15

19.4K 1.3K 49
                                    

        15: Back to home

Kiera memasuki mobil bersama Naomi yang memaksanya untuk pulang bersama. Tadi ia sudah izin pada Alif untuk pulang duluan dan pemuda itu tentu mengizinkannya.

Kiera menoleh menatap Naomi yang tengah terfokus pada jalanan di depannya.
"Naomi, bukannya enggak boleh ya kalau anak dibawah umur itu bawa mobil?  Nanti kita ditilang Pak polisi loh," ujar Kiera menatap Naomi takut-takut.

Naomi tersenyum menatap Kiera sebentar sebelum mengalihkan perhatiannya ke jalan raya  yang tidak  begitu padat.
"Kamu lupa ya kalau ulang tahun aku yang ke 17 itu udah lewat empat bulan lalu. Terus semua surat mobil dan sim juga udah diurus papaku."

"Oh, Kiera lupa." Kiera menepuk keningnya dan tersenyum polos.

"Kamu 'sih masih muda udah pikun," tutur Naomi sambil terkekeh.  "Oh, iya, dua pembantu kamu udah di rumah kamu 'kan?"

Mendengar kata pembantu yang diucapkan Naomi membuat Kiera cemberut. "Ih, Naomi. Enggak boleh sebut mereka pembantu. Mereka itu bi Ani dan Mang Asep," ujarnya sambil mengerucutkan bibir.

"Iyaiya. Mereka bibi Ane dan Nang Asyep."

"Bukan Bibi Ane tapi bibi Ani. Terus yang benar itu Mang Asep bukan Nang Asyep, Naomi," koreksi Kiera lagi membuat Naomi mengangguk paham.

Dimaklumi saja jika Naomi terkadang kesulitan menyebutkan sebuah nama atau kalimat yang sedikit aneh di lidahnya. Saat ini saja ia lagi membiasakan diri untuk mengucapkan kalimat-kalimat yang sulit untuk diucapkan oleh lidahnya.

Setibanya di sebuah rumah besar bak  istana dengan pagar yang sudah terbuka lebar, mobil yang dikendarai Naomi memasuki area pekarangan rumah.

Naomi memarkirkan mobilnya di tepat di depan tangga rumah kemudian turun diikuti oleh Kiera dengan tas di punggungnya.

Membantu Naomi mengeluarkan kopernya, kemudian kedua gadis itu menaiki satu persatu anak tangga yang berjumlah sepuluh hingga mereka tiba di depan pintu dan menemukan sepasang suami istri sudah menunggu kehadiran mereka.

"Selamat datang, Non Kiera dan Non Naomi," sapa keduanya dengan senyuman mereka.

Mereka adalah Asep dan Ani yang sudah lebih dulu tiba di kediaman Dewangga tadi pagi untuk merapikan apa yang perlu dibenah lagi atas perintah Dewa langsung.

"Bibi sudah siapkan kamar Non Kiera dan Non Naomi di lantai atas. Makan siang non juga sudah bibi sediakan di atas meja," ujar Ani menyampaikan apa yang perlu ia sampaikan.

"Terima kasih ya, Bibi.  Kiera sama Naomi mau masuk dulu soalnya mau ganti baju." Kiera tersenyum manis membuat Bibi Ani turut senang dengan prilaku nona majikannya.

"Iya, Non. Habis ganti baju non Kiera langsung turun dan makan siang ya," ujar wanita itu dengan senyum manisnya.

"Iya, Bi."

"Tolong bawakan koper milikku ya, Pak," ujar Naomi sebelum berbalik pergi, mengikuti langkah Kiera yang menaiki tangga.

"Duh, Kie, kaki lelah sekali naik tangga ini. Lagian kenapa uncle Dewa membangun lantai dua setinggi ini 'sih? Anak tangganya itu bikin kakiku bengkak," keluh Naomi saat mereka tiba di lantai atas.

"Ih, Naomi pasti enggak pernah ngalah makanya banyak ngeluh," kata Kiera meledek Naomi, membuat gadis itu merengut kesal.

"Itu anak tangganya banyak banget, Kie. Aku 'kan jadi-- lho, bapak kok sudah di sini?"

Naomi terbelalak ketika melihat sosok Mang Asep yang sudah meletakkan koper di depan sebuah pintu dan berniat untuk berbalik pergi.

"Kenapa memangnya, Non?" Asep mengernyit melihat ekspresi horor sahabat majikannya.

"Kok bapak tiba-tiba udah ada di lantai dua? Sedangkan kita dari tadi enggak lihat bapak lewat tangga sama kita?"

Pikiran Naomi sekarang sudah menduga jika pria paruh baya di depannya bisa saja hantu yang menyamar jadi Asep dan tengah menghantuiku serta menakut-nakuti mereka.

"Bapak enggak lewat tangga, Non."

"Terus?"

Naomi merapatkan tubuhnya pada Kiera, membuat gadis polos itu tak mengerti dengan reaksi tak biasa Naomi.

"Bapak naik elip."

"Elip?" ulang Naomi tak mengerti.

"Itu, Non," tunjuk Asep pada sebuah pintu  dipojokan sebelah kanan. "Bapak naik kotak yang bisa jalan sendiri dan enggak perlu naik tangga."

Pelan tapi pasti Naomi memutar kepalanya ke arah yang ditunjukkan Asep. Dari tempatnya berdiri ia bisa melihat sebuah kotak lift yang tertutup rapat, kemudian beralih menatap Asep yang masih berekspresi bingung, lalu tatapannya beralih menatap Kiera yang berdiri dengan tampang lugu.

"Kiera, why? Kenapa kamu enggak kasih  tahu aku kalau ternyata di rumah kamu ada lift?"

Naomi melotot sebal pada Kiera. Dirinya sudah lelah lebih dulu baru mengetahui rumah besar milik Dewangga ini ternyata memiliki lift di dalamnya.

"He-he. Kiera lupa kasih tahu Naomi."

Kiera nyengir polos membuat Naomi gemas dengan kepolosan sahabatnya ini.

"Astaga, Kiera." Naomi mendesah frustrasi dengan tingkah sahabatnya ini..

"Kalau begitu saya permisi dulu ya Non Kiera dan Non Naomi."

Asep berbalik pergi menuju lift yang akan membawanya ke lantai satu. Sambil menahan tawa saat melihat ekspresi kesal di wajah Naomi, Asep meninggalkan keduanya.

Keluar dari lift, Asep melangkah menuju pintu keluar saat mendengar suara mobil di depan.

Asep tidak bisa menduga siapa tamu yang datang dengan mobil karena ia berpikiran tidak mungkin itu Dewa, karena pria pemilik rumah ini sedang di China. Lalu, Asep tertegun saat melihat sosok putrinya yang baru saja turun dari mobil mewah entah milik siapa.

"Itu siapa, Chik? Bukannya orang itu yang sering antar lo berdua ke sekolah?"

Feddel bertanya ketika dirinya baru saja keluar dari mobil miliknya.  Pemuda itu berdiri di samping kap mobil sambil menatap Asep yang  berdiri diujung tangga atas.

"Oh,  itu sopir gue kok," sahut Chika santai.

"Sopir lo? Bokapnya cewek sok polos itu?" tanya Feddel menatap Chika dengan sebelah alis terangkat.

"Bukanlah. Orangatua cewek itu lagi diluar negeri. Lo tahu 'kan kalau mereka itu ikut  nenek gue. Yeah, akhirnya nenek gue ngirim cewek itu buat jadi teman gue di rumah."

"Dan lo mau aja gitu temenan sama cewek itu?" Feddel mengernyit jijik membuat Chika menelan ludahnya gugup.

"Tentu gue enggak selevel sama dia. Teman-teman gue itu anak-anak sosialita kalangan atas kok." Chika tersenyum dengan ekspresi yakin yang membuat Feddel mengangguk puas.

Chika menghela napas lega karena ternyata Feddel percaya padanya. Chika tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk dekat dengan Feddel bila perlu menjadi kekasihnya.

Chika menyukai Feddel. Popularitasnya, uangnya, dan tongrongan pemuda itu.

"Ya udah kalau  begitu gue balik dulu. Lo jangan lupa makan siang ya."

Feddel mengusap kepala Chika sebelum berbalik pergi dengan mobilnya meninggalkan Chika yang bersemu akibat sentuhan dari pada pria yang ia sukai.

"Ah, Feddel, lo kok sweet banget 'sih?" Chika menyentuh pipinya yang terasa panas akan sikap Feddel padanya.





ALKIE (POSSESSIVE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang