[ABINARA 8]

245 29 0
                                    

BRAK!

"Buset Na! lo nggak bohong kan?" Gina menggebrak meja dengan keras seraya beranjak dari duduknya, Faira dan Violapun sama terkejutnya dengan cerita Inara yang sungguh diluar nalar teman temannya.

"Ssttt, ngga usah kenceng kenceng bisa nggak sih! malu nih di liatin banyak orang," ucap Inara seraya memerhatikan sekitar. Yang benar saja, seisi kantin tengah menengok ke arah meja gerombolan Inara ulah gebrakan meja Gina yang mengejutkan.

"Ya lo nggak ngotak banget sumpah, Abi Na? Abi jadi pacar pura pura lo?" heboh Gina sekali lagi, yang kini posisinya sudah kembali seperti semula yaitu duduk.

Inara menghela nafas panjang, sudah dia duga akan seperti ini jadinya jika Inara ngasih tahu tentang Abi yang sekarang jadi pacar pura puranya. Inarapun mulai bercerita bagaimana awal dari semua ini. Berbagai ekspresi dan tanggapanpun beraneka ragam dari Gina, Viola dan Faira.

"Wah, kenapa gue sekarang jadi pengen ngeship lo sama Abi ya Na," ucap Gina girang dan disusul dengan anggukan keras Faira.

"Gue juga," sambung Faira.
Inara memutar bola matanya jengah, apa apaan teman temannya ini.

"Gina, bukannya lo suka ya sama Abi?" tanya Inara selidik.

"Ya ampun, enggak Na. Gue cuma mengagumi ketampanannya doang, elah," jawab Gina terkikik seraya menggeplak lengan Inara keras, membuat siempunya mengaduh kesakitan.

"Pokoknya gue dukung lo sama Abi, buat jadi pacar beneran." Faira berujar antusias sampai tangannya reflek bertepuk tangan.

"Serah kalian deh, gue bodo amat. Lagian hal ini juga ga akan bertahan lama, sandiwara gue dan Abi bakal berakhir." Inara beranjak dari duduknya setelah menandaskan es jeruk miliknya. Inara berniat masuk ke kelas untuk main game piano Tiles, karena obrolan kali ini sudah melantur.

"mau kemana Woi?!" tanya Gina sedikit berteriak.

"Ke kelas," jawab Inara singkat.

"Kebiasaan deh, pada ke kelas dulu." Faira uring uringan sendiri ulah temannya.

***
Inara menatap Sean lekat, masih tidak percaya bahwa dia bisa dipertemukan dengan orang sebaik Sean, se dewasa Sean, dan sepengertian Sean.

Inara mengetuk kepalanya sendiri menggunakan pensil faber castel yang dia pegang sejak tadi.

Sean yang menyadari perbuatan Inara, beralih pandang, yang semula fokus dengan bukunya, kini beralih ke arah gadisnya yang tengah manyun itu.

"Kenapa?" tanya Sean lembut, seraya mengusap pipi Inara.

"Gabisa ngerjain yang ini," jawab Inara seraya menunjukan soal matematika SMP yang membuatnya pusing tujuh keliling.

"Mana coba, aku bantuin."

"Beneran?"

"Beneran, Nana..."

Inara tersenyum girang, " I Love you Sean."
Sean yang mendengar itu terkekeh kecil.

***
Inara dengan langkah ringan menuju parkiran motor setelah mengikuti rapat singkat Dewan Ambalan barusan. Suasana sekolah sudah lumayan sepi karena jam pulang sudah berbunyi dua jam yang lalu, hanya tersisa anak anak Osis, Dewan ambalan, dan anak anak ekskul yang sedang beroprasi.

Inara menyipitkan matanya saat mendapati seorang cowok yang berdiri tidak jauh dari sepeda motornya. Inara sudah was was, siapa tahu itu Vito.

Tunggu, sepertinya bukan Vito.

"Abi," panggil Inara. Ternyata cowok yang berdiri di dekat sepeda motor Inara adalah Abi.

"Nggak ada ujan, nggak ada angin. Ngapain lo disini? kita pacaran kalo ada Vito doang loh. Ngapain disini woi?" tanya Inara diiringi kekehan renyahnya. Entah mengapa jika berhadapan dengan Abi, Inara hawanya pengen ketawa, Inara suka melihat wajah jutek tapi ganteng milik Abi.

"Thanks." Abi menyodorkan kotak makanan kosong kepada Inara. Inara memandang kotak tersebut.

"Ya ampun, jadi lo nungguin gue dua jam, cuma mau ngembaliin kotak makanan?" tanya Inara seraya menerima kotak makanan kosong dari Abi. Abi mengangguk.

"Ya ampun Abi, lo kan bisa nyamperin gue ke kelas, atau di kantin kek. Ngapain pake nungguin sih," ujar Inara.

"Males," jawab Abi singkat.
Inara memutar bola matanya jengah," kalo gue jadi lo, gue lebih males nungguin selama dua jam dan gue lebih memilih nyamperin ke kelas atau kantin, itu lebih cepet tauk," ucap Inara gemas.

Abi yang diajak bicara malah diam seperti patung.

"Capek ya ngomong sama lo. Sini ponsel lo." Inara merebut ponsel Abi yang berada di tangan kiri Abi, yang jelas membuat Abi sedikit naik pitam.

Inara mengetikkan sesuatu disana, kemudian dia kembalikan lagi ponsel milik Abi ke tangan Abi.

"Itu nomor gue, kalo butuh apa apa atau gue butuh lo, kita bisa kontakan." Inara berlalu begitu saja setelah menyerahkan ponsel milik Abi. Inara menaiki sepeda motornya, memakai helm, tidak lupa menyapa Abi kemudian menjalankan motornya meninggalkan parkiran sekolah.

🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤

Terimakasih yang sudah membaca :)
Maaf guys, part kali ini sedikit ya, hihi

Jangan lupa vote dan komen🖤
Aku sayang kalian🖤

ABINARA [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang