu.
Ciuman itu dimulai dengan lembut, penuh keraguan yang cepat memudar. Namun, tak lama kemudian, rasa yang menggelegak di dalam diri mereka menjadi lebih kuat. Bibir Hoseok menyapu bibir Eungi dengan intensitas yang meningkat, seakan setiap desahan napas mereka adalah ungkapan cinta yang selama ini tertahan. Eungi merasakan getaran dalam setiap sentuhan itu, dan tubuhnya merespon dengan menyandarkan dirinya lebih dekat ke Hoseok, merasakan detak jantung yang seirama.
Tangan Hoseok menyusuri pipi Eungi, lalu turun ke belakang lehernya, memperdalam ciuman itu. Sementara tangan Eungi meremas ujung baju Hoseok, mencoba menahan luapan perasaannya yang terus memuncak. Ciuman mereka semakin dalam, lebih penuh gairah, namun tetap menyisakan kehangatan dan kelembutan. Mereka tidak hanya berbagi rasa, tetapi juga janji yang tak terucap untuk selalu bersama, apapun yang terjadi.
Ketika akhirnya mereka melepaskan diri, keduanya terengah-engah, namun senyum tipis tak bisa disembunyikan dari wajah masing-masing. Di mata Hoseok, Eungi melihat kepercayaan dan cinta yang tulus, sementara di mata Eungi, Hoseok menemukan harapan dan keyakinan.
“Aku akan terus berusaha,” bisik Hoseok lembut.
Eungi tersenyum. “Aku tahu, dan aku percaya padamu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Moment [JH]
Fiksi Penggemar[UPDATE, SELASA DAN RABU] Setelah kisah cinta pertamanya berakhir, Jung Hoseok tidak lagi ceria. Ia banyak menutup diri terutama tentang masa lalunya. Sementara, layaknya perempuan kebanyakan, Kim Eungi berkeinginan memiliki kehidupan yang indah sec...