[ABINARA 34]

197 29 2
                                    

SRAAAKK!!!

Suara korden yang di buka membangunkan lelaki itu dari tidurnya, lebih tepatnya ia terbangun karena sinar matahari yang mulai masuk melewati celah jendela dan menampar wajahnya yang masih mengantuk itu. Lelaki itu mengerjap beberapa kali, kemudian menutup matnya kembali karena kantuk yang kembali menyerang.

"Katanya mau jenguk Inara, Bi." Arsyi, duduk di bibir ranjang milik Abi seraya mengguncang pundak putranya kasar supaya putra kesayangannya itu bangun.

Abi diam.

"Kamu kebiasaan ya, Bunda kan sudah bilang sehabis sholat subuh jangan tidur lagi! Yang pertama nggak sehat untuk tubuh, dan yang kedua bisa menghambat rezeki. Abi bangun!"

Selesai. Selesai sudah mimpi indah Abi, jika Arsyi sudah mengoceh maka itu lebih parah dari sinar matahari yang menusuk mata , lebih parah dari siraman air, dan lebih parah dari gelitikan maut Anjani.

Abi bangkit dari tidurnya, omelan Arsyi benar benar ajaib.

"Iya Bun, abi dengar." Abi turun dari tempat tidur tanpa melirik Arsyi, ia masih kesal dengan bundanya itu. Abi bersiap siap dengan kecepatan kilat tanpa sarapan pagi terlebih dahulu, sepertinya omelan Arsyi kali ini ada baiknya, karena jika sejam lagi Abi belum siap maka teman temannya akan membunuhnya. Dani, Egi, Viola, Gina, dan Faira sudah murka lewat sambungan video call barusan, mereka ngamuk ngamuk karena Abi sudah sangat terlambat dari jam yang sudah mereka sepakati untuk menjenguk Inara.

Abi langsung menuju ke rumah sakit karena teman temannya yang sudah menunggu terlalu lama memutuskan untuk ke rumah sakit terlebih dahulu dan menunggu Abi di beranda rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit Abi langsung menemui teman temannya yang memasang wajah kesal dan dibalas dengan cengiran kuda oleh Abi tanpa rasa bersalah.

"Masih bisa nyengir, gue selepet juga tuh muka lo yang cakep!" ujar Gina sebal dan lagi lagi dibalas cengiran oleh Abi.

"Ya, Sorry,hehe," balas Abi.

"yaudah yuk nggak usah banyak cincong, langsung ke atas aja, ntar lo yang masuk ke ruangan Inara dulu ya Bi, sampai sekiranya dia tenang dan mau kita temui, ntar kita baru masuk," tutur Viola yang sudah tidak tahan dengan keleletan teman temanya.

Mereka berenampun langsung melangkah menuju ruangan dimana Inara di rawat, semuanya duduk di kursi tunggu yang ada di depan ruangan Inara kecuali Abi, Abi masuk terlebih dahulu untuk membangun suasana hati Inara supaya bisa ditemui.

"Pagi, tante." Abi masuk dengan menyapa Dewi yang tengah menyuapi Inara dengan buah Apel kemudian abi mengulurkan tangannya untuk salim, Dewi yang menyadari kedatangan Abi langsung berdiri dan mengulurkan tangannya untuk membalas uluran tangan Abi.

"Wah kebetulan sekali Nak Abi datang, tante mau ke kamar mandi dulu, titip Inara bisa, kan?" tanya Dewi dengan menyerahkan Apel dan pisau buah begitu saja kepada abi yang kebingungan.

"Mama, Inara nggak mau ditungguin Abi," ucap Inara dengan suara lemasnya, sesekali ia menatap Abi yang ternyata juga menatapnya dan sukses membuat Inara salah tingkah. Inara mengumpat dalam hati untuk dewi yang tega meninggalkan Inara sendirian dengan Abi yang sudah pasti tidak baik untuk kesehatan jantung Inara jika mereka berduaan.

"Kayaknya tante Dewi memang butuh ke kamar mandi, ngga papa kan di tungguin gue dulu?" tanya Abi seraya mendekat ke arah Inara kemudian duduk di kursi yang sudah di sediakan di samping ranjang.

Inara hanya melengos ke samping tanpa menjawab pertanyaan dari Abi. Entah, Inara tiba tiba terserang rasa malu dan senam jantung kecil kecilan jika harus menatap wajah Abi.

"Kok diem? Kok liatinnya kesana? Temboknya lebih ganteng dari gue ya?" goda Abi yang sukses membuat Inara mengulum senyumnya dengan candaan norak dari Abi.

"Norak banget candaannya," balas Inara yang kali ini sudah berani menatap Abi meski sesekali harus menatap hal lain jika jantungnya sudah tidak kuat menatap ketampanan Abi.

"Norak, tapi lo suka," tebak Abi seraya menatap wajah Inara yang sudah tidak terlalu pucat.

"Um, lumayan,hehe." Inara terkekeh tanpa sadar.

"Mau apel nggak?" tanya Abi seraya menyodorkan potongan apel kecil yang sudah ia kupas ke mulut Inara.

"Enggak ah. Bosen gue buah mulu," balas Inara mendorong tangan Abi yang memegang sepotong Apel.

Abi diam, memutar otak untuk membuat suasana hati Inara membaik supaya teman temannya bisa segera masuk.

"mau tau nggak yang nggak ngebosenin apa?" tanya Abi seraya meletakkan Apel yang sedari tadi ia pegang di atas meja.

"Apa?"

Abi tersenyum dengan menampilkan gigi pepsodentnya yang membuat siapa saja pasti kejang kejang jika melihatnya.

"Ini," ucap Abi seraya menunjuk senyumnya menggunakan jari telunjuk.

Inara yang menatap Abi seksama merasa dicurangi saat Abi menampilkan senyum menawan itu.

"Apaan sih, Bi!" Inara memukul pelan lengan Abi dengan kekehan kecilnya.

"Aduh kok dipukul sih?" gurau Abi yang pura pura kesakitan dengan pukulan yang Inara berikan, padahal Abi malah merasa geli.

"Ya habisnya lo gitu sih, jangan gitu!"

"Loh, kenapa. Emang salah gue senyum kayak gini?" tanya Abi yang kembali menampilkan senyumnya yang menawan itu.

"Ih, dibilangin juga! Jangan senyum!" Sekali lagi Inara memukul kecil lengan Abi.

"Ya, kenapa? Kasih alasan dong."

"gue deg degan, puas lo?!"

Abi terdiam, ucapan Inara benar benar mengartikan banyak hal yang harus diperjelas supaya Abi tidak salah paham.

"Lo deg degan? Lo ngomong kayak gini apakah untuk menjawab pernyataan gue di taman belakang waktu itu atau bukan?" tanya Abi dengan wajah yang berubah serius, sungguh kali ini giliran jantungnya yang deg degan setengah mati.

Inara terdiam, menatap mata Abi seksama.

"Anggap aja begitu," balas Inara dengan mengulum senyumnya.

"Na, serius dong jawabnya, jangan bikin orang bingung."

Inara tertawa melihat wajah kesal Abi.

"Iya! Itu jawaban gue. Ya, lo pikir aja sendiri kalo cewe deg degan liat cowo di depannya lagi senyum senyum, apalagi kalo bukan suka, ya sudah pasti suka lah! Bodoh banget sih lo!" tutur Inara yang lagi lagi memukul kecil lengan Abi, entah sudah keberapa kali Inara memukul lengan Abi.

"Apa Na? sudah pasti, apa?" goda Abi.

"Sudah pasti suka."

"Apa, kurang keras tau, Na," goda Abi lagi.

"Ih apaan sih Bi, udah ih gue malu!" Inara menutup wajahnya yang memerah ulah Abi dengan telapak tangannya. Abi yang menatap itu merasa gemas sendiri.

"Na, boleh peluk nggak?" tanya Abi terbata.

Inara yang sedari tadi menutup mukanya dengan telapak tangan menurunkan telapak tangannya, kemudian menatap Abi.

"Boleh."

Akhirnya keduanyapun berpelukan dengan perasaan mereka masing masing.

🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤

jangan lupa tekan bintang dan komennya ya temen temen :)

Jangan lupa juga ajak teman teman kalian untuk membaca ABINARA , terimakasih :)

ABINARA [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang