[ABINARA 10]

213 23 2
                                    

Gadis yang mengenakan ransel orange itu berjalan tergesa gesa menyusuri koridor menuju parkiran sekolah, siang ini seperti siang tersial bagi dirinya. Rapat Osis dadakan, lupa akan janjinya dengan seseorang, dan mendapat pesan teks dari Mamanya bahwa Mamanya membawa lelaki untuk dijodohkan dengannya.

"Mama sialan, lihat saja. Gue nggak akan pulang sore ini," gerutu gadis itu, masih terus berjalan dengan langkah lebar, berharap seseorang yang menunggunya tidak marah. Tidak sabar dengan jalan kakinya yang tak kunjung sampai ke lokasi, gadis pemilik ransel orange itu berlari kencang.

"Fiuh, hah, hah, Biih, sor...ry. Guh...e telat," ucap Inara dengan nafas tersengal sengal, tangannya sibuk membenarkan ransel Orange-nya yang melorot sampai ke bawah bahu.

Abi. Lelaki itu masih setia menunggu berjam jam dengan bertengger di atas motor sport hitamnya.

"Buru naik, bentar lagi sore," balas Abi yang kini sudah siap dengan helm-nya.

Inara melongo, sesekali mengusap peluh yang hampir menetes di jidadnya. "Lo nggak marah?" tanya Inara yang masih tersengal sengal.

"Enggak," jawab Abi singkat, tangannya sudah selesai menstater motor sport hitamnya.

"Hah? kok bisa nggak marah?" tanya Inara bingung. Jelas jelas Inara telat sejam setengah, dan Abi santai saja seperti tidak terjadi apa apa.

"Naik, Na," pinta Abi seraya menarik lengan seragam Inara untuk mendekati motornya, dengan maksud supaya Inara cepat cepat naik ke jok belakang, karena hari sebentar lagi memasuki sore.

Akhirnya Inara mau nggak mau langsung menaiki jok belakang motor milik Abi, daripada Abi marah gara gara Inara kelamaan nggak naik naik. Jika Inara jadi Abi, Inara pasti sudah marah besar, sudah jelas bukan. Menunggu selama satu jam lebih, udah gitu orang yang ditungguin lemot, nggak mau naik sebelum rasa penasarannya hilang, penasaran kenapa nggak marah setelah menunggu lama.

Abi membelah jalanan raya yang ramai akan lalu lalang, dengan Inara yang bertengger di jok bagian belakang motornya, memegang erat jaket kulit hitam milik Abi.

"Kita mau kemana sih?" tanya Inara sedikit berteriak di tengah perjalanan mereka.

"Gue masih berkendara, nggak usah ajak ngomong," balas Abi dingin. Inara yang mendengar itu langsung manyun.

"Iya! gue nggak akan ngomong! puas lo!" umpat Inara seraya memukul kecil punggung Abi yang berbalut jaket kulit dan seragam sekolah di dalamnya. Entah mengapa Inara ingin sekali memukul kecil Abi, gemas aja.

Setelah perdebatan kecil tadi, akhirnya Abi memberhentikan motornya di parkiran salah satu Mall terbesar di kota.

"Udah sampe?" tanya Inara seraya turun dari motor, tangannya kali ini sibuk melepas helm dan sialnya helmnya tidak mau lepas.

"Iya."

Ini kenapa helm nggak mau lepas? sialan! gue nggak mau minta tolong sama Abi, titik! gengsi banget doooong.

Inara merutuki dirinya sendiri perkara helm. Sebenarnya, helmnya yang macet atau Inaranya yang tidak bisa melepas helm?

"Yuk masuk," ajak Abi seraya berbalik kebelakang memandang Inara, karena gadis pemilik tas Orange itu tak kunjung menyusul jalannya.

"Oh iya, ini gue mau masuk, gue di belakang lo. Tenang aja," balas Inara dengan tawa hambar untuk menutupi kegelisahannya perkara helm laknat yang dia kenakan.

Inara mengekor di belakang Abi, seketika Inara terlonjak sampai hampir jatoh saat Abi yang tiba tiba berbalik ke belakang dan menatap Inara.

"Apa?" tanya Inara seperti orang bego.

"Kenapa helm-nya nggak dilepas?" tanya Abi terheran heran. Kakak kelasnya ini benar benar kocak.

"Hihihi, gue nggak bisa lepasnya. Susah, hehe." Inara menampilkan senyum pepsodentnya yang menurut siapa saja adalah senyum terlucu dan menggemaskan.

"Tapi harus dilepas, di dalam tidak boleh memakai helm," ucap Abi seraya mengetok ngetok helm yang di pakai Inara, yang sudah jelas membuat kepala Inara sedikit bergoyang. Inara manyun, kata temannya, otak Inara sudah geser, bagaimana jika tambah geser gara gara helm yang dia pakai di ketok oleh Abi.

"Iya tau, tapi gimana. Kan gue nggak bisa lepasnya Bi. Udah gue tunggu depan aja deh." Setelah mengatakan hal itu Inara hendak memutar tubuhnya untuk menuju parkiran, namun tertahan gara gara Abi yang menarik ransel orangenya sampai tubuh Inara menabrak dada Abi.

"So sorry, maksud gue, sini gue bantu lepas," ucap Abi gelagapan seraya melepaskan ransel orange milik Inara.
Inara yang mengalami kejadian tiba tiba itupun tidak bisa menutupi kegugupannya. Dengan cepat Inara berbalik supaya berhadapan dengan Abi.

Abi meraih tali helm yang sejak tadi masih jadi perdebadan mereka berdua. Dengan telaten Abi mengutak atik tali tersebut supaya terlepas dari pengaitnya.
Sedangkan Inara kini malah menahan nafasnya, aroma shampoo Abi benar benar tercium sampai indra penciuman Inara. Abi sangat dekat sekarang, sampai membuat jantung Inara ingin melompat.

Jangan dekat dekat, please...jantung gue mau copot.

"Udah," ucap Abi, berbarengan dengan helaan nafas Inara yang kencang. Inara mengelus dadanya karena jantungnya barusan tersiksa ulah posisi mereka yang sangat dekat. Inara juga tidak menjamin nanti malam tidak akan teringat dengan momen tadi, sudah pasti Inara akan terngiang terus menerus.

***
Mereka berdua akhirnya sampai di dalam Mall, barusan Inara sudah menanyakan apa maksud Abi meminta tolong kepadanya kemudian mengajaknya kesini. Ternyata Abi ingin membelikan Bundanya sesuatu karena besok adalah hari ulang tahun Bunda Abi. Abi membutuhkan rekan wanita untuk memilih milih barang wanita.

"Kenapa ngajak gue, kenapa nggak ngajak yang lain?" tanya Inara disela perjalanan mereka yang tengah memilih milih akan ke toko Tas terlebih dahulu atau toko sepatu.

"Lo satu satunya temen cewek gue," jawab Abi singkat, pandangannya masih menyisir tempat sekitar.

"Oh jadi gu...apa? gue temen cewe satu satunya?" tanya Inara yang nada suaranya memelan di akhir kalimat karena malu.

Entah mengapa hari ini banyak sekali momen yang membuat Inara senam jantung. Besok lagi Inara tidak mau pergi bareng Abi, karena tidak baik untuk kesehatan jantungnya.

"Iya."

Inara menutup mulutnya menggunakan telapak tangannya, ingin menutupi bahwa dirinya tengah tersenyum sekarang.

Kenapa gue senyum? stop! nggak ada senyum senyuman. Gaboleh Na...
***
Setelah berputar putar ria di dalam Mall, mencari barang barang kesukaan Bunda Abi, mereka berdua akhirnya berhenti di toko Jam tangan sebelumnya, waktu pertama mereka masuk ke dalam Mall.
Mereka berdua sibuk memilih milih jam tangan yang sialnya membuat Inara ingin.

"Bi, ini bagus deh," ucap Inara seraya menunjukkan jam tangan wanita bermerk Rolex ke hadapan Abi. Jam pilihan Inara sangat elegan, ada pernak pernik permata kecilnya di lingkar jam tersebut.

"Yakin yang ini?" tanya Abi.

"Iya, gue yakin Tante Arsyi sukak," balas Inara riang, karena membayangkan Arsyi akan memakai jam tangan pilihan Inara. Walaupun ini pakai uang Abi.

"Yaudah yuk ke kasir." Inara menarik lengan jaket Abi, supaya Abi mengikutinya ke kasir untuk transaksi.

🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤🖤

Terimakasih yang sudah membaca :)
Jangan lupa Vote dan komen 🖤
Aku sayang kalian🖤

ABINARA [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang