Sepulang sekolah kali ini Abi sudah merencanakan untuk menjenguk Inara, setelah menjadi sepasang kekasih, rasa rindu Abi semakin membuncah jika sehari saja tidak bertemu. Bisa dibilang lebay, akan tetapi memang tidak akan ada yang bisa untuk menghentikan seseorang yag tengah kasmaran. Abi sudah menghubungi Inara dan Inara memintanya untuk langsug ke taman rumah sakit, karena gadis itu bilang bahwa ia tengah bosan dan ingin menghirup udara segar dengan duduk duduk cantik di taman.
Begitu Abi tiba di taman rumah sakit, sesuai dengan permintaan Inara. Abi dikejutkan dengan seseorang yang kini tengah berdiri di hadapan Inara yang tengah mematung dengan wajah pucatnya. Lelaki yang sama dengan lelaki yang menemui Inara di saat kemah WTPB waktu itu. Abi masih ingat jelas perawakan dan tipe wajah lelaki itu. Dia Sean. Tanpa pikIr Panjang Abi langsung menghampiri Inara yang mematung, Ekspresi yang sama Ketika Inara di kemah WTPB.
"Maaf, bisa pergi?" Abi menghampiri Inara, mengusir Sean secara halus dan langsung membawa Inara untuk bersembunyi di belakang punggungnya. Tangan Inara sangat dingin dan berkeringat, Abi sangat merasakan itu saat menggenggam tangan Inara.
"Lo Abi, kan?" tanya Sean dengan suara lembut, berbeda dengan Sean yang waktu itu di kemah WTPB.
Abi mengangguk, tangannya masih setia menggenggam tangan Inara yang masih terlihat ketakutan.
"Gue mau bicara sama lo. Niatnya mau bicara berdua saja sama Nana, tapi kelihatannya dia masih takut sama gue. Jadi gue bicara sama lo aja," ujar Sean dengan tatapan kerinduan yang tentu saja tak lepas dari gadis cantik yang kini tengah berdiri menunduk di belakang lelaki yang sukses membuat hatinya berdenyut amat sakit.
"Oke. Gue antar Inara ke ruangannya dulu." Abi mengangkat tubuh Inara ala Bridal style karena kaki gadis itu terlihat sangat lemas dan wajahnya amat pucat.
***
Sean mengajak Abi berbincang di tempat yang sama yaitu di taman rumah sakit , lumayan canggung memang, akan tetapi menurut Abi ini akan menjadi perbincangan yang sangat serius. Abi mendudukkan dirinya di sebelah Sean yang juga terlihat canggung saat Abi mulai duduk di sampingnya.
"Lo, sudah jadi pacarnya Nana?" tanya Sean tiba tiba yang membuat Abi sedikit kaget. Namun dengan Sean membahas tentang hal itu membuat Abi sedikit tersenyum mengingat ia yang sekarang telah menjadi sosok yang akan terus melindungi Inara. Inaranya.
"Iya, sudah."
"Selamat, ya."
Abi mengerutkan keningnya, apa apan ini? Sean mengajaknya mengobrol berdua hanya untuk memberikan selamat saja? Dengan karakter Abi yang banyak diamnya maka Abi hanya diam setelah Sean mengucapkan selamat untuknya.
"Gue sangat menyesal atas kejadian Dua tahun yang lalu. Gue benar benar bodoh melakukan hal itu kepada Nana. Lo boleh membenci gue seperti Nana membenci gue," ungkap Sean seraya menatap mata Abi, namun Sean sedikit terkejut kala ia tidak menemukan kebencian di mata Abi, padahal tadi Abi sempat mengusirnya.
"Gue paham. Tapi sekeras apapun gue berusaha, tetap saja gue nggak bisa benci sama lo," balas Abi yang merasa canggung dan akhirnya tidak berani menatap Sean.
"Kenapa lo nggak bisa benci gue? Gue sudah membuat Inara sakit Bi, gue juga yang membuat Tante Dewi Stres berat, dan karena gue juga Ayah Inara meninggal!"
"Bukan salah lo sepenuhnya," ucap Abi yang kali ini ia berani menatap Sean.
"Lo, tau apa? Lo ngga ada disana dua tahun yang lalu," protes Sean.
"Gue sudah tahu semuanya. Dan gue sudah tahu akar permasalahan dari ini semua itu siapa," balas Abi.
Mata Sean berbinar, ia tidak percaya bahwa ada orang yang menaruh percaya kepadanya tentang kejadian dua tahun lalu, ia seperti mendapat sebuah pembelaan selama dua tahun ini ia seperti menjadi orang paling jahat di dunia dengan rasa bersalah yang membuncah.
"Lo, tahu dari mana?" tanya Sean yang masih dengan mata berbinarnya. Ia benar benar merasa bersyukur ada orang yang tidak menyalahkan dirinya. Karena bukan Inara saja yang menderita selama ini. Sean juga sangat menderita selama dua tahun ini, Sean juga bolak balik ke psikiater untuk memulihkan mentalnya, Sean juga terkadang ingin melakukan percobaan bunuh diri di saat ia mulai teringat kejadian dua tahun yang lalu, ia merasa semua peristiwa itu adalah kesalahannya penuh. Ya, Sean sama menderitanya seperti Inara.
"Lo nggak perlu tahu, gue tahu hal ini dari mana dan gue janji, gue akan membuat Inara tidak membenci lo lagi," ujar Abi.
Hati Sean terenyuh, yang semula Sean memandang Abi sebagai saingan dan merasa bahwa Abi tidak cocok dengan Inara, kini pendapatnya berbalik. Sean merasa Tuhan telah berbaik hati mempertemukan Inara dengan Abi, Sean rasa Abi adalah orang yang tepat untuk Inara dan Abi pasti akan membuat Inara Bahagia.
"Thanks, Bi. Mau ngobrol sambil ngopi nggak? Ada café dekat sini, gue mau certain tentang Nana dulu, gue yakin lo belum tahu gimana Inara yang dulu sebelum peristiwa itu terjadi."
"Dengan senang hati."
***
Tiga hari telah berlalu setelah kejadian Sean yang menemui inara di taman rumah sakit dan sukses membuat Inara takut itu. Inara sudah diperbolehkan pulang. Viola, Faira, Gina, Egi, Dani, dan tentu saja Abi, sangat bersemangat membantu Inara dan Dewi membawakan barang barang dari rumah sakit, bahkan mereka juga menyelinap masuk ke rumah Inara untuk menyiapkan pesta penyambutan atas pulangnya Inara dari rumah sakit. Dan juga hitung hitung pesta ini adalah pesta perpisahan mereka karena Inara yang akan pindah sekolah. Inara bilang ingin membuka lembaran baru di tempat yang baru.
"selamat datang Kembali di rumah Inara!!!" Mereka berenam berteriak seraya menyiram Inara dengan konfeti berwarna warni. Inara tersenyum lebar,sungguh baru kali ini Inara merasa memiliki keluarga yang lengkap setelah kepergian Ayahnya.
Mata Inara berbinar kala melihat di ruang tamu sudah penuh dengan dekorasi dan balon balon yang bertuliskan " Welcome back INARA." Bahkan Inara melihat kue yang sangat cantik di atas meja ruang tamunya.
"Waaah, kalian nyiapin ini semua?" tanya Inara terharu, bendungan di matanya benar benar hampir pecah saking terharunya. Hangat rasanya memiliki mereka.
"Iya dong," jawab Faira paling kencang.
"Selamat ya, kejutan kalian sukses dan kalian juga sukses membuat dapur tante seperti kapal pecah," ungkap Dewi dengan tawanya.
Faira dan Gina yang bertugas membuat kue di dapur Dewi pun nyengir lebar.
"hehe, sudah kita bersihin kok, Tan," ucap keduanya dan langsung mendapat tawa renyah dari teman teman yang lain.
Berbeda. Sungguh suasana rumah yang berbeda dengan sebelumnya, Inara merasa rumah ini kini memiliki kehidupan. Yang dulu rumah ini adalah rumah paling tidak menggambarkan sebuah rumah, dengan adanya mereka rumah ini menjadi hidup Kembali seperti saat Jaya masih hidup, yang dulunya tidak ada tawa di rumah ini, kali ini tawa penuh tercipta begitu saja, bahkan candaan yang lucu juga ikut hinggap dalam rumah ini. Inara melihat binar wajah di wajah Dewi, dan juga tawa lebar yang sudah sangat lama tidak Inara lihat di raut wajah Wanita paruh baya itu. Setelah begitu lama Inara mengeluh kepada tuhan, kali ini Inara sangat bersyukur dan berterimakasih kepada Tuhan karena telah mempertemukannya dengan orang orang baik seperti mereka. Inara merasa sembuh dan sehat.
Inara menangis.
"Aaaa, jangan nangis. Peluuuk," ucap Viola yang sepertinya akan ikut menangis juga karena Bahagia sabahabatnya itu kini baik baik saja. Faira dan Gina juga ikut berbaur untuk memeluk sahabatnya itu.
Abi melihat bahwa tangis Inara kali ini bukan tangis pedih seperti sebelum sebelumnya, akan tetapi kekasihnya itu kini tengah menangis Bahagia.
"Aaaa, gue juga mau peluk," ucap Egi yang sukses mendapat pukulan ringan dari Abi. Dan semua yang melihatnya langsung tertawa terbahak.
🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤
Jangan lupa vote dan komen yaa, dan terimakasih yang sudah vote dan komen, semoga rezeki kalian lancar, hehe
Aku sayang kalian!!!❤️Jangan lupa ajak teman dan kerabat untuk baca ABINARA yaa!!😘
KAMU SEDANG MEMBACA
ABINARA [SUDAH TERBIT]
Ficțiune adolescenți[CERITA SUDAH TERBIT, DAN NOVEL BISA DI PESAN DI SHOPEE, BUKA LAPAK, LAZADA, DAN AKUN RESMI GUEPEDIA YAAA :)] [Cerita ini BELUM DIREVISI, silahkan yang mau cerita lengkap dengan ekstra part bisa langsung beli versi cetaknya yaaa] ⚠️Jika kalian mengi...