***
"Tak pernah terlintas dalam benak, jika kita akan kembali dipertemukan di masa remaja."
—Khanfa—Seperti biasa, pukul enam lebih lima belas menit Khanza sudah berada di kelas. Suasana kelas masih sangat sepi, baru ada tiga orang teman di sana. Khanza membuka tas untuk mengambil buku yang hendak dibaca.
"Hey, ayo, jajan," ajak Nafdhita yang baru saja menaruh tas di kursinya. Baru datang, ia langsung mengajak Khanza untuk pergi ke kantin.
"Masih pagi, Naf," balas Khanza tanpa mengalihkan atensinya dari buku.
Nafdhita mengelus perutnya yang terasa lapar. "Ayolah, aku lapar, gak sempet sarapan," rengeknya.
"Yok, ah, Ay juga mau jajan," sahut Ayu yang entah sejak kapan sudah berada di tempat duduknya.
Nafdhita menggoyang-goyangkan tangan kanan Khanza, berusaha membujuk. Khanza menaikan kacamata bulat yang hampir melorot dari hidung minimalisnya.. Kemudian beranjak dari duduknya. Melihat Khanza berdiri, Ayu dan Nafdhita tersenyum lebar. Mengapit Khanza, lalu berjalan keluar kelas.
"Kalian mau ke mana?"
Pertanyaan itu membuat ketiga perempuan yang berjalan bergandeng tangan itu menghentikan langkah dan memutar kepala ke belakang. Nampak Via yang sedang berdiri memegang sapu."Kemana-mana hatiku senang, lalala lala lala ...," balas Ayu tak serius. Ketiganya sudah betbalik badan menghadap Via.
Via mendengkus, mendelik ke arah Ayu.
"Serius, ih!""Kantin, Vi," sahut Nafdhita.
Mata Via berbinar mendengar kata 'kantin'. "Wah, aku ikut," serunya, berlari menghampiri ketiga temannya."Eits, kita gak mau bareng kamu," sergah Ayu membuat Via mengerucutkan bibir. "Kalo kamu masih bawa sapu," sambungnya.
Via melihat sapu yang masih dalam genggaman. Tersenyum geli menatap ketiga temannya. "Lupa." Lalu perempuan berbulu mata lentik itu mengedarkan pandangan. Seulas senyum terbit saat melihat seorang laki-laki di belakang teman-temannya yang akan melewati mereka.
"Izal," panggil Via. Faizal yang hendak melewati empat perempuan berjilbab itu, menatap Via dengan raut wajah bertanya.
"Apa?"
"Mau ke kelas aku, kan?" Faizal mengangguk.
Via menyodorkan sapu ke hadapan Faizal. "Tolong simpenin ini ke kelas, ya," pintanya."Wani piro?" Faizal menaik turunkan alisnya. Via mendengkus kesal.
"Aku kasih kamu hati, deh," jawab Via dengan wajah serius, tapi tentunya itu hanya candaan.
"Hatinya Khanza maksudnya." Jangan mengira itu Via yang berbicara, karena faktanya, yang berbicara adalah Ayu Rices.
KAMU SEDANG MEMBACA
KhanFa ✔️
Novela JuvenilBaca aja dulu :) Fiksi remaja Menyimpan rasa pada lawan jenis memang hal wajar, tetapi cara menyikapi rasa tersebutlah yang harus diperhatikan. Khanza Azzara, perempuan dengan kacamata berbingkai bulat yang selalu membingkai wajahnya itu mulai mer...