Bel tanda pulang sudah berbunyi seperkian menit yang lalu, seluruh murid SMA Pelita Bangsa sudah berhambur keluar dari kelas masing masing. Ada yang belok ke kantin, ada yang ke ruang ekskul masing masing, ada juga yang ke basecamp Osis, bahkan ada yang langsung pulang, bahkan banyak.
Hari ini Inara memilih langsung pulang, memang ada beberapa pengurus Osis yang mendekam di basecamp, namun mereka hanya duduk duduk atau nongkrong disana, hari ini free tidak ada rapat Osis atau pembahasan apapun.
Inara berjalan menyusuri koridor menuju tempat parkir bersama Viola di belakangnya. Viola bilang dia mau nebeng Inara sampai rumah berhubung rumah mereka se arah.
"Na, gue nginep di rumah lo aja ya, sekalian," ucap Viola riang di sebelah Inara. Inara terkejut.
Gawat!
"Eh, jangan Vio," bantah Inara cepat. Inara tidak mau temannya tau bagaimana kondisi keluarganya.
"Loh kenapa? Na, kita tuh berteman uda sejak SMP, beda dengan Gina dan Faira, lo baru kenal mereka setahun yang lalu. Kalo mereka mau main ke rumah lo terus lo ngga boleh itu ngga papa, lah gue berteman sama lo kan uda bertahun tahun Na, kenalin kek gue ke Mama lo." Viola berceloteh bagai burung Beo, wajahnya murung karena Inara selalu tidak memperbolehkan dia untuk main ke rumah Inara.
"Bukan gitu masalahnya Vio...Ya, pokoknya entah kapan lo bakal gue bolehin main ke rumah gue kok," ujar Inara seraya merangkul bahu Viola yang tingginya lebih pendek dari Inara.
"Entah kapan aja terus, sampai kiamat sekalian!" Viola ngambek.
"Ssssttt, nggak usah sebut sebut kiamat, pamali, emang lo mau kiamat dipercepat," ucap Inara.
"Bodo ah, gue ngambek," celetuk Viola merajuk.
"Viola, kayak anak kecil woi! nggak pantes!" Inara meraup wajah cantik viola seraya terkekeh geli melihat perubahan raut wajah Viola.
"Inara."
Inara dan Viola menghentikan langkahnya saat seorang cowok menghadang mereka, cowok itu bersama lima antek anteknya di belakang. Dikira keren apa, berlagak seperti Bos di dalam gengnya itu? enggak sama sekali di mata Inara.
"Apa," balas Inara ketus, enggan memandang lawan bicaranya.
"Mau pulang ya?" tanya cowok itu. Cowok itu mengenakan jaket kulit berwarna hitam dengan tulisan Andromeda di punggungnya, dan Vito Alamsyah di dada kanan jaketnya.
"Bukan urusan lo. Yuk Vio," jawab Inara ketus yang hendak meraih tangan Viola untuk dia gandeng, namun nihil, Viola sudah kabur dan tidak berada di samping Inara.
Sialan tuh bocah, main kabur aja...
"Viola nebeng Gina tuh, lo sama gue yuk," tawar Vito seraya menunjuk ke arah Viola menggunakan dagunya.
"Nggak sudi." Inara hendak melangkah meninggalakn Vito dan gerombolannya, namun tertahan karena Vito mencengkram lengan Inara. Sakit.
Seketika, sekelebat memori dua tahun yang lalu muncul dan membuat Inara memucat.
"Vito lepasin!" ucap Inara meninggikan nada bicaranya.
"Lo kenapa sih Na? banyak cewek yang mau sama gue, tapi kenapa lo selalu nolak gue?" tanya Vito seraya menatap tepat di manik mata Inara.
"Ya karena gue nggak suka sama lo, udah berapa kali gue bilang sama lo."
"Alasan selain itu?" tanya Vito kembali, masih mencengkram lengan Inara.
"Nggak ada. Lepasin gue!" pinta Inara, karena cengkraman Vito sungguh sakit.
"Harus ada, gue nggak bisa nerima kalo alesannya cuma lo yang nggak suka sama gue," paksa Vito menatap tajam ke arah Inara.

KAMU SEDANG MEMBACA
ABINARA [SUDAH TERBIT]
Teen Fiction[CERITA SUDAH TERBIT, DAN NOVEL BISA DI PESAN DI SHOPEE, BUKA LAPAK, LAZADA, DAN AKUN RESMI GUEPEDIA YAAA :)] [Cerita ini BELUM DIREVISI, silahkan yang mau cerita lengkap dengan ekstra part bisa langsung beli versi cetaknya yaaa] ⚠️Jika kalian mengi...