4 [ Hair Styles ]

26.2K 1.9K 62
                                    

PART 4


"Kenapa kamu enggak pernah bilang sama kakak kalau kamu sering di bully teman-teman kamu, Dek?"

Alif menatap adiknya dengan raut kecewa yang menghiasi wajahnya. Tadi, saat ia baru saja pulang dari sekolah dan mendatangi toko Alvin. Alif  terkejut melihat adiknya dengan luka lebam tengah duduk di kursi dekat meja Alvin sambil menundukkan kepalanya.

Alif yang merasa penasaran segera bergegas dan menanyakan penyebab Alice sampai seperti sekarang.

Alvin kemudian menjelaskan bahwa ia tadi di hubungi kepala sekolah untuk menjemput Alice dan diminta untuk datang ke sekolah.

Alvin juga menjelaskan kronologi yang terjadi pada Alice hingga ia dipanggil kepala sekolah lengkap dengan ucapan-ucapan yang di lontarkan para murid pelaku bullying padanya.

Alvin mengambil alih tugas sebagai wali bagi Alif dan Alice. Jadi, ketika ada masalah seperti ini maka pihak sekolah akan mengubungi Alvin sebagai wali murid keduanya.

"Aku enggak mau, Kak. Aku masih terima kalau mereka bully aku yang penting jangan rusak usaha aku. Itu saja," gumam Alice menjelaskan. "Aku juga enggak mau merepotkan kakak dengan masalah kecil ini. Kakak juga 'kan sibuk sekolah dan kerja," imbuhnya menatap Alif yakin.

"Masalah kecil?" ulang Alif tak percaya. "Masalah kecil kamu bilang, Dek?"

Alif kembali menggeleng tak percaya sambil mengusap kasar wajahnya.
"Dek, ini masalah besar yang bisa saja merusak masa depan kamu karena trauma! Untung saja ada orang baik yang mau menyelamatkanmu. Coba kalau enggak?" Suara Alif kian menggelegar dengan tarikan napas memburu dilanda emosi.

Alif tidak pernah menyangka jika adiknya akan mengalami masalah seperti ini dan masih menganggap apa yang ia alami hanyalah masalah kecil.

Astaga. Alif tidak pernah bisa membayangkan jika anak seusia dini bisa menjadi pelaku bullying dan korban bullying.

"Sudah lah, Alif. Enggak usah di marah terus Alice-nya. Dia masih shock karena masalah tadi dan orang yang membantu Alice juga bersikap tegas pada kepala sekolah dan wali murid," ujar Alvin panjang lebar dengan sekali tarikan napas.

Alvin menatap Alif tegas sembari berujar, "kamu jangan menyalahkan dirimu atas apa yang terjadi pada Alice. Alice melakukannya karena dia enggak mau kamu cemas dan berdampak pada pelajaranmu di sekolah."

Alif menundukkan kepalanya kemudian mendongak menatap Alice dengan tatapan penuh penyesalan. Alif menghampiri Alice dan memeluk adiknya dengan erat sembari menggumamkan kata maaf berulang kali.

"Kakak enggak usah minta maaf. Kita harusnya bersyukur karena aku sudah di tolong oleh kakak cantik tadi," ujar Alice dengan senyum lebar.

Kening Alif mengerut menatap Alice. "Kakak cantik? Lain kali kita akan bertemu dengan dia dan mengucapkan terima kasih karena sudah menolong kamu."

"Pasti itu, Kak," seru Alice tersenyum bersemangat.

Kedua kakak beradik itu kembali berpelukan membuat Alvin yang melihat itu tersenyum.

Alif dan Alice boleh tidak memiliki orangtua lagi namun mereka tetap saling menyayangi dan mengisi kekosongan satu sama lain.

Setidaknya meski tidak memiliki orangtua, mereka akan terus saling menggenggam tangan dan mendukung apa yang menjadi keinginan mereka kelak.

Keesokan paginya, Alice dan Alif yang sudah mengenakan seragam sekolah masih disibukkan dengan urusan dapur. Kedua pasang kakak beradik itu sibuk membungkus roti.

ALKIE (POSSESSIVE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang