Bab 20 || Dia, Orang Istimewa

73 11 11
                                    

Alif memasuki kelas sambil memegangi selembar kertas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alif memasuki kelas sambil memegangi selembar kertas. Langkahnya terhenti di depan papan tulis. Bersiap menyampaikan informasi hasil rapat dari Wakasek kesiswaan dan OSIS.

"Minta perhatiannya sebentar, Teman-teman," ujarnya menarik atenssi para teman. Jeda sekian detik, laki-laki itu kembaali berbicara. "Saya akan membacakan hasil rapat OSIS bersama Wakasek kesiswaan yang dilaksanakan hari ini dan hari sebelumnya.  Sehubungan dengan hari jadi sekolah kita, kami para anggota OSIS akan mengadakan pagelaran seni seperti tahun-tahun sebelumnya. Setiap kelas harus menampilkan satu penampilan kreasi, ada lomba menulis artikel juga puisi, dan mendirikan stand wirausaha selama acara berlangsung.

"Untuk itu, kita dipersilahkan untuk berdiskusi mengenai tema yang akan dibawa saat pagelaran. Tiga hari ke depan, kita diminta untuk mempersiapkan segala kebutuhan. Untuk itu, dimohon kerja samanya, ya, Kawan-kawan," tuturnya. "Apa ada yang ingin ditanyakan?" Manik mata milik Alif mengedar menatap satu per satu teman sekelasnya.

Kegiatan diskusi berlangsung. Semua nampak antusias dengan adanya acara ini. Acara tahunan yang sering diselenggarakan oleh pihak sekolah selama satu Minggu. biasanya acara di hari pertama adalah tabligh Akbar, di hari kemudian ada acara pagelaran seni yang diisi oleh kreasi dari para murid dan para murid SMP yang berpartisipasi, dan acara puncaknya di malam Minggu, yaitu from night sekaligus acara penutupan.

"Untuk dekorasi stand, kita kerjakan bersama-sama besok. Yang belanja kebutuhan nanti bendahara 1 dan 2." Alif menghela napas sebelum melanjutkan kalimatnya. "Kemungkinan besok dan lusa kita baru bisa dekor. Mungkin lusa kita akan akan kerja lembur, mohon kerja samanya, ya."

"Hari ini boleh langsung pulang, kan?" tanya Isna, Alif mengangguk dan mengakhiri pengumuman.

Fahriza menghampiri meja Khanza dengan satu tangan masuk ke saku celana abu. Di pundak kanan terdampar ransel hitam mahalnya.

"Zara, jadi, ya?" katanya tanpa basa-basi. Khanza sedikit menyerongkan tubuh agar bisa melihat laki-laki yang baru saja berbicara.

"Iya, tapi Zara pulang dulu." Kalimat itu ditanggapi dengan anggukan oleh Fahriza yang duduk di meja sambil memainkan ponsel.

"Mau ke mana dan mau ngapain?" Si kepo Ayu membalikan tubuh, menatap Khanza penuh rasa penasaran.

"Kepo, ah, kakaknya Dora," cibir Fahriza.

Ayu tak terima pun melayangkan buku ke arah belakang kepala Fahriza. "Dasar anak sultan!" rutuknya sembari terus memukul tubuh laki-laki bertubuh tegap itu gemas.

"Apa, sih? Gue mau main sama Zara," katanya mencoba menjawab pertanyaan yang malas diberikan. "Apa mau ikut lo?"

"Ke mana?"

Senyum miring tercetak di wajah oriental Fahriza. "Ke tempat terindah yang hanya akan ada Fahriza dan Zara." Jawaban itu sontak mengundang pukulan keras di punggungnya.

KhanFa ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang