Seminggu berlalu, ini adalah hari sabtu. Fahriza mengundang teman dekatnya untuk bermain dan tentunya makan-makan di rumahnya. Kali ini, Khanza menolak dijemput, katanya akan datang bersama yang lain.
Kali ini mereka tak memasak sendiri. Fahriza si pemilik rumah meminta bantuan kepada para asisten rumah untuk membuatkan berbagai macam hidangan.
"Waktu itu kita yang masak, kan?" Ayu membuka suara. Mereka sedang berada di halaman belakang rumah Fahriza yang begitu luas.
"Iya," balas Via.
"Kali ini giliran Anak sultan, dong, yang masak," usul Ayu semangat sambil melirik Fahriza yang duduk santai di pinggir kolam renang.
"Kan, udah ada Bibi yang masak. Masa gue harus masak lagi?" protes Fahriza.
"Gakpapa kali, kan, lo Anak sultan. Jadi isi kulkas lo gak akan habis," sahut Rofa yang tengah duduk di atas batang pohon mangga besar.
"Bilang aja lo kagak bisa masak, lo takut, kan?" Fathah memancing. Fahriza bangkit sambil bersedekap dada.
"Yok, ke dapur, yok! Gini-gini juga murid Chef Arnold," ungkapnya sombong. Laki-laki itu berjalan memasuki area dapur.
Ayu menyuruh Fathah untuk jadi kameramen seperti biasa. Empat perempuan itu mengikuti langkah Fahriza.
"Oke, Guys. Kali ini Fahriza anak sultan mau masak," ucap Ayu membuka vlog-nya. "Eh, lo tau gak letak bahan-bahan, alat-alat, bumbu dimana?" Ayu memandang Fahriza yang berdiri sambil mengusap-usap dagu.
"Kagak."
Ayu tersenyum miring. "Tantangannya lo gak boleh nanya ke siapapun dimana letak bahan-bahan, alat-alat dan bumbu yang lo butuhkan. Jangan nanya ke pegawai lo, siap?" Ayu menantang. Fahriza menoleh, sekian detik terdiam sampai akhirnya menyetujui.
Laki-laki bertubuh tinggi itu memakai aprom berwarna biru, lalu berdiri di depan kompor sambil menggaruk kepalanya, binggung.
"Mau masak apa ini?" tanya Nafdhita yang mampu menarik perhatian Fahriza.
"Gak tau, gue binggung," adunya diakhiri embusan napas berat.
"Ayam goreng atau tempe goreng aja biar gampang." Via memberi usul yang dibalas anggukan oleh Fahriza.
Laki-laki itu bergerak menuju lemari pendingin. Menelusuri seisi kulkas mencari bahan-bahan.
Setelah mendapatkan apa yang dicari. Ia pun kembali ke tempat semula. Mengambil wadah besar untuk menaruh beberapa potong ayam.
"Cuci dulu?" tanyanya tanpa menoleh.
"Ya, dicuci dululah." Ayu mendekati Fahriza yang sedang mencuci beberapa potong ayam di wastafel. "Jangan banyak-banyak nanti gak dimakan, sayang nantinya."
Fahriza mematikan air keran, lalu menoleh. "Apa? Sayang nantinya?" ulangnya. "Mon maap, ya, Ay. Sayangnya, sayang gue cuma untuk Zara seorang." Fahriza membalas dengan maksud lain.
Ayu berdecak. "Dih, dasar buaya! Lo demem banget bikin anak orang baper," protesnya. "Dahlah, masak aja lo."
"Oke, Guys. Ini udah gue cuci, ya, ayamnya sama tempe juga udah gue potong." Laki-laki berkaus hitam itu memperlihatkan ayam yang ditaruh dalam piring dan tempe yang baru saja dipotong dengan ukuran besar-besar.
KAMU SEDANG MEMBACA
KhanFa ✔️
Novela JuvenilBaca aja dulu :) Fiksi remaja Menyimpan rasa pada lawan jenis memang hal wajar, tetapi cara menyikapi rasa tersebutlah yang harus diperhatikan. Khanza Azzara, perempuan dengan kacamata berbingkai bulat yang selalu membingkai wajahnya itu mulai mer...