17∆ What's Wrong?

1.5K 170 1
                                    

The Chainsmokers – Something Just Like This

“Terserah jika dirinya mengganggapku ada atau tidak, karena aku bukan miliknya!”

~~~~~

Flat, datar, biasa?

Mungkin seperti itulah rumah tangga pasangan muda ini. Tidak ada percakapan serius diantara keduanya. Bahkan bisa dihitung kapan mereka akan bicara, entah acara keluarga, makan malam bersama keluarga. Intinya, mereka akan berbicara jika ada acara keluarga.

Hari berganti menjadi minggu, minggu beganti menjadi bulan. Ya, sudah 6 bulan, dan hebatnya mereka masih bisa merahasiakan hubungan ini. Jika teman-teman Alfin datang ke rumah, Arlin akan mengurung diri kamar atau tidak keluar rumah mengunjungi panti asuhan.

Bagaimana dengan Axel dan Arya?

Jangan tanyakan mereka, tingkat kekepoan mereka sudah diujung batas. Bahkan pernah sekali, Arlin rebahan di ranjang tiba-tiba pintunya diketuk dengan keras. Arlin sempat merasa bingung, dia harus bagaimana, untungnya Alfin segera menghalangi mereka.

“Kunci di atas sofa.”

Alfin menghentikan langkahnya, dia berbalik dan menyambar kunci di atas sofa. Jaket kulit, celana jeans robek-robek, serta helm sudah berada di tempatnya, sudah dipastikan jika dia akan mengikuti balapan lagi.

“Tidurlah, jangan menungguku.”

Arlin yang duduk tidak jauh dari sofa menyunggingkan salah satu ujung bibirnya. Alfin hanya salah paham. “Apa dia bilang? Sejak kapan aku menunggunya pulang?” Arlin bergumam kecil.

Arlin menerawang jauh di dalam pikirannya, sejak kapan dia menuggu berandal itu pulang ke rumah.
“Ahhh iya, hari Jumat. Haha kok bisa mikir kayak gitu, kurang kerjaan banget.” Arlin hanya menggelengkan kepala heran.

Waktu itu dia menjalankan sholat malam, dan di hari itupun sangat melelahkan. Rasa kantuk yang sudah tidak bisa ditahan membuatnya tertidur di sofa ruang tamu. Jadi kemungkinan, Alfin menganggap bahwa dia menunggunya.

~~~~~

“Bi aku pamit dulu ya.”

Arlin menyalami Suti yang sedang membersihkan guci besar dengan kemoceng.

“Ah iya non, sebenarnya non nggak perlu kayak gini.” Suti benar-benar kaget mengetahui sifat asli Arlin yang sangat menjujung tinggi nilai kesopanan.

“Ah sebenarnya bibi nggak usah kayak gini. Guci kok di poles terus setiap hari, aku yang ngeliat aja capek lho bi.”

“Haha, bercanda bi. Udah ah, mau berangkat dulu, Assalamualaikum.”

Suti tersenyum melihat tingkah nona muda sama seperti remaja seumurnya. Karena dia tahu, nona mudanya itu mampu menempatkan sifat yang tepat dengan situasi dan kondisi.

“Waalaikumsalam.”

“Mang aku berangkat dulu, mang, mamang?”
Arlin mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru taman, tapi sayang sosok Mamang yan dia cari tidak ada.

“IYA NON BERANGKAT AJA! TANGAN MAMANG KOTOR!!”

Arlin mendongak melihat mamang yang sedang mengecat tembok rumah, dan tersenyum melihat mamang yang melambaikan tangan kepadanya.

“ASSALAMUALAIKUM….” Mau tidak mau, Arlin juga harus beteriak menanggapi Mamang Yatno.

“WAALAIKUMSALAM…”

Arlin berdoa agar semuanya berjalan dengan lancar, baik kehidupannya maupun karirnya. Arlin mulai membuka usaha restoran rumahan 4 bulan yang lalu dengan modal uangnya sendiri ditambah 30% dari Alfin. Sebenarnya dia sudah menolak, tetapi karena cowok itu gengsinya tinggi dia tetap bersikukuh memasukkan modalnya.

l'm FineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang