[ABINARA 20]

183 24 0
                                    


Inara menyusuri koridor sekolah dengan menundukkan kepalanya. Earphone ungu yang bertengger di kepalanya seperti mengisyaratkan bahwa Inara tidak mau diganggu.

" Na," panggil seseorang seraya mencekal lengan Inara.

Inara menghentikan langkahnya seraya menatap siapa yang berani beraninya mencekal lengan Inara. Inara sedang dalam mode senggol bacok.

"Lo, udah baikan?" tanya seseorang itu. Dia Abi, seseorang yang mati matian menunggu kabar dari Inara.

"Hm," jawab singkat Inara. Melepas cekalan Abi kemudian berlalu meninggalkan Abi dengan seribu tanya.

Setibanya di kelas, Inara disambut meriah oleh Viola, Faira, dan Gina. Teman teman satu kelasnya juga ikut bahagia atas keberangkatan Inara. Bagaimana tidak, Inara itu bagaikan Diva di Pelita Bangsa. Ceria, cantik, tidak terlalu pintar namun tidak bodoh juga, dan lagi gadis itu adalah wakil ketua Osis yang dengan gigih selalu memajukan Pelita Bangsa. Inara baik, ramah, dan humble.

Namun Inara yang berangkat kali ini bukan seperti Inara yang biasa anak anak pelita Bangsa kenal. Entah Inara yang berubah, atau memang inilah wujud asli Inara.

"Na, kita kangen," ucap Viola seraya memeluk erat Inara, disertai anggukan mantap oleh Faira dan Gina, mengiyakan bahwa mereka memang sekangen itu.

"Lepas."

Viola hampir saja jatuh jika Gina tidak cepat menangkap Viola. Inara dengan kasar mendorong tubuh Viola yang sedang memeluknya.

"Na, lo kenapa sih. Bahaya, kalo Viola jatoh, terus kena meja gimana? Becanda lo nggak asik," omel Gina seraya menatap Viola dari atas sampai bawah, siapa tahu Viola kenapa napa.

"Iya, nih. Kita kan Cuma kangen. Kok lo baru berangkat becandanya klewat batas sih," tambah Faira takut takut untuk memberi pendapat.

"Nggak usah dekat dekat gue, kalo kalian gamau terluka. Tadi itu kode kalo gue berbahaya," balas Inara menekankan kata nggak usah dekat dekat. Inara menelungkupkan kepalanya seraya mengeraskan volume earphonenya.

Viola, Gina, dan Faira saling tatap dengan tatapan bingung dan sedih atas sikap Inara yang tiba tiba aneh ini.

"Na, lo kenapa sih?" tanya Faira dengan mata berkaca kaca. Faira sakit hati dengan tanggapan Inara yang seperti itu. Padahal Faira sangat bahagia saat melihat Inara kembali ke sekolah.

Inara yang diajak bicara hanya diam, tidak ada maksud untuk menjawab sedikitpun meski hanya gumaman.

"Udah, biarin dia sendiri dulu. Mungkin ada masalah yang tidak bisa dia ceritakan ke kita. Atau dia memang masih sakit dan tidak ingin di ganggu." Akhirnya Gina menenangkan Viola dan Faira. Menggiring teman temannya untuk menjauh dulu dari Inara.

***

Inara dengan langkah malas menuju gerbang sekolah, sudah panggilan keempat dan Dewi belum kunjung menjemput Inara. Inara risih dengan anak anak yang lalu lang dengan menyapanya ramah, Inara hanya menanggapinya dengan wajah datar sampai membuat para penyapa kecewa.

"Gue anter," ucap seseorang tiba tiba, dengan menghentikan motor sport hitam di depan tempat berdiri Inara.

"Gausah, Bi," balas Inara, yang ternyata seseorang yang menawarkan antaran itu adalah Abi.

"Lo, kenapa?" tanya Abi. Melepas helmnya kemudian turun dari motor untuk berdiri di hadapan Inara lebih dekat.

"Bukan urusan lo."

"Na, jangan gini. Berhari hari gue nunggu kabar, lo."

" Gue nggak nyuruh ya, buat lo nunggu kabar gue."

"Na, gue serius! Gue khawatir, dan ini respond lo?! Setelah memberi harapan lebih untuk mengenal lo lebih jauh, lo mau buat gue jatuh begitu aja?!"

Inara tersentak, bahkan tatapannya yang semula menghadap arah lain kini beralih menatap kearah Abi.

"Gue nggak mau tahu, lo harus tanggung jawab atas harapan yang sudah lo tanam. Ayo, gue antar pulang." Abi menarik lengan Inara, Inara yang terkejut dengan penuturan Abipun mau tidak mau menurut saja dan naik ke jok motor bagian belakang.

Abi melajukan motornya menuju ke sebuah tempat, yang jelas bukan rumah Inara.

"Bi arah rumah gue bukan sini, bego," ucap Inara seraya memukul kecil bahu Abi yang berbalut jaket jeans.

"Siapa bilang gue mau atar pulang lo sekarang? Gue mau antar pulangnya nanti."

"Terus ini kita mau kemana?"

"Udah, nurut aja bisa?"

ABINARA [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang