Sudah dua hari Khanza tidak masuk sekolah. Kini perempuan itu tengah terbaring di atas brankar Rumah Sakit. Sejak hari Senin, tubuhnya demam tinggi dan lantas dilarikan ke Rumah Sakit guna mendapatkan penanganan lebih baik.
Rupanya sejak minggu malam, Khanza sudah dilanda pusing dan suhu tubuh naik sebab terlalu lelah dan terkena air hujan.
Khalid duduk di kursi samping brankar kakaknya. Laki-laki itu masih memakai seragam sekolah. Ada rasa bersalah karena tempo hari ia tak menjemput sang kakak hingga perempuan yang masih terpejaam itu jatuh sakit akibat hujan-hujanan.
"Maafin gue, Kak," gumannya.
"Gak apa-apa." Suara parau itu terdengar, membuat Khalid mengangkat kepala yang sedari tadi tertunduk.
"Kak ... maafin gue, ya?" Laki-laki itu menggenggam jemari Khanza yang bebas dari infus. "Kalo aja gue jemput, lo gak ba—"
Khanza melepaskan genggaman Khalid, telunjuknya terangkat dan menempel di bibir adiknya. "Ssttt ... gak apa-apa."
"Gue dimaafin?" Khanza mengangguk pelan.
"Ambilin air, dong," pinta perempuan itu. Khalid beranjak mengambil air dalam gelas dan menyerahkan pada kakaknya sesaat setelah ia membantu Khanza duduk bersandar.
Khanza mengedarkan pandang mencari ibunya. Khalid yang paham pun memberi tahu bahwa sang ibu sedang ke luar mencari makan untuknya.
Laki-laki bermanik mata hitam legam itu meraih mangkuk berisi bubur. Menyuapi kakaknya dengan senang hati, setidaknya ia menunjukkan kasih sayangnya saat ini.
Di lain tempat, tujuh orang remaja sedang berdiskusi untuk menjenguk teman mereka. Hari ini, rencananya sepulang sekolah, teman-teman Khanza akan menjenguk ke Rumah Sakit tempat perempuan itu dirawat inap.
"Lo pada bawa motor, kan?" Fahriza melempar pandang pada ketiga temannya secara bergantian.
"Gue kagak bawa," sahut Rofa dan Fathah nyaris bersamaan.
"Lha, terus gimana? Kita juga gak ada yang bawa kendaraan." Ayu menyahut.
Fahriza mengambil ranselnya. "Ya udah, gini aja, deh. Fa, lo ngikut gue dulu balik, nah, lo pada tunggu di halte depan," usulnya tanpa memberi penjelasan lebih, laki-laki itu berlalu meninggalkan teman-temannya.
Ayu, Nafdhita, dan Via saling tatap.
"Ini gimana, sih?" tanya Ayu pada Alif.
Alif yang tidak tahu ide Fahriza hanya mampu mengedikkan bahu dan menyuruh tiga perempuan itu segera menuju tempat yang Fahriza maksud.
Lima menit mereka menunggu di halte yang lumayan ramai, sebuah mobil Avanza putih berhenti di depan halte disusul sebuah motor sport yang dikendarai oleh Rofa.
Fahriza keluar dari mobil tersebut, mengitarinya untuk menghampiri temannya.
"Ciwi pada naik mobil,"perintahnya yang langsung diikuti oleh ketiga perempuan yang sedari tadi duduk di halte. "Lo mau ngikut sape?" Atensi Fahriza beralih pada Fathah.
KAMU SEDANG MEMBACA
KhanFa ✔️
Novela JuvenilBaca aja dulu :) Fiksi remaja Menyimpan rasa pada lawan jenis memang hal wajar, tetapi cara menyikapi rasa tersebutlah yang harus diperhatikan. Khanza Azzara, perempuan dengan kacamata berbingkai bulat yang selalu membingkai wajahnya itu mulai mer...