Happy reading dan selamat menjalankan ibadah puasa
~~~~~
BLACKPINK - Love to Hate Me
~~~~~
"Negatif day negatif night, sayang kau membuang waktumu hanya untuk mencelaku saja. Sorry no drama in my life."
~~~~~
Tidak ada kisah cinta yang sempurna, tidak ada pertemuan selamanya. Siapa yang bisa menebak masa depan? Tidak ada.
Semua yang sudah digariskan Tuhan tidak bisa dirubah apalagi di belokkan, jika memang sudah takdir manusia bisa apa?
Seperti halnya Alfin. Alam dengan mudah membolak-balikkan kehidupan. Hari terus berganti menjadi minggu, minggu berganti bulan, dan bulan berganti tahun. Sudah 2 tahun sejak tragedi kecelakaan Arlin yang membuatnya seperti orang gila.
"Aku terlalu keras kepada anak-anak?"
Arlin tersenyum menanggapi suaminya, tangannya mengelus lengan Alfin yang memeluknya dari belakang. "Enggak, cuma nadanya agak diturunin ya," ucap Arlin.
Matanya kembali fokus ke arah 3 anak yang saling bermain dengan riang, tidak lebih tepatnya 2 anak yang bermain, karena yang tertua hanya diam dan sesekali mengimbangi adiknya. Arlin menarik tangan Alfin agar duduk di sebelahnya.
"Abang kayak Kakak banget."
Alfin menaikkan satu alisnya, tidak lama setelah itu senyuman kecil terbit dari bibirnya. Cetakan asli Alfin turun kepada ketiga anaknya, sedangkan Arlin hanya mendapat jatah warna kulit.
Anak tertua mereka, Ardefan Daniel Barack benar-benar mirip Alfin dari atas hingga bawah, jika mereka berjalan bersama akan terlihat seperti kloningan. Arlin sempat marah dan mendiami Alfin kurang lebih seminggu karena gen Alfin sangat kuat.
Sedangkan anak kedua dan ketiga mereka kembar. Ardelan Daniel Barack dan Ardekan Daniel Barack mempunyai kesamaan dengan dirinya yaitu menyukai makanan pedas, ingat hanya itu. Terkadang Arlin dibuat pusing oleh itu.
"Bunda mau mandi." Arlin menganggukkan kepala mendengar anak bungsunya, dia memang terlihat paling menggemaskan diantara lainnya.
"Kenapa nggak nunggu Abang sama Kakak?"
Ardekan menggeleng. "Im so smelly Bun, I will go to bathroom right now..."
Kecerdasan Arlin menurun kepada ketiga anaknya, hingga terkadang dia dibuat ternganga. Materi yang belum diberikan dari sekolah sudah mereka pelajari sendiri, tidak heran jika mereka selalu mendapatkan nilai bagus.
"Aku ikut!" Ardelan berteriak menghampiri sang adik, dibelakangnya terlihat sang kakak hanya jalan dalam diam.
"Mandi sama Ayah ya?"
Arlin akan mengubah nama panggilan di depan anak-anaknya, sedangkan Alfin mengangguk menyetujui perkataan Arlin. Mereka bertiga berjalan meninggalkan Arlin dan Ardefan.
"Abang nggak mandi?" tanya Arlin lembut dengan mengusap peluh yang berada di dahi anaknya.
Terlihat Ardefan menggeleng. "Abang bisa mandi sendiri. Ayo masuk Bunda, diluar dingin."
Arlin menghela nafas pelan melihat Ardefan. Jangan sampai anak sulungnya itu mengidap penyakit dingin seperti ayahnya.
Waktu berjalan dengan cepat, hingga kini mereka tengah makan malam dengan hangat. Sesekali Ardekan akan bercerita tentang sekolah dan teman-temannya, sedangkan Ardelan membantahnya. Alfin dan Ardefan mengangguk dan tersenyum kecil, Arlin yang akan melerai saudara kembar itu jika mulai bertengkar.
"Abang sekolahnya gimana?"
"Baik Bun."
"Masakan Bunda enak nggak?"
"Enak."
"Temen Abang banyak?"
"Banyak."
Baiklah, Arlin sudah mulai kehilangan kata-kata. Ardefan ini memang berbeda dengan adik-adiknya, bisa dibilang dia introvet. Di saat anak seusianya bermain, dia akan berada di kamar untuk belajar.
"Emh yaudah tidur yuk."
Ardefan hanya mengangguk dan mengikuti ibunya dari belakang.
"ABANG AYOK SINI TIDUR BARENG!"
Teriakan sang bungsu membuat Arlin dan Ardefan membelokkan langkahnya ke arah kamar utama. Disana sudah tergeletak anak beserta suaminya di ranjang kingsize.
"Tidur bareng?" tanya Arlin.
"Iya Bunda, ayok Abang sini-sini."
Ardekan menarik tangan ibu dan kakaknya dengan kuat membuat Arlin menggelengkan kepala.
Keluarga kecil itu berakhir tidur saling berpelukan satu sama lain. Senantiasa Alfin menatap anaknya dengan pandangan sulit di artikan membuat Arlin memutar matanya jengah."Jaga tatapanmu Kak," ucap Arlin dengan membenarkan letak kepala Ardelan yang mencari kehangatan di dadanya.
Sedangkan Alfin menghembuskan nafas kasar. Melihat posisi anaknya yang memeluk Arlin membuatnya merasa tidak rela. Hei, ini bahkan anaknya! Alfin berbaring miring dengan mendekap Ardekan, sedangkan Arlin ditempeli oleh Ardefan yang menyembunyikan wajah di leher Arlin dan Ardelan yang menyembunyikan wajah di dada Arlin.
"Darah dagingmu lho ini."
Alfin tidak menyahuti Arlin. Dirinya memeluk sang anak untuk meredakan rasa cemburu yang hinggap. Kenapa anak-anaknya menyukai tempat kesukaannya?
Melihat Alfin yang meringkuk memeluk Ardekan membuat Arlin tersenyum. Siapa sangka di umur ke 24 tahun dia sudah mempunyai 3 anak? Salah, lebih tepatnya 4 beserta suaminya.
Arlin hanya berharap diberi hidup aman dan damai seperti ini dengan keluarga kecilnya. Arlin juga berharap dapat merubah sedikit demi sedikit sikap Alfin yang menurun kepada Ardefan, sungguh sangat merugikan memiliki sifat pendiam seperti itu.
Arlin kembali tersenyum mengingat Ardefan mengucapkan kata sayang sebelum tidur, walaupun hanya dia yang dapat mendengarnya.
"Jangan lupa besok jatahku."
Ucapan Alfin membuatnya mendengus dengan kesal. Memang pria hanya mau enaknya aja!
.
.
.Assalamualaikum semuanya!!
Alhamdullilah selesai work pertama aku di dunia oren ini. Yuhuu nggak yangka banget bisa namatin cerita gabut ini. Huhuhuhuhu
Terimakasih buat kalian yang dari awal sampai akhir udah berjuang bersama author di sini. Sumpah seneng banget kalo karya author mendapat respon yang baik.
Sampai jumpa semuanya, stay safe semuanya. Yok bisa yok sama pandemi ini, ingat dilawan bukan pasrah. Indonesia negara berjuang bukan negara pecundang!! 🇲🇨
Oh iya author minta doanya ya biar banjir di daerahku cepat surut 🥺👉👈
NGAWI 3 MEI 2021
TERTANDA ANAK KELAS 11 SMK YANG MASIH BUTA AKAN CINTA 💚
KAMU SEDANG MEMBACA
l'm Fine
ChickLitKisah Arlinda Putri Bagaskara yang hidup bersama laki-laki gila. Kehidupan yang sebelumnya sudah susah semakin susah karena laki-laki itu. Semua karena neneknya yang menjodohkannya dengan anak pengusaha kaya. Ambisi untuk meneruskan kebiasaan turu...