26

19.4K 1.5K 32
                                    

PART 26

Kiera membuka matanya ketika sore menjelang.

Gadis cantik itu mengerjab matanya menatap sekeliling ruangan bercat putih dengan bau obat yang menguar di sekitar.

Rumah sakit.

Kiera tahu jika saat ini ia sedang berada di rumah sakit. Ingatan terakhirnya berputar saat dimana Chika, Rinka, dan Emisa memukul dan menguncinya di gudang yang sempit nan berdebu.

"Mama, papa," lirih gadis itu masih ketakutan.

"Lo udah bangun, Kie? Syukurlah, gue lega lihatnya."

Alif yang tengah duduk di samping bangsal Kiera sembari membaca buku pelajaran mendesah lega karena gadis yang ia tunggu dari tadi siang akhirnya membuka mata.

"Alif? Alif yang tolongin Kiera di gudang?" Kiera tersenyum menatap Alif dengan mata polosnya.

"Iya. Tapi, bukan gue sendiri kok. Mauren juga ikut bantuin gue," ujar Alif tak ingin dianggap pahlawan seorang diri.

"Mauren?" Kening Kiera mengernyit karena tidak begitu mengenal sosok Mauren yang dimaksud.

"Iya.  Mauren si Ratu gosip. Cewek yang tingkahnya mirip wartawan atau host infotainment," ujar Alif menjabarkan sosok Mauren pada Kiera.

"Oh, Kiera ingat. Mauren yang pacarnya Reza 'kan?" ujarnya antusias.

"Heh, siapa yang bilang gue pacarnya si Ratu gosip itu? Amit-amit ya Allah, Reza enggak mau punya pacar kayak si Ratu gosip. Hidup Reza akan bergelimang dengan dosa. Dedek Reza tak kuat."

Alif dan Kiera kompak menoleh ke sumber suara. Mereka berdua menatap Reza yang berdiri di belakang pintu dengan tangan menengadah ke atas seolah ia tengah berdo'a pada sang kuasa.

"Reza datang mau jenguk Kiera?"

Binar bahagia terlihat nyata pada manik polos gadis itu. Kiera tersenyum antusias atas kedatangan Reza hingga membuat Alif dilanda rasa tak nyaman di hatinya.

"Iya gue dateng buat jenguk bidadarinya sekolah."

Reza mendekati bangsal tempat Kiera tidur. Pemuda itu tidak datang dengan tangan kosong melainkan membawa parsel berisi buah yang ia beli di toko.

"Makasih ya, Reza udah jengukin Kiera." Kiera tersenyum manis membuat Reza ikut membalas dengan senyum lebar.

Reza mengalihkan perhatiannya pada Alif dan menepuk bahunya pelan.
"Hai, bro!" sapanya yang dibalas anggukan Alif.

Kiera menceritakan apa yang di alaminya tadi saat di sekolah pada Alif dan Reza tanpa dikurangi atau di lebih kan.

Gadis itu menampilkan berbagai macam ekspresi dari sedih, takut, dan semangat penuh jika ia tidak akan terluka ketika keluar dari gudang tersebut.

Alif dan Reza menghela napas mendengar cerita Kiera. Dengan ini Alif bisa memastikan jika Chika, Emisa, dan Rinka akan mendapat hukuman yang setimpal.

Malam harinya Naomi datang kembali sembari membawa rantang makanan yang di siapkan Bibi Ani untuk mereka yang berjaga di rumah sakit.

Kali ini Naomi tidak sendiri karena ada Veno yang mengikutinya dari belakang.

"Alif enggak pulang?" tanya Kiera saat jam sudah menunjuk pukul 7 malam.

"Kenapa? Lo ngusir gue?" tanya Alif dengan sebelah alis terangkat.

"Enggak." Kiera menggeleng. "Alice nanti sendirian di rumah. Kiera takut Alice nanti kenapa-kenapa," gumamnya yang masih di dengar Alif dan yang lainnya.

"Tenang aja. Alice udah sama Bi Dewi di rumah," sahut Alif tenang.

"Bi Dewi?" ulang Kiera mengernyit karena mendengar nama asing tersebut.

"Bi Dewi itu yang kerja di rumah gue dulu sebelum di pecat sama ibu tiri gue." Alif menjelaskan dengan suara pelan. "Bi Dewi sebatang kara dan beruntung beliau ketemu Alice di pasar lagi jualan sayur," ceritanya yang di dengar serius oleh Kiera.

"Terus karena enggak mau pisah lagi sama Bibi Dewi, Alice akhirnya ajak Bi Dewi buat tinggal bareng kalian lagi.  Begitu, Alif?" Kiera menjabarkan apa yang ada di dalam pikirannya.

"Iya. Lo pinter banget 'sih? Tanpa gue jelasin lo udah tahu alur ceritanya." Alif mengacak rambut Kiera gemas dan merapikannya kembali.

"Karena Kiera sekarang punya cita-cita jadi penulis. Jadi, Kiera bisa buat alur cerita yang nyambung gitu," ujar Kiera menatap Alif polos.

"Lho, bukannya cita-cita Kiera mau jadi Bu dosen, ya?" celetuk Naomi dari sofa tak jauh dari bangsal tempat Kiera dan Alif.

"Iya." Kiera menggangguk antusias. "Kiera mau jadi Bu Dosen dan penulis," ujarnya dengan semangat empat lima.

"Dua-duanya bagus.  Semoga cita-cita lo terwujud ya," ujar Alif seraya tersenyum.

"Memangnya cita-cita Alif mau jadi apa?" tanya Kiera tidak menutupi rasa penasarannya.

"Enggak banyak. Cukup jadi dokter buat ngobatin pasien dan lo kalau lagi sakit," ujar Alif menatap Kiera lekat. Kiera yang di tatap intens seperti itu spontan menyentuhnya di mana letak jantungnya berada.

"Alif, jantung Kiera goyang-goyang masa dengar Alif ngomong begitu," ungkapnya di sambut kekehan Naomi serta Veno yang sedari tadi diam.

Sementara Alif? Pemuda itu tersenyum sembari mengusap kepala gadis itu dengan lembut.

                      ***

"Mohon maaf, Pak, Bu, terpaksa kami mengeluarkan anak bapak dan ibu karena perbuatan mereka." Amira berujar dengan tenang seraya menatap wali murid di hadapannya saat ini.

Sekolah harus mengambil tindakan tegas pada murid yang membuat kekacauan. Mereka tidak bisa membiarkan murid bermasalah berada di sekolah ini karena bisa menimbulkan spekulasi jika sekolah tidak bertindak tegas atas prilaku tindak kriminal yang di lakukan murid-murid di sekolah.

Wali murid tidak bisa terus memohon agar putri mereka tidak dikeluarkan. Namun, sayangnya hasil rapat kemarin siang sudah diputuskan jika ketiga gadis itu harus di keluarkan dari sekolah.

Jika mereka di biarkan maka nurid lain pun bisa saja mengikuti jejak ketiganya. Mem-bully murid lain dan bisa bersikap santai karena tidak dikeluarkan dari sekolah.

Pihak sekolah tidak ingin menanggung beban resiko seperti itu.

Chika, Rinka, dan Emisa yang menunggu di luar ruang kepala sekolah harus bisa menelan kekecewaan mereka ketika wali mereka mengatakan jika mereka terpaksa dikeluarkan dari sekolah.

Feddel, Dika, Kinan, dan Faris pun ikut merasakan kekecewaan.  Mereka tidak bisa berbuat apa-apa saat ini.

"Orangtua lo mana, Chik? Kok cuma ART lo aja yang datang?" tanya Feddel menatap Chika.

"Oh." Chika terlihat gelagapan ketika mendengar pertanyaan Feddel. Otak gadis itu berputar cepat mencari ide yang pas untuknya. "Bokap nyokap gue enggak ada di Indonesia. Yah, lo tahu sendiri 'kan kalau bokap gue itu orang sibuk," ujar Chika santai.

Tidak ada ekspresi gugup atau takut di wajahnya. Raut wajahnya terlihat natural sekali hingga tidak ada yang menyadari jika ia tengah berbohong.

"Eh, Dino mana, Ki?" Chika mengalihkan perhatiannya pada Kinan yang duduk tepat di sebelah Dika.

"Gue enggak tahu. Kalau begitu gue pergi dulu mau cari Dino."

Kinan bangkit dari kursi panjang yang terdapat di depan ruang kepala sekolah.  Setelah itu ia berjalan pergi mencari sosok Dino yang sudah jarang bersamanya beberapa hari ini. Kinan merasa jika Dino terlihat tengah menyembunyikan sesuatu darinya.

ALKIE (POSSESSIVE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang