***
"Khanza!"
Merasa dipanggil, perempuan bermacamata bulat itu menghentikan ko langkah dan menoleh ke sumber suara. Khanza diam di tempatnya, menunggu si pemanggil yang kini berlari kecil menghampirinya.
"Jangan lupa nanti kumpulan pramuka," ujar Faizal to the point ketika berdiri tak jauh dari posisi Khanza. Khanza hanya mengangguk.
"Kita satu sekbid lagi." Khanza memandang laki-laki di depannya saat mendengar ucapannya. Apa katanya? Satu bidang lagi? Oow! Mengapa harus satu bidang lagi? Baru saja ia bernapas lega. Tiga minggu lebih berinteraksi intens dengan Faizal untuk mempersiapkan acara Maulid Nabi kemarin bukanlah hal biasa. Jantungnya selalu berdisko kala dekat dengan Faizal.
Bagaimana ini? Acara perkemahan akan diselenggarakan kurang lebih satu bulan lagi. Akankah jantungnya kuat selalu berdisko selama berdekatan dengan laki-laki itu?
"Kanza." Faizal menggerakkan tangan di depan wajah Khanza membuat perempuan itu gelagapan. "Kok, bengong?"
Khanza menggarluk pipi yang tak gatal sama sekali. "Ah, mm ... eng‐ enggak, kok," jawabnya gagap.
Faizal menahan senyum melihat tingkah Khanza. "Jangan lupa nanti kumpulan," ujarnya mengingatkan kembali. "Ya udah, aku duluan, ya."
Faizal berjalan meninggalkan Khanza yang masih diam di tempatnya. Setelah Faizal berjalan agak jauh, barulah Khanza melanjutkan langkah menuju kelas.
Suasana koridor sangat sepi karena ini masih jam KBM. Khanza baru saja mengantar buku paket ke perpustakaan bersama Fathah. Tetapi, setelahnya Fathah malah menyuruhnya duluan ke kelas. Laki-laki itu bilang, ia akan ke toilet terlebih dahulu. Alhasil, Khanza kembali ke kelas seorang diri.
Ketika akan masuk kelas, sebuah suara memanggil nama Khanza. Refleks Khanza membalikkan badan menghadap si pemanggil. Keningnya berkerut melihat siapa yang ada di depan sana.
Rafa berjalan menghampirinya. "Nanti kumpulan di ruang pramuka," ujar Rafa.
Khanza terdiam. Mengapa Rafa mau repot-repot memberitahunya? Padahal banyak anggota pramuka lain. Khanza tetap mengangguk menanggapi ucapan Rafa, meski ia sudah tahu dari Faizal.
"Kasih tau teman kamu yang lain," ujar Rafa lagi.
"Baik, Bang."
***
"Sekbid apa?" tanya Via.
"Katanya logistik," balas Khanza. Via mengangguk.
Kini mereka berjalan berdampingan menuju ruang Pramuka yang sudah dipenuhi!Para anggota. Kali ini mereka akan mempersiapkan acara peralihan ke penegak yang akan dilaksanakan satu bulan lagi.
"Berarti sama Izal?" Khanza menghela napas pelan, lalu mengangguk membenarkan.
Via tersenyum simpul. "Dari acara Maulid, kalian satu sekbid terus. Ada apa dengan kalian?" celetuk Via yang tentu merujuk pada godaan. Perempuan cantik itu menaik turunkan alis.
Khanza mengedikan bahu tak peduli. "Tak tau, bosen tau."
"Bosen apa bosen?" Sekali lagi Via menggoda.
Khanza mencabik. "Ih, Via!" rajuknya. Via tertawa.
"Dah, sana! Cari teman sekbid kamu," usir Via.
Khanza bangkit dari duduknya dengan rasa kesal. Baru akan melangkah, Fuji melambaikan tangan sambil memanggilnya.
Di tempat Fuji duduk, sudah ada Faizal dan Alif. Khanza duduk di samping Fuji.
"Sudah duduk dengan anggota sekbidnya?" tanya Rafa yang berdiri di depan sana.
"Sudah."
"Coba diskusikan apa saja yang sekbid kalian butuhkan. Misal, sekbid komsumsi pasti butuh alat masak. Nah, kalian catat lalu beri pada sekbid logistik," jelas Rafa. Semua srkbid berdiskusi.
Sekbid logistik yang terdiri dan Faizal, Alif, Fuji, Khanza dan tiga lainnya berbagi tugas. Alif dan Fuji mencatat alat yang dibutuhkan sekbid keamanan, acara dan lapangn. Faizal mengajak Khanza untuk mencatat alat yang dibutuhkan sekbid komsumsi dan peribadatan. Tiga orang lainnya mencatat sisanya.
Faizal lebih banyak bertanya kepada anggota sekbid lain. Sedangkan Khanza hanya disuruh untuk memcatat apa yang dibutuhkan.
"Udah?" tanya Faizal yang dibalas anggukan oleh Khanza.
"Gimana rasanya?" Faizal memandang wajah Khanza.
Kini mereka duduk di tempat tadi berkumpul, menunggu yang lain selesai mencatat. Khanza balas menatap Faizal dengan raut wajah binggung. Pertanyaan ambigu yang laki-laki itu lontarkan membuat otak Khanza loading.
"Gimana apanya?"
"Gimana rasanya selalu satu sekbid sama aku?" Kali ini Faizal memperjelas pertanyaannya.
Khanza diam mendengar pertanyaan itu. "Rasanya jantung Zara mau lompat tuker tempat sama ginjal. Gak enak pokoknya kalo deket-deket kamu, Faiz." Khanza hanya mampu menjawab dalam hati.
Di tempat yang tak jauh dari mereka, Nindi menatap tak suka ke arah Khanza. Entah sejak kapan rasa tak suka mulai menyapa hati perempuan itu, yang jelas sejak melihat Faizal dekat dengan perempuan cupu berkacamata bulat itu.
Sejak saat itulah, Nindi jarang bersama dengan Faizal, laki-laki yang disukainya sejak SMP. Padahal ia sudah sering mencui kesempatan agar bisa berdekatan bahkan berdua bersama Faizal. Baginya, Faizal laki-laki yang baik, perhatian, meski kadang sikap cuek dan, ya ... itulah yang membuat Nindi kian tertarik.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
KhanFa ✔️
JugendliteraturBaca aja dulu :) Fiksi remaja Menyimpan rasa pada lawan jenis memang hal wajar, tetapi cara menyikapi rasa tersebutlah yang harus diperhatikan. Khanza Azzara, perempuan dengan kacamata berbingkai bulat yang selalu membingkai wajahnya itu mulai mer...