Jalanan semakin padat, mengingat waktu sore adalah waktu dimana orang orang pulang kerja dan selesai dengan kesibukan mereka. Temaram lampu jalan mulai berpendar di sepanjang jalan, suara klakson kendaraan saling bersaut ditengah kemacetan.
"Kenapa masih bengong, nggak mau pulang?" Abi menatap heran ke arah gadis manis yang kini terlihat gelisah itu.
"Lo duluan aja, gue pulang nanti," balas gadis itu tersenyum, namun Abi bisa melihat ada kegetiran dalam senyumnya.
"Kenapa?" tanya Abi kembali seraya turun dari motornya.
Inara, gadis itu hanya menampilkan senyum setelah keluar dari Mall, yang biasanya Inara cerewet dan membuat Abi pusing, kini gadis manis itu hanya menampilkan senyuman getir.
"Nggak papa, Abi. Lo pulang duluan aja, gue nanti," jawab Inara yang masih dengan senyumnya.
Beda. Inara beda kali ini.
"gue sama," ucap Abi.
"Hah?"
"Gue pulangnya nanti, bareng lo," ucap Abi, yang membuat Inara semakin mengembangkan senyumnya. Inara benar benar ingin ditemani Abi sore ini, Inara tidak mau pulang, Inara ingin mengulur waktu sampai lelaki sialan yang Dewi jodohkan kepada Inara pergi dari rumah.
"Makasih, Bi." Inara tersenyum, berbeda. Bukan senyuman hambar yang semula dia tampilkan, senyuman tulus yang entah mengapa menjadi kesukaan Abi akhir akhir ini, entah mengapa Abi mulai betah berteman dengan Inara. Abi juga masih penasaran dengan sosok Inara yang selalu tersenyum kepada semua orang, namun berbeda dengan senyum Inara yang selalu gadis itu suguhkan kepada Abi, matanya seperti...berteriak.
***
Inara berjalan menyusuri trotoar dekat Mall yang baru saja mereka kunjungi. Tangannya memegang tali ransel orange miliknya, rambut hitam yang semula tergerai kini dia kuncir asal, membuat tengkuk jenjangnya terlihat indah.Abi, berjalan mengekori Inara, entah kemana gadis itu akan membawanya, yang jelas sore ini Abi ingin menemani gadis manis itu.
"Makan itu yuk." Inara menunjuk ke salah satu tenda di pinggir jalan yang bertuliskan " SATE AYAM MADURA CAK ALI"
"Kenapa nggak makan di Mall tadi saja?" sanggah Abi yang sepertinya ogah ogahan makan di pinggir jalan.
"Disitu aja, gue jamin enak. Yuk, nggak usah kemayu." Inara menarik lengan Abi supaya cowok itu berjalan cepat mengikutinya.
"Gue nggak pernah kesitu," protes Abi yang benar benar ogah ogahan makan di pinggir jalan, dan itu malah membuat Inara semakin gencar mengajak Abi untuk makan di pinggir jalan.
"Makanya, biar pernah." Inara menarik Abi sampai masuk kedalam warung makan tenda. Aroma sate Ayam yang khas membuat air liur Inara mencair dan ingin cepat cepat menyantap makanan yang ditusuk tusuk itu. Sedangkan Abi malah mengedarkan pandangan ke sekeliling warung tenda.
"Cak, sate Ayamnya dua puluh tusuk, dibikin sepuluh sepuluh ya Cak," ujar Inara riang dan disusul dengan anggukan tukang sate yang terus menampilkan senyuman ramah.
"Nggak usah bingung. Duduk situ tuh." Inara menunjuk kursi plastik berwarna biru di seberang tempat duduknya. Abi yang sedari tadi bingungpun akhirnya menurut dengan perintah Inara.
"Serius lo nggak pernah makan di warung tenda?" tanya Inara yang sudah siap mau meledek Abi. Abi hanya menjawabnya dengan anggukan kepala, tatapannya fokus kepada tukang sate yang masih sibuk mengipasi sate.
"Kenapa? jijik ya?" tanya Inara lagi.
"Nggak tertarik," jawab Abi seraya pandangannya beralih ke wajah Inara.
KAMU SEDANG MEMBACA
ABINARA [SUDAH TERBIT]
Fiksi Remaja[CERITA SUDAH TERBIT, DAN NOVEL BISA DI PESAN DI SHOPEE, BUKA LAPAK, LAZADA, DAN AKUN RESMI GUEPEDIA YAAA :)] [Cerita ini BELUM DIREVISI, silahkan yang mau cerita lengkap dengan ekstra part bisa langsung beli versi cetaknya yaaa] ⚠️Jika kalian mengi...