Hari terakhir study tour di Yogyakarta. Sore ini adalah jadwal pergi ke pantai yang terkenal, yaitu Pantai Parangtritus. Salah satu pantai yang sering dikunjungi oleh wisatawan lokal maupun asing.
Khanza berdiri menatap hamparan pantai yang membentang luas. Embusan angin sore menerpa wajah. Jilbab abu bergoyang ke sana kemari mengikuti arah angin berhembus.
Ayu menarik Khanza untuk mendekat. Mereka mengambil poto bersama. Berbagai pose terus dilakukan, terakhir mereka membuat sebuah video. Khanza memilih memisahkan diri dari teman-teman yang lain karena mereka masih sibuk dengan berbagai macam pose di depan kamera.
Saat akan menoleh ke kanan, suara Nafdhita yang mengintrupsi membuatnya malah memutar kepala ke arah Nafdhita. Perempuan berkacamata hitam itu menghampiri Khanza.
"Plis, jangan nengok kanan, oke?" pinta Nafdhuta.
Kening Khanza berkerut. "Kenapa?"
"Pokoknya jangan!" Gelagat aneh Nafdhita membuat Khanza curiga. Namun, Khanza tetap menurut.
Bukan tanpa alasan Nafdhita melarang Khanza untuk menoleh ke kanan. Di sana ada pemandangan yang pasti akan membuat luka di hati temannya. Faizal sedang membuat moment bersama dengan Nindi.
Saat Nafdhita lengah, barulah ia memberanikan diri untuk menoleh ke kanan. Penasaran mengapa Nafdhita melarangnya melihat ke sebelah kanan. Matanya menangkap dua insan sedang berpose ria di depan kamera. Si perempuan bergaya centil sambil merapatkan tubuh pada laki-laki di sampingnya.
Merasa tak ada sahutan dari Khanza, Nafdhita pun menoleh. Alangkah terkejutnya ia mendapati Khanza sedang menatap lurus pada arah yang ia larang. Mata Khanza sedikit berkaca-kata. Nafdhita bisa melihat itu dengan jelas, ada kilat kecewa dan sedih di mata temannya.
"Sudah kubilang, gak usah noleh, Khanza," ucap Nafdhita. Khanza kembali menatap Nafdhita di sampingnya dengan senyum. Senyum yang dipaksakan terbit sebaik mungkin.
"Emang kenapa?" Oke, Khanza berlagak bodoh saat ini.
Nafdhita menghembuskan napas kasar melihat tingkah Khanza yang seolah-olah baik-baik saja dengan bertingkah bodoh. "Berlagak baik-baik saja saat sudut hati terasa sakit itu kayak orang bodoh. Khanza, aku tau kamu kecewa liat dia makin hari makin nempel sama Nini lampir. Padahal aku tau, sebelum mereka nempel kayak perangko gitu, dia diam-diam pernah ngasih surat pakai sandi pramuka. Bukan cuma sekali, kan?" Ada jeda sesaat. "Sebaiknya kamu perlahan menepi dari pada harus menelan rasa kecewa juga luka dari harapan semu kamu."
"Rasa suka itu emang fitrohnya manusia, pun dengan rasa kagum. Kita juga gak bisa maksa mau suka, kagum bahkan cinta sama siapa. Kamu kagum sama dia itu wajar, tapi kalau gini jadinya, aku saranin agar kamu menepi," ujar Nafdhita. "Ada seseorang yang selalu ada buat kamu bahkan orang yang suka bikin kamu bahagia tanpa diminta."
Khanza tertegun. Ucapan Nafdhita memang benar. Menghela napas pelan, lalu menatap lurus ke arah matahari yang mulai tenggelam.
"Haruskah menepi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
KhanFa ✔️
Genç KurguBaca aja dulu :) Fiksi remaja Menyimpan rasa pada lawan jenis memang hal wajar, tetapi cara menyikapi rasa tersebutlah yang harus diperhatikan. Khanza Azzara, perempuan dengan kacamata berbingkai bulat yang selalu membingkai wajahnya itu mulai mer...