Bab 26 | Empat Makmum

55 11 5
                                    


Bel pulang sekolah sudah berbunyi sepuluh menit yang lalu, tetapi semua murid kelas Khanza masih berada di ruang musik. Mereka masih asyik bernyanyi diiringi piano oleh sang Guru.

Cidro janji tegane kowe ngapusi

Nganti sprene suwene aku ngenteni

Nangis batinku nggrantes uripku

Teles kabes netes eluh neng dadaku

Semua kompak bernyanyi diiringi piano. Hampir semua murid menikmati bahkan terhanyut bersama lagu yang dinyanyikan.

Cendol dawet, cendol, dawet seger

"Cendol cendol dawet dawet." Rofa bernyanyi paling keras sambil mengoyangkan kedua ibu jarinya sesuai tempo lagu.

"Cendol, dawet seger, piro." Kini Fahriza pun ikut bernyanyi dengan suara keras menimbulkan efek riuh. Laki-laki itu berdiri dari duduknya.

Lima ngatusan, terus ora pakai ketan

Ji, ro, lu, pat, enam, pitu, wolu

Tak tik tak tik tak tung

Tak tik tak tik tak tung

Tak tik tak tik tak tung

Lolo, lolo, yes!

Fahriza, Fathah dan Rofa berjoget riang di tempatnya. Kebetulan mereka duduk di meja paling belakang. Bahkan Fahriza mengeluarkan beberapa uang lembaran. Mengayunkannya di  seperti hendak nyawer.

"Lagi, Pak. Lagi!" seru para murid.

Sang Guru berkata, "Udah bel tadi."

"Sekali lagi, Pak," pinta mereka. Sang Guru mengangguk.

"Lagu apa?"

"Kisah kita."

"Antara benci dan rindu."

"Aku yang salah."

Para murid menyerukan berbagai judul lagu. Mulai dari dangdut, pop, religi dan rok. Setelah satu lagu selesai, sang Guru menyudahi kegiatan belajar kali ini karena adzan ashar sudah berkumandang dan sudah melebihi jam jadwal belajar mengajar.

Para murid berjalan menuju kelas. Semua langsung pulang terkecuali Khanza dan tiga temannya. Mereka akan ada rapat untuk acara perkemahan. Keempat perempuan itu memilih melaksanakan shalat di dalam kelas karena lantai dasar mushola sekolah tempat khusus para perempuan shalat sedang di rehab.

Keempat perempuan itu menggelar sajadah masing-masing di bagian belakang kelas. Sebelumnya kelas sudah di sapu dan di pel bersih.

"Eh, tungguin! Jangan dulu shalat!" intupsi it membuat keempat perempuan yang sudah memakai mukena itu menoleh.

Fahriza berlari kecil menghampiri. "Gue jadi imam," putusnya. Laki-laki itu celingak-celinguk mencari sesuatu. "Ada lagi sajadahnya?"

"Eh, kita gak bilang mau diimamin kamu, ya!" sangkal Ayu. "Lagian ngapain, sih, shalat di sini?"

Fahriza menyambar sajadah milik Alif yang berada di atas meja. Kemudian menatap Ayu. "Jangam banyak bacot lo!" balas Fahriza galak. "Pahala shalat berjama'ah itu berkali-kali lipat."

Rasulullah SAW bersabda "Sholat berjama'ah lebih baik 27 derajat dari pada sholat sendirian."

"Lha, kamu ngapain malah ke sini? Bukan jama'ah di mushola sama yang lain?" Ayu tetap tak mau kalah.

"Kasian kalian gak ada imam," sahut Fahriza. "Dahlah, buruan benerin shaf kalian! Gue imamin. Naf, istri pertama, iqomah!" Fahriza berbalik, menghadap kiblat dan segera memulai shalat dengan khusyu'.

Tepat saat mereka selesai menunaikan shalat. Alif, Fathah dan Rofa mubcul dari balik pintu. Mereka berjalan menghampiri.

"Oh, rupanya si Anak sultan nyantol di sini. Kita nyari lo kampret!" semprot Rofa yang baru saja duduk sambil melonggarkan dasi.

"Abis jama'ah sama istri-istri gue," balas Fahriza santai.

"Amit-amit jadi istri dia." Ayu berkata sambil mengetuk-ngetuk tangan ke kepala lalu ke meja sambil terus berkomat-kamit.

"Empat makmum. Latihan dulu, kan, entar gini kalo beneran udah nikah." Fahriza menatap ketiga teman laki-lakinya dengan wajah jenaka. Tak memperdulikan ucapan Ayu di belakangnya.

"Percobaan jadi imam buat empat makmum."



***


Yeyyyyy update
Maap yaaaaa baru bisa up hari ini gak jadi sabtu

Pendek, ya?

Ada yang ingin disampaikan pada Fahriza?

Dahlah
Sampai jumpa lagi




KhanFa ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang