ALKIE_IDR 7

4.1K 531 17
                                    

Kiera menatap Sisil yang saat ini sedang menyantap satu mangkuk bakso dengan lahap. Gadis di hadapannya terlihat sangat kelaparan, membuat Kiera terkadang meringis melihat caranya makan.

"Sisil lahap banget makannya.  Habis nguli di mana?"  tanyanya iseng.

"Habis nguli di perpus." Sisil menjawab dengan acuh. "Lo kenapa enggak makan?"

"Kiera lagi kenyang. Tadi habis makan bekal buatan Mama." Tangan gadis itu terulur sembari mengusap perutnya dari kemeja putih yang ia kenakan.

"Oh."

Sisil kembali melanjutkan acara makannya. Tak lama kemudian sosok Radit datang bersama seorang gadis.

"Kiera," panggil Radit pada Kiera.

Merasa namanya dipanggil, Kiera mendongakkan kepalanya menatap Radit.

"Kak Radit?"

"Iya. Kakak mau kenalin pacar kakak ke kamu." Radit kemudian menunjuk seorang gadis di sampingnya.  "Namanya Vika. Vika kenalin ini Kiera, orang yang aku cerita ke kamu," ujar Radit memperkenalkan Kiera pada Vika.

Vika mengulurkan tangannya disambut Kiera.
"Gue Vika. Pacarnya Radit."

Vika sengaja menekankan kata pacar mungkin untuk mengingatkan Kiera jika Radit bukanlah pemuda single yang bisa didekati. Vika tentu tahu pekerjaan Radit sebagai pengawal dari gadis di hadapannya. Meskipun ia tidak tahu siapa orang tua dari Kiera, tapi tak menutup kemungkinan jika Kiera bisa menjadi orang ketiga dalam hubungannya dan Radit.

"Halo, Kak. Aku Kiera. Senang kenalan dengan kakak." Kiera tersenyum ramah pada Vika. Gadis itu kemudian mempersilakan untuk keduanya duduk. Kebetulan kursi di sebelah  Kiera memang kosong karena Mauren dan Reza sedang berada di ruang dosen.

Vika langsung mengambil duduk tepat di sebelah Kiera. Sementara Radit sendiri di sebelah Vika.  Vika tidak membiarkan Radit untuk terlalu dekat dengan Kiera. Apalagi tampang cantik Kiera membuat Vika sedikit was-was.

"Kak Vika dan Kak Radit mau pesan apa? Biar sekalian sama Sisil. Sepertinya Sisil mau tambah lagi." Kiera menunjuk ke arah Sisil yang bersiap untuk memanggil pegawai kantin.

Sisil yang merasa namanya disebut sontak menurunkan tangannya, kemudian meringis malu ketika tatapan ketiga pasang mata tertuju padanya.  Jangan salahkan dirinya yang lapar dan ingin menambah lagi. Salahkan saja drama Korea yang ia tonton dan membuatnya lupa waktu.

"Kalian mau pesen juga?" Sisil bertanya pada Radit dan Vika yang langsung mendapat anggukan keduanya. Sementara Kiera tetap menggelengkan kepalanya karena memang ia tidak berniat untuk memesan makanan.

Ketiganya kembali memesan makanan pada pegawai kantin yang bertugas. Sementara Kiera sendiri sedang berbalas pesan pada Alif yang katanya di sana sedang mengerjakan tugas dari dosen.

"Alif, semangat ya. Kiera berdoa semoga Alif lancar mengerjakan tugasnya."

Kiera membaca ulang pesan yang dikirimnya pada Alif. Gadis itu tersenyum sendiri dan senyumnya semakin lebar ketika mendapat balasan dari Alif.

"Iya, sayangku. Kamu juga di sana baik-baik ya. Ingat, jangan nakal. Soalnya enggak ada aku yang jaga kamu."

Ugh, Alif! Batin Kiera berseru girang menyebut nama Alif. Maklum saja, Alif adalah pemuda pertama yang sangat dekat dengannya. Pemuda pertama yang meminta izin pada papanya jika dia serius menjalin hubungan dengannya. Siapa yang tidak akan terpesona dengan pemuda yang memiliki sifat gentlemen tersebut.

"Senyum-senyum sendiri Bu baca pesan. Macam ibu kos yang kesenangan dapat bulanan,"  celetuk Sisil, membuat Kiera mendongakkan kepalanya. Gadis itu menatap Sisil dengan tatapan polosnya.

"Aku bukan ibu kos. Belum punya kosan juga," kata Kiera, membuat Sisil mendengus.

"Iya deh, terserah Bu RT aja."

"Belum jadi bu RT juga, Sil." Kiera kembali menggeleng kepalanya membuat Sisil gregetan.

"Hm!" Gadis itu hanya berdeham tanpa berniat untuk membalas ucapan Kiera lagi. Daripada dirinya terkena serangan darah tinggi, lebih baik ia diam.

Merasa tidak akan mendapat balasan lain dari Sisil, Kiera kembali melanjutkan membalas pesannya dengan Alif. Tidak memedulikan Sisil yang melanjutkan makannya dan juga Radit serta Vika yang tengah membahas pelajaran.

****

Suara tabrakan di koridor membuat banyak mahasiswa menoleh hanya untuk melihat seorang pemuda dengan kemeja terbuka hingga menampilkan kaos putih yang melekat pada tubuhnya dengan seorang gadis yang mengenakan kemeja putih serta celana jeans hitam semata kaki.

"Sorry, enggak sengaja," ucap pemuda itu meminta maaf.

Gadis dengan kemeja putih yang tak lain adalah Kiera menganggukkan kepalanya sembari mengambil buku yang tergeletak di lantai.

"Enggak apa-apa, Kak. K-aku juga enggak sengaja soalnya lagi buru-buru. Maaf, ya?"  sahut Kiera. Gadis itu segera menegakkan tubuhnya  dan menatap langsung wajah pemuda yang menjadi korban tabrakannya.  Mereka sama-sama berlari dari arah berlawanan, hingga ketika di tikungan koridor, tak melihat satu sama lain akhirnya terjadi tabrakan antara keduanya.

"Iya, enggak apa-apa. Kita sama-sama salah."  Pemuda itu tersenyum menatap Tila. "Oh, iya, gue Danu. Lo siapa?" ucap pemuda bernama darka pada Kiera.

"Aku Kiera, Kak. Udah dulu ya soalnya aku buru-buru." Kiera menyambut uluran tangan Danu sebentar sebelum akhirnya ia kembali berlari menuju kelasnya. Takut jika dosen yang mengajar di kelasnya sudah datang. Ini salahnya karena terlalu asyik mengobrol dengan Sisil sehingga membuatnya lupa jika saat ini adalah jam belajar.

Sisil sendiri sudah ia tinggalkan di belakang. Sebagai anak yang rajin, Kiera tentu saja tidak ingin dirinya terlambat masuk ke kelas.

Danu menatap punggung Kiera yang menjauh sebelum akhirnya ia melangkah pergi menuju area kantin untuk mengisi perut yang sudah keroncongan sejak tadi.

Tak lama setelah Danu pergi, Sisil berlari melewatinya mengikuti jejak Kiera yang nyaris menghilang di persimpangan koridor.

"Kiera, tunggu gue!" seru Sisil. Sayangnya, suaranya tidak didengar oleh Kiera sehingga membuat gadis itu mendengus.

"Lo dari mana aja, Kiera? Untung aja dosen belum masuk. Kalau udah masuk, bisa berabe lo," tegur Mauren pada Kiera.

"Kiera tadi habis ngobrol sama Sisil. Terus lupa waktu," jawab Kiera. Gadis itu segera mengeluarkan laptop miliknya dari dalam tas dan meletakkannya di atas meja.

"Memangnya habis ngobrolin apa? Kayaknya seru banget." Reza yang duduk di sebelah Kiera menatapnya dengan tatapan bertanya.

"Habis ngobrolin Sisil yang baru liburan ke luar negeri."

"Oh, iya? Memangnya dia liburan ke mana?" 

"Solo."

"Solo itu di dalam negeri, Kiera. Bukan di luar negeri. Kok, lo mau-maunya dibodohi sama Sisil?" Mauren menatap Kiera gemas.

"Oh, iya, Kiera lupa." Kiera menepuk dahinya pelan sambil menatap Mauren dan Reza dengan senyum polos.  Terlalu asyik bercerita dengan Sisil membuatnya tak sadar ada kejanggalan dalam cerita teman barunya itu.

Tak lama kemudian Sisil masuk dan duduk di kursi dengan napas tersengal. Hal tersebut tak luput dari perhatian tiga pasang mata yang menatapnya dengan aneh.

"Perasaan tadi Kiera lari-lari juga, tapi napasnya enggak  kayak orang lagi dikejar rentenir  macam lo, Sil," ujar Reza memutar tubuhnya menatap Sisil. Ciri-ciri manusia yang tidak pernah olahraga macam Sisil inilah. Baru lari sedikit, sudah terlihat ngos-ngosan seperti sekarang ini.

"Gue enggak pernah olahraga. Ini  untungnya gue masih selamat. Lo pada bayangin gue lari-lari dari kantin sampai kelas tanpa jeda sedikitpun," ujar Sisil menggebu-gebu. "Oh, betapa melelahkannya lari kayak gini. Perasaan lari dari kenyataan, enggak selelah ini," katanya mulai mendramatisir.

Kiera, Mauren, dan Reza kompak memutar bola mata mereka melihat Sisil yang langsung meletakkan kepalanya di atas meja. Keadaannya mirip seperti ikan yang baru saja dibersihkan isinya. Tidak berdaya dan tanpa nyawa, pikir  ketiganya kompak.

ALKIE (POSSESSIVE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang