12∆ Who Dis?

1.3K 177 3
                                    

SECRET NUMBER - Who Dis

"Perubahan memang tidak menjamin keberhasilan. Tapi tidak ada keberhasilan tanpa adanya perubahan"

~~~~~

Turnamen yang di tunggu-tunggu akhirnya tiba. Lebih dari 13 sekolah SMA/SMK berkumpul di SMA Brawijaya, mereka mengeluarkan pemain terbaiknya dan siswa/siswi terpintar dari sekolahannya untuk mendapatkan uang yang cukup besar ini.

Arlin sendiri telah menyelesaikan bagiannya. Semua orang disana cukup terkejut dengan kemampuannya. Bukan karena apa, dialah satu-satunya peserta dari SMK.

Pola pikir masyarakat sekarang masih kuno, mereka melihat dari luarnya saja. Terbukti saat nama Arlin dipanggil beserta nama sekolahnya, para peserta dan dewan juri mencibirnya.

"Dia bisa?"

"Yakin nih? Pulang aja deh."

"Ck malu-maluin."

Dan masih banyak lagi cibiran yand diterimanya, tapi Arlin adalah Arlin. Siapa orang yang merendahkannya, dialah orang orang yan akan ia rendahkan dengan prestasinya.

Dari sesi pertama, Arlin mampu menjawab 96 dari 100 pertanyaan yang diberikan. Bisikan mulai terdengar. Lima orang peringkat bawah tersingkirkan, sesi kedua Arlin mampu menjawa 49 dari 50 pertanyaan. Orang orang mulai memandangnya dengan kagum, lima orang peringkat terbawah juga disingkirkan.

Dan puncaknya pada pertanyaan jawab langsung. Hanya 3 orang yang mampu sampai final ini. Arlin mengacungkan tangannya dengan cepat setelah juri membacakan pertanyannya. Orang-orang disana dibuat kagum oleh kemampuannya, bahkan peserta yang berada di sampingnya terperangah oleh kemampuannya. Semua pertanyaan umum, entah itu Sejarah, Matematika, Biologi dan sebaginya.

"Jelaskan apa yang dimaksud dengan kritik intern dan kritik ekstern ketika akan melakukan verifikasi dalam penelitian sejarah!"

"Arlin SMK Cahaya." Arlin mengangkat tangannya kembali.

Semua orang terperangah. Sudah 10, perlu di garis bawahi bahwa Arlin telah menjawab 9 pertanyaan sebelumnya dan itu benar semua. Sebenarnya Arlin telah memberi kesempatan kepada peserta lainnya, namun tidak ada yang mampu menjawabnya.

Arlin membenarkan letak kaca matanya sebentar.

"Kritik intern dilakukan untuk membuktikkan bahwa suatu sumber sejarah dapat dipercaya, credible atau diandalkan reliable. Sedangkan kritik ekstern dilakukan untuk memastikan bahwa sumber tersebut asli, bukan tiruan, dan masih utuh."

"Benar."

Prook prook

Tepukan tangan datang dari seluruh orang yang berada di aula tersebut. Semua orang dibuat kagum. Tidak terkecuali 6 siswa di sudut aula, mereka menggeleng-gelengkan kepalanya kagum. Bahkan salah satu dari mereka membuka muutnya tidak percaya.

Arlin hanya tersenyum tipis dan membungkukkan badannya mengucapkan terimakasih. Arlin bangkit dari duduknya dan berjalan menuju altar untuk menerima piagam beserta piala.

"Nak Arlin."

Arlin menolehkan kepala mencari siapa seseorang yang memanggil namanya. "Ya?"
"Saya dosen di Universitas Indonesia," wanita tu menyerahkan kartu nama kepada Arlin.

"Kalau kamu ada minat masuk di sana hubungi saya, soal biaya tidak perlu khawatir."

Arlin hanya tersenyum tipis dan menerima kartu nama wanita itu. Arlin berjalan dan meninggalkan aula, dia berhenti saat menemukan tong sampah di sampingnya.

Dia melirik ke sekitar, memastikan tidak ada orang yang melihatnya. Arlin menghela nafas pelan, dia tersenyum dan merobek kartu nama tersebut menjadi 4 bagian. Dia berjalan dengan senyum manisnya.

Tidak lama setelah itu, seorang pemuda mengambil sobekan kertas yang dibuang perempuan di depannya. Dia mengerutkan keningya bingung, kenapa menolak kesempatan berharga ini?

Suara teriakan memekakkan telinga datang bersahut-sahutan dari kedua belah kubu penonton. Keduanya sama-sama kuat, tidak ada yang ingin mengalah. Chaca meremas handuk yang berada di tangannya gemas. Poin saling kejar mengejar dan permainan akan selesai 10 menit lagi.

"Menang Cha?"

Tepukan di bahunya mengalihkan pandangan Chaca, dia menoleh dan menemukan Arlin berdiri di sampingnya dengan membawa 2 botol air minum.

"Eh Lin, juara 3. Lo gimana?" tanya Chaca kepo. Arlin tersenyum dan mengangguk.

"Alhamdulillah."

"Wahhh, the best pokok. The one and only." Chaca memeluk sahabatnya erat, memang Arlin belum ada yang mengalahkan sejauh ini. "Chukkae!!!!"

"Nde gamsahamnida eoonie." Arlin membalas pelukan Chaca sebentar dan menanyakan siapakah pemenang pertandingan bola basket ini.

"Imbang, Gue dag dig dari tadi."

Arlin hanya mengangguk dan duduk di sebelah Chaca. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru lapangan. Sekolah ini memang luas dan bersih, tapi sayang hanya para muridnya yang kurang disiplin.

Jika para siswa-siswi disini bisa tertip, mungkin nama sekolah ini tidak akan jelek. Bukan rahasia umum lagi jika SMA Brawijaya dapat masuk kedalam sepuluh sekolah terpopuler di ibu kota. Semua murid disini adalah anak dari pengusaha, pejabat, jendral, bahkan ada rumor jika anak menteri juga di sini.

Pertandingan berjalan dengan tenang, namun sayang SMK Cahaya harus menerima kekalahan kali ini.

"Kak Alfinnnn......"

Hampir semua siswi berlari menuju arah tribun utara dengan berteriak.

Arlin menutup telinganya yang berbalut hijab putih mendengar teriakan cewek di sampingnya dengan jari menunjuk ke arah segerombolan pemuda di sudut lapangan. Tidak lama setelah itu teriakan lain datang dari belakang, depan dan sampingnya secara bersahut-sahutan.

"WOOOIII NGGAK SOPAN!" Chaca berteriak dengan keras.

"Ada apa sih?" Arlin bertanya kepada Chaca, yang ditanya tidak tahu dan mengangkat bahunya acuh. Setelah itu Chaca berdiri untuk melihat siapa orang yang telah membuat heboh satu tribun.

Karena tidak mendapat tanda-tanda dari Chaca, Arlin bertanya kepada cowok yang duduk diatasnya.

"Maaf, disana ada apa sih?"

Cowok itu melirik Arlin sebentar. "Oh itu. Si Alfin."

"Alfin?" Arlin mengerutkan dahinya bingung, nama Alfin banyak di dunia ini. "Siapa Alfin?"

"Elo nggak kenal siapa Alfin?" cowok itu bertanya dengan heboh. Arlin hanya menggeleng mendengar pertanyaan cowok di depannya ini.

"Waahhh, ternyata pesonanya Alfin nggak setenar yang gue kira." Dia mengambil tas ransel miliknya, "nanti Lo juga bakal kenal. Oke gue duluan, bye honey."

Cowok itu pergi meninggalkan Arlin dengan segudang pertanyaan. Tunggu, dia memanggilnya Honey?

"Arlin ayo pulang."

Arlin tersadar dari lamunannya. "Eh iya pak, udah selesai?"

Anak SMK Cahaya pulang dengan tenang, mereka tidak menghiraukan kehebohan di sudut utara sana. Tapi tidak bagi Chaca, dia masih memikirkan siapa cowok yang mampu membuat satu tribun heboh hanya dengan kedatangannya.

Sedangkan Arlin tidak ambil pusing siapa cowok itu, yang dia pikirkan adalah siapa calon suaminya nanti malam. Lulus SMK hanya hitungan bulan lagi, apakah dia mampu menjadi istri yang baik bagi suaminya. Tunggu, apakah suaminya itu pantas menjadi imam dan kepala keluarga? Bagaimana jika dia terpaut jauh dengan suaminya.

Om-om misal.

.
.
.

Assalamualaikum semua. Author sudah hafal semua member Seventen ot13, dan tambahan member Stray Kids ot8.

Uwuuuuu, seneng banget imnida.

9 Agustus 2020

l'm FineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang