Pukul tiga dini hari Via terbangun dari tidurnya. Perempuan itu menoleh ke kanan dimana Khanza tidur. Ia melihat pergelangan tangan yang terlingkari jam tangan.
"Khanza," panggilnya pelan, takut membangunkan yang lain.
"Ya?" jawab Khanza dengan suara serak.
Via mengangkat kepala dan mentap Khanza yang masih dengan posisi tidur terlentang dengan mata terbuka. "Udah bangun?"
"Khanza gak bisa tidur kayak kemarin malam," adunya. Kebiasaannya jika berkemah akan sulit tidur meski tubuhnya terasa lelah. "Kamu mau apa, Vi?"
"Ke mushola bawah, yuk," ajaknya. Khanza bangun dari posisi berbaringnya. Membenarkan jilbabnya yang sudah tak karuan, meraih senternya kembali lalu beranjak.
Keduanya keluar dari tenda dengan pelan dan hati-hati agar tak menimbulkan suara yang mengakibatkan menganggu rekan lainnya. Keluar dari tenda, kedua perempuan itu merapatkan jaket dan memasukan sebelah tangan ke dalam saku jaket karena udara sangat dingin. Keduanya berjalan berpegangan tangan. Ada beberapa senior yang menyapa dan bertanya pada mereka.
Sesampainya di mushola, mereka berwudhu dan langsung memakai mukena masing-masing. Lantunan surat Al-Mulk menyambut kedatangan mereka. Suara merdu itu berasal dari balik tirai pembatas antara jama'ah ikhwan dan akhwat. Khanza sempat terpaku mendrngar suara itu. Iya, itu suara Faizal. Benarkah laki-laki itu berada di sini?
Keduanya menunaikan sholat malam dan dilanjutkan bertadarus bersama. Via merebahkan kepala di atas sajadah.
"Za, kamu gak ngantuk?"
"Ngantuk, sih." Jujur, rasa kantuk mulai melandanya sejak tadi.
Via menepuk sajadah di sampingnya. "Bobo sini. Adzan subuh masih lama," kata Via setelah melihat jam. Khanza menurut, ia mencoba untuk tidur.
"Nanti bangunkan, ya," pesannya yang diangguki Via.
***
Pagi ini, semua berada di lapangan utama. Semua berbaris untuk melakukan senam pagi yang akan dipimpin Nindi dan satu lainnya.
Setelah usai, para peserta diperintahkan untuk mengambil gelas masing-masing dengan waktu sepuluh detik. Semua berlari menuju tenda masing-masing dan kembali ke lapangan dengan tergesa.
Semua kembali berbaris dan perbanjar berjalan jongkok untuk menerima sarapan. Khanza melihat mereka dari jauh. Sudut bibirnya terangkat, ia juga pernah merasakan hal itu saat pendidikan awal.
"Udah sarapam?" Pertanyaan itu membuat Khanza menoleh. Perempuan itu memandang sekilas laki-laki yang berdiri di sampingnya dengan mata lurus menatap para peserta.
"Belum."
"Sama sekali belum makan apa-apa?"
"Iya, cuma minum doang." Khanza bukan tipekal orang yang mudah makan makanan luar alias masakan orang lain. Entah apa alasannya. Sejak dulu ia memang jarang membeli masakan di luar.
"Makan dulu," titah Faizal dengan tatapan yang masih lurus ke depan sana. "Perasaan dari kemarin sore kamu belum makan. Apa gak laper?"
KAMU SEDANG MEMBACA
KhanFa ✔️
Teen FictionBaca aja dulu :) Fiksi remaja Menyimpan rasa pada lawan jenis memang hal wajar, tetapi cara menyikapi rasa tersebutlah yang harus diperhatikan. Khanza Azzara, perempuan dengan kacamata berbingkai bulat yang selalu membingkai wajahnya itu mulai mer...