"Jangan terlalu dekat sama dia."
Ucapan Fahriza tadi siang terus terngiang. Khanza melemparkan bolpoinnya asal ke atas buku yang terbuka. Konsentrasinya buyar seketika kala ucapan Fahriza kembali terngiang.
"Apa coba maksudnya?" tanya Khanza dengan nada kesal. Aneh, padahal tadi Khanza hanya berbicara ah, bukan lebih tepatnya Faizal berbicara soal mereka yang ditunjuk sebagai sekretaris. Mereka pun berbincang tak lama.
Lebih aneh lagi, ketika Khanza masuk kelas dan beraktivitas seperti biasa, Fahriza bersikap biasa saja bahkan dia sempat melontarkan candaan untuknya, seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Saat Khanza menanyakan apa maksud dari ucapan Fahriza, laki-laki itu hanya membalas dengan ucapan 'mending deket sama aku aja'. Menyebalkan sekali, bukan? Ah, sudahlah tak perlu dipikirkan lagi. Lebih baik ia segera menyelesaikan tugasnya agar bisa cepat tidur.
"Kak Zara." Suara panggilan serta ketukan di pintu kamar menarik perhatian Khanza.
"Iya? Masuk aja," balasnya. Perempuan itu kembali fokus pada kegiatannya.
Khalid, adiknya duduk di tepi ranjang milik Khanza. Menatap intens kakaknya yang masih fokus menulis. Laki-laki itu nampak berpikir sejenak. Seolah-olah ada hal penting yang ingin disampaikan, tetapi ada gurat keraguan.
"Ada apa?" tanya Khanza tanpa menatap sang adik. Khalid kembali menatap sang kakak yang tak menoleh sedikit pun ke arahnya.
"Besok berangkat bareng," ujar Khalid. Mendengar itu, Khanza menghentikan aktivitas menulisnya, lalu menoleh ke samping kiri di mana Khalid duduk.
"Tumben." Khanza merubah posisi duduknya menjadi menghadap Khalid. Menatap penuh selidik pada sang adik yang kini sedang menatapnya juga. "Ada apa?"
Khalid menggaruk tenguknya yang sudah pasti tidak gatal. "Mau bawa motor ke sekolah," jawabnya sambil memamerkan deretan gigi putihnya.
"Enggak mau, ah. Nanti di marahi Papa," tolak Khanza cepat. Adiknya masih berusia lima belas tahun. Belum memiliki SIM, jangankan Khalud, Khanza sendiri pun belum memilikinya karena selain tak pandai mengendarai sepeda motor, usianya pun belum genap tujuh belas tahun.
"Gak bakal, asal kakak ikut gue besok," balas Khalid. "Lagian, ya, gue udah bisa ngendarain motor dari dulu. Tapi, kok, gak boleh bawa motor ke sekolah," keluhnya.
"Masih bocil."
"Udah lima belas tahun. Udah remaja ini," sangkalnya tak terima jika disebut Bocil. "Nih, ya, Kak. Banyak tau, temen gue yang bawa motor ke sekolah."
"Ya udah, sono minta izin ke Mama sama Papa," tirah Khanza. Perempuan itu kembali fokus pada kegiatan menulisnya yang sempat terhenti.
"Bantuin, dong. Besok gue mau, kok, anterin lo ke sekolah. Kan, kalo sama lo pasti boleh," ujar Khalid.
KAMU SEDANG MEMBACA
KhanFa ✔️
Teen FictionBaca aja dulu :) Fiksi remaja Menyimpan rasa pada lawan jenis memang hal wajar, tetapi cara menyikapi rasa tersebutlah yang harus diperhatikan. Khanza Azzara, perempuan dengan kacamata berbingkai bulat yang selalu membingkai wajahnya itu mulai mer...