Inara menjatuhkan dirinya di atas sofa ruang tamu, bandannya sangat pegal setelah acara Mopdik seharian barusan. Ditambah rapat evaluasi dan breafing untuk kegiatan Mopdik hari ke dua.
Inara menengok jam tangan di pergelangannya, pukul lima sore. Sepertinya masih bisa untuk membuat kue pesanan tetangga. Inara selain bersekolah, dia juga berbinis kue buatan rumah sendiri, walaupun kecil kecilan tapi semua itu cukup membantu biaya sekolah Inara. Inara tidak bisa mengandalkan pekerjaan Mamanya untuk menghidupi Inara.
"Sayang, pulangnya nanti saja, aku masih mau sama kamu..." Suara seorang wanita dari dalam kamar yang menurut Inara menjijikan itu terdengar lumayan keras, dan itu sangat mengganggu pendengaran Inara.
Dengan langkah cepat Inara menuju ke kamar Dewi, Mamanya. Terlihat jelas disana, Dewi sedang bergelayutan manja di pundak seorang lelaki yang Inara sendiri tak tahu siapa dia.
"Ganti pria lagi Ma? nggak ada tobatnya ya Mama, kalo kayak gini terus, Inara seperti berkali lipat jahatnya sama Ayah," ucap Inara menohok, dengan suara bergetar Inara memberanikan diri untuk mengatakan semuanya. Mengingat Ayahnya, membuat Inara tertohok. Pilu.
"Eeeh, Inara anak Mama, udah pulang sayang?" balas Dewi seraya bangkit dari duduknya, cara berjalan Dewi sempoyongan dan pandangannya tidak fokus.
Inara yang mendengar kata sayang, terucap dari mulut Dewi membuat air mata Inara merembas keluar.
"Mama mabuk, Inara tahu. Kalo Mama sadar, Mama nggak akan bilang sayang ke Inara," ucap Inara seraya berbalik hendak meninggalkan kamar Dewi, namun tertahan akan satu hal.
"Oiya, Om mending pulang aja, kalo Om nggak pulang sekarang, gue nggak segan segan panggil warga buat ngusir Om," ujar Inara yang ditujukan kepada Pria yang sekarang bersama Dewi. Setelah mengatakan itu Inara pergi ke kamarnya, tidak ada niatan untuk melihat kemesraan Dewi dengan Pria yang setiap harinya berbeda beda.
***
Inara memeriksa sekali lagi beberapa kardus kue yang sebentar lagi akan dia antar ke beberapa tetangga yang sudah memesan. Ada juga yang rumah pelanggan lumayan jauh sampai harus melewati jalan raya, itu semua tetap Inara jabanin karena kebutuhan ekonomi Inara. Inara juga berusaha keras untuk memenuhi keinginan Almarhum Ayahnya, yang menginginkan Inara hidup Mandiri jika Ayah sudah tidak di samping Inara lagi. Walaupun Inara, tetap merasa berdosa dan menyalahkan dirinya atas kematian Ayahnya."Oke, sudah kebawa semua, waktunya berangkat," ucap Inara seraya menenteng beberapa kardus kue buatannya.
"Ma, Inara mau ngantar kue," pamit Inara tanpa balasan apapun dari Dewi.
Seperti biasa...
Inara mengendarai motor matic kesayangannya untuk mengantar pesanan. Jalanan masih lumayan ramai karena jam masih menunjukkan pukul sembilan malam. Padahal Inara membuat kue sudah secepat mungkin, namun karena banyaknya pesanan, waktu yang dia gunakan juga semakin panjang.
Untuk tetangga tetangga yang dekat rumah sudah Inara antarkan, sekarang giliran tetangga jauh yang harus keluar komplek dan melewati jalan raya, ada sekitar dua kardus sisa kue yang Inara bawa.
setelah melewati jalan raya, Inara harus masuk ke dalam gang yang lumayan sempit dulu untuk menjangkau komplek perumahan pelanggan yang Inara maksud, walaupun gang sempit itu lumayan gelap dan sepi, Inara tetap memberanikan diri. Terpaksa.
"Stop, stop, Eiiit. Mau kemana Neng malem malem?"
" Sial, gue dihadang," batin Inara ketakutan.
"Loh, anaknya si Dewi loh Bro, ini," ucap salah satu dari ketiga preman yang menghadang Inara.
"Nggak usah jual mahal lah Neng, kita kenal sama Ibu lo, pasti lo nggak jauh beda sama dia, jadi ayolah ikut kita saja," ujar salah satu dari mereka yang berambut gondrong, tangannya juga tidak segan mencolek dagu Inara.
KAMU SEDANG MEMBACA
ABINARA [SUDAH TERBIT]
Teen Fiction[CERITA SUDAH TERBIT, DAN NOVEL BISA DI PESAN DI SHOPEE, BUKA LAPAK, LAZADA, DAN AKUN RESMI GUEPEDIA YAAA :)] [Cerita ini BELUM DIREVISI, silahkan yang mau cerita lengkap dengan ekstra part bisa langsung beli versi cetaknya yaaa] ⚠️Jika kalian mengi...