34∆ Family

1.7K 172 0
                                    

Happy reading

~~~~~

“Hidup memang sulit ditebak. Jika mudah ditebak, sudah dipastikan semua orang bisa bahagia tanpa ada namanya sosok uang.”

~~~~~

BLACKPINK – Wisthle

~~~~~

Arlin kembali ke aktifitasnya sebagai istri yang baik dan penurut, itupun menurut opininya. Sudah 3 minggu ini sejak kejadian Rendy meninggal. Semua berjalan normal kembali.

Arlin dan Alfin pisah kamar. Hanya saja jika Alfin mulai kehilangan kontrol dia akan melampiaskan amarahnya ke barang ataupun benda yang berada di dekatnya. Beruntung Arlin bisa mengendalikannya dengan baik. Entahlah, ilmu apa yang dikuasai perempuan itu hingga membuatnya seperti anjing penurut seperti ini.

Berakhir dengan Alfin yang berada di kamarnya dengan posisi tubuh laki-laki itu menindih penuh tubuh kecilnya.

“Wah kurang apa diriku sebagai seorang istri. Jika soal wajah memang kalah, tapi jika soal urusan dapur jangan ditanya.”

Arlin menyombongkan diri sendiri dengan bangga. Beruntung tidak ada orang di dapur, setidaknya dia tidak merasa malu. Memang salah di usia muda sudah mengurus seseorang dengan segala sifat dan kelakuan yang membuat kepalanya pecah.
Baru juga dibicarakan, orangnya sudah datang.

“Pasangkan dasi untukku.”

Arlin menoleh dengan cepat ke arah Alfin, tidak biasanya.

“Aku tidak bisa,” kata Arlin sekenanya.

“Cepat.”

Alfin masih berdiri di samping meja makan dengan sebuah dasi tangan kirinya, sedangkan tangan kanan ia masukkan ke dalam kantong celana. Arlin berdecak pelan mendengarnya. “Kakak nggak lihat tangan aku masih kotor?”

“Cuci.”

“Nanti dasi Kakak basah.”

Alfin berjalan mendekati Arlin. “Kau tidak lihat atau memang pura-pura tidak tahu, disampingmu ada tisu. IQ milikmu perlu dipertanyakan.”

Arlin berdecak, setelah itu dia menuruti perkataan Alfin mulai dari mencuci tangan, mengeringkannya dengan tisu dan mulai memasangkan dasi kepadanya. Arlin sedikit berjinjit menyamakan tingginya dengan Alfin, kenapa laki-laki ini sangat tinggi?

“Sudah.”

“Mau kemana?” tanya Alfin dengan mencengkram tangan Arlin.

“Masaklah, apa lagi?”

Alfin menggeleng pelan dan menarik Arlin untuk duduk di kursinya. “Temani aku makan.”

Arlin hanya mengangguk pasarah dan mulai menopangkan dagunya ke dua tangan guna menatap Alfin. Sedangkan empu yang ditatap hanya diam tidak merasa terganggu sama sekali. Arlin cukup dibuat mudah oleh sarapan Alfin, jika tidak roti isi yang sereal. Arlin jika makan itu sudah dipastikan akan lapar sepanjang hari. Hei, bahkan Arlin memakan nasi dengan mie!

“Kenapa kau tidak makan?”

Arlin mengangkat satu alisnya. “Kau menaruh racun disini?” Tambah Alfin.

Arlin menuangkan susu ke dalam gelas untuk Alfin. “Aku puasa.”

Alfin hanya diam sepanjang acara makan setelah mendengar jawaban Arlin. Dirinya merasa tidak enak?

“Aku berangkat.”

“Salamnya Kak.”

“Assalamualaikum.”

l'm FineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang