"Pertama kalinya kulihat dirinya tak sepediam biasanya. Senang melihat tingkahnya meski tak lama."
***
Jarum jam sudah menunjukkan pukul 14.25 WIB. Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak lima menit yang lalu. Namun, Khanza masih betah duduk di kursinya, menanti kedatangan Faizal. Ya, sesuai apa yang laki-laki itu katakan tadi, bahwa mereka akan mengerjakan proposal selepas pulang sekolah.
Di dalam kelas hanya ada Khanza, Nafdhita dan dua teman lainnya yang sedang piket kelas. Kedua tangan bertumpu di atas meja, Khanza meletakkan dagu di atas telapak tangan, menatap lurus pada papan tulis yang sudah bersih tanpa coretan spidol.
"Za? Itu Izal udah di depan," ujar Nafdhita. Khanza refleks menoleh. Lantas bangkit dan berjalan keluar kelas. Paerempuan itu mendapati Faizal sedang bersandar pada tiang penyangga. Tatapan laki-laki itu tertuju pada lapangan.
"Faiz?" panggilnya.
"Eh?" Faizal segera menegakkan tubuhnya, lalu menghadap Khanza. "Ayo," ajaknya.
Kerutan di dahi Khanza nampak walau samar. Perempuan itu menatap Faizal dengan raut wajah bingung. "Lho, ke mana?"
"KUA."
Khanza melongo mendrngar jawaban Faizal. Apa katanya? kUA? Gak lucu banget bercandannya.
Faizal tertawa pelan melihat respon Khanza, lalu kembali berkata, "bercanda, kita ke rumah kamu."
Hah? Apa rumahmu? Ah, apa ia tak salah dengar? Mau apa Faizal ke rumahnya? Khanza menggelengkan kepala, mengusir pikiran anehnya.
Kedua sudut bibir Faizal terangkat membentuk lengkung aimpul. Raut wajah Khanza sangat kentera kalau perempuan itu semakin bingung.
"Kita ngerjainnya di rumahmu aja, boleh, kan? Aku takut orang tuamu akan khawatir jika kamu tak memberitahu mereka kamu akan pulang lambat," jelas Faizal. Khanza mengangguk menyetujui. Ah, benar juga apa kata Faizal. Ia belum memberitahu sang mama jika akan pulang lambat karena kemarin Faizal mengajaknya mengerjakan di waktu istirahat tiba.
"Ya udah, ayo. Ambil tasmu sana."
Khanza berbalik memasuki kelas. Tasnya masih tersimpan di atas kursi. Perempuan itu meraih tas, lalu menatap Nafdhita yang sedang menyapu.
"Naf, Khanza duluan, ya," pamitnya. Nafdhita mendongak menatap Khanza dengan sebelah alis terangkat.
"Lho, gak jadi?"
"Jadi, kok. Tapi di rumah." Nafdhita hanya mengangguk sebagai tanggapan. Keduanya bersalaman. Tak lupa, Khanza pun bersalaman kepada dua teman lainnya, lalu berjalan meninggalkan kelas.
Khanza berjalan mengikuti Faizal ke parkiran. Seakan baru tersadar, Khanza pun menghentikan langkah tepat setelah berada di parkiran. Faizal menaiki motor maticnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KhanFa ✔️
Novela JuvenilBaca aja dulu :) Fiksi remaja Menyimpan rasa pada lawan jenis memang hal wajar, tetapi cara menyikapi rasa tersebutlah yang harus diperhatikan. Khanza Azzara, perempuan dengan kacamata berbingkai bulat yang selalu membingkai wajahnya itu mulai mer...