18

18.4K 1.4K 40
                                    

"Kie, gue antar lo pulang, ya?"

Dika menghadang langkah Kiera yang bersiap untuk keluar dari kelas.

Gadis cantik itu mendongak dan mengedipkan matanya dua kali sembari menatap Dika kaget.
"Dika bikin Kiera kaget saja tadi," ujarnya dengan suara kekanak-kanakan, membuat Dika gemas.

Dika tersenyum lembut dan mengusap kepala Kiera dengan lembut.

"Kenapa bisa kaget?"

"Dika munculnya tiba-tiba kayak hantu yang sering Kiera lihat di tivi," jawab gadis itu polos.

"Wah, berarti gue mirip hantu dong?" Dika tersenyum menggoda Kiera, namun gadis itu justru mengangguk.

"Iya. Soalnya Dika muncul tiba-tiba."

"Jadi, lo mau 'kan pulang bareng gue?" tawar Dika berharap Kiera mengangguk setuju. Namun, harapan tinggal harapan karena nyatanya Kiera hanya menggeleng sambil menatap Dika tak enak.

"Kenapa enggak mau?" Dika menatap Kiera penasaran.

"Kiera pulang bareng gue," jawab sebuah suara, membuat Kiera dan Dika menoleh secara bersamaan.

"Lo siapa emangnya? Kiera pasti mau kok balik sama gue," sanggah Dika tak mau kalah.

"Gue sahabatnya dan orang yang tinggal satu rumah sama Kiera. So?" Naomi mencibir menatap Dika sinis. "Ayo, Kie, kita pulang. Sebelum cowok rese itu datang dan ganggu aku," ajaknya segera menarik Kiera pergi, meninggalkan Dika yang terpaku di tempat.

Dika menghembuskan napasnya berat. Sulit sekali baginya untuk melakukan pendekatan dengan gadis itu karena selalu saja ada halangan yang menghalangi saat ia ingin mendekati gadis itu.

Naomi dan Kiera akhirnya memutuskan untuk langsung pulang ke rumah. Alif saat ini sedang sibuk belajar bersama Angel dan Kinan, jadi ia tidak bisa untuk pergi bersama Alif untuk seminggu ini.

Setibanya di rumah, mereka menatap heran mobil yang perparkir di depan rumah yang menandaskan ada tamu yang datang.

"Siapa tamunya?" Naomi menatap Kiera, sementara yang di tatap mengangkat bahunya tak tahu.

"Kita masuk dan lihat," ujar Naomi yang disambut anggukan dari Kiera.

Mereka masuk ke dalam dan tidak menemukan siapapun, lalu telinga kedua gadis itu menangkap suara-suara yang berasal dari kolam renang di samping rumah Kiera.

"Sepertinya di kolam renang. Ayo, kita cek." Naomi menarik Kiera menuju pintu samping, namun sebelum meraka membuka pintu kaca, langkah mereka berhenti oleh Ani yang menatap mereka dengan air mata bercucuran.

"Non Kie dan Non Naomi, bibi mohon ya jangan ke samping," mohon wanita paruh baya itu membuat Kiera dan Naomi mengernyit.

"Kenapa memangnya, Bi?" tanya Naomi curiga.

"Chika bawa teman-temannya ke rumah dan mengaku sebagai pemilik rumah." Ani menghela napas sebentar. "Chika enggak ingin ada teman-temannya yang tahu kalau dia hanya anak seorang pembantu," tambahnya membuat Kiera dan Naomi saling tatap.

"Dan kenapa bibi biarkan?"

"Chika mengancam akan bunuh diri kalau bibi kasih tahu teman-temannya. Bibi mohon ya non sekali ini saja biarkan Chika bahagia dengan teman-temannya. Setelah ini bibi akan berikan penjelasan pada Chika tentang apa yang dilakukan."

Ani menatap Kiera dan Naomi dengan ekspresi melas yang membuat Kiera menjadi tidak tega.

"Iya, Bi, enggak apa-apa kok." Kiera tersenyum lebar membuat Ani menghela napas lega karena kebaikan sang pemilik rumah yang asli.

"Kie, kamu enggak ganti baju?" tanya Naomi mengalihkan perhatian Kiera.

"Iya, Kiera mau ganti baju. Naomi enggak ganti baju juga?"

"Kamu duluan aja ke atas. Aku mau ambil minum dulu. Haus." Naomi menyentuh tenggorokannya membuat Kiera mengangguk dan bergegas naik ke lantai dua.

Setelah kepergian Kiera, Naomi mengalihkan perhatiannya pada Ani dan menatap wanita paruh baya itu tajam.

"Aku enggak tahu apa yang bibi dan anak bibi rencanakan. Tapi, yang pasti aku tidak ingin sesuatu yang tidak mengenakan terjadi pada Kiera karena anak bibi." Sudut bibir Naomi terangkat naik. "Jika itu terjadi, aku akan membuat bibi dan keluarga bibi hancur. Ingat itu," ancam Naomi kemudian berbalik pergi.

Gadis itu menaiki satu persatu undakan anak tangga menuju kamarnya yang terletak di samping kamar Kiera.

Sementara Ani yang ditinggal hanya bisa menghela napas berat. Andai saja Chika tidak mengancamnya tadi, ia tidak akan melakukan hal memalukan seperti ini.

Sementara Chika yang tidak tahu perasaan gundah ibunya, tetap merasa bahagia terlebih lagi saat ini ia tengah di rangkul Feddel dengan kaki yang menjuntai di dalam kolam.

Hanya ada Faris, Feddel, Emisa, dan Rinka yang ada. Sementara Dika, Dino, dan Kinan tengah ada kesibukan lain hingga tidak bisa bergabung.

Tidak masalah bagi Chika karena yang terpenting masih ada temannya yang lain.

"Chika, cewek bule yang sering sama anak pembantu lo itu siapa 'sih sebenarnya? Kok kayaknya tuh bule tajir juga." Rinka menatap Chika yang tengah duduk berduaan dengan Feddel penasaran..

Sampai saat ini ia tidak terima Veno mengabaikannya hanya demi gadis lain.

"Oh, itu. Dia juga sebenarnya anaknya pembantu oma gue. Orang tuanya asli orang Jerman dan tinggal disana. Yah, lo tahu sendiri lah gaji orangtua dia kerja sama oma gue sebesar apa cuma buat beliin dia mobil dan barang branded lainnya." Chika memaparkan kebohongannya dengan wajah acuh seolah apa yang ia sampaikan adalah kenyataan yang tidak terelakan.

"Iya 'sih gaji pembantu di sana sama di sini beda. Apa lagi oma lo 'kan pasti tajir melintir," ujar Emisa membuat Chika tersenyum lebar.

"Jadi, saingan gue anak pembantu dong, ya? Ya, ampun enggak level banget sama gue gitu," ujar Rinka tersenyum bangga dengan apa yang ia dengar kali ini.

Setidaknya ia tidak takut bersaing dengan gadis bertampang bule dengan status rendah seperti Naomi. Karena dirinya yang anak pengusaha tidak akan bisa kalah melawan anak pembantu.






ALKIE (POSSESSIVE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang