Ini adalah hari ke dua mereka pendidikan kepramukaan di sebuah Bumi perkemahan. Malam sudah larut, semua peserta tertidur berdesak-desakan di atas tembok yang agak kotor. Tas besar berisi pakaian dan alat-alat lainnya dijadikan bantalan agar tidur terasa nyaman.
Khanza masih terjaga, perempuan itu sulit untuk terlelap. Bukan hanya karena udara yang begitu dingin yang menyebabkannya sulit tidur. Tapi, karena memikirkan bagaimana nanti saat penjelajahan malam. Ini memang bukan kali pertama ia mengikuti pendidikan pramuka. Namun, entah mengapa kali ini ia merasa tak enak hati.
Sebuah cahaya disorotkan ke arah tembok. Suara teriakan para panitia menggema di dalam ruangan. Membangunkan para peserta dan mengintruksikan agar segera berkumpul di lapangan utama.
Khanza bangkit dan berlari bersama peserta lainnya menuju lapangan utama. Senter tetap ia genggam sejak ia berbaring beberapa jam lalu. Sebuah trik ketika mengikuti pendidikan, yaitu jangan lepas sepatu saat tidur dan jangan sampai lupa membawa senter dan papan nama.
Panitia mengintuksikan agar mereka berbaris rapi. Salah satu panitia memimpin perenggangan otot agar kantuk bisa hilang. Lantas menyuruh mereka berbaring di atas rumput yang basah akibat embun.
Khanza dan semua mengikuti perintah tersebut. Satu per satu peserta dibagunkan untuk bergabung dengan kelompok jelajah malam. Kini giliran Khanza yang dibangunkan. Badannya bergetar karena kedinginan. Dengan sedikit berlari, ia menghampiri kelompoknya.
Di sana ada Al yang mengatur. Di sebelah kanan Khanza ada Faizal dan sebelah kiri ada Isna, Nindi dan Alif. Mereka menjadi kelompok lima yang akan menjelajah. Setelah semua siap, mereka bergegas menuju pos pertama.
Faizal menoleh pada anggota kelompok. Sebagai ketua kelompok ia harus memastikan bahwa anggotanya aman. "Kalian kuat, kan?" tanyanya.
"Siap, kuat!"
Faizal menatap Khanza yang berjalan di sampingnya. "Kamu kuat, kan, Za?" tanyanya memastikan. Khanza mengangguk pelan.
Di tempatnya, Nindi mengepalkan tangan melihat bentuk perhatian Faizal kepada Khanza. Kesal sekali pada perempuan berkacamata bulat itu. Dasar cupu!
Mereka sampai di pos satu. Faizal memberi hormat dan memberi laporan kepada panitia pos satu. Pos satu adalah pos keagamaan. Di sana akan diberi berbagai pertanyaan seputar keagamaan. Lolos dari pos satu, mereka pun menuju pos dua dan seterusnya.
Di saat perjalanan menuju pos empat yang lokasinya melewati jalan menanjak. Khanza mulai merasa pusing, kakinya terasa lemas, tapi ia mencoba untuk kuat.
Di pos empat ternyata ada Rafa dan Tisa sebagai penguji. Setelah ritual laporan, Rafa menanyakan nama mereka dan memberikan pertanyaan seputar kepramukaan. Laki-laki itu berdiri di depan tepat diantara Faizal dan Khanza.
Rasa pusing semakin dirasakan Khanza, keringat dingin mulai bercucuran, napasnya mulai sesak dan pandangannya pun mulai buram. Sekejap tubuh mungil itu limbung dan bahkan hampir menubruk dada bidang Rafa yang berdiri di depannya. Betapa terkejutnya Rafa dan Faizal saat tubuh Khanza limbung. Dengan sigap kedua laki-lako itu menahan tubuh Khanza.
Refleks Faizal memekik memanggil nama Khanza. Jantungnya berdegup kencang melihat tubuh Khanza hendak jatuh. Sedangkan Rafa langsung memanggil Tisa agar menghubungi seksi kesehatan melalui HT setelah membantu Faizal membaringkan Khanza di tepi jalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
KhanFa ✔️
Подростковая литератураBaca aja dulu :) Fiksi remaja Menyimpan rasa pada lawan jenis memang hal wajar, tetapi cara menyikapi rasa tersebutlah yang harus diperhatikan. Khanza Azzara, perempuan dengan kacamata berbingkai bulat yang selalu membingkai wajahnya itu mulai mer...