11∆ Crazy

1.4K 179 0
                                    

TREASURE - GOING CRAZY

"Tidak perlu menampakan segala apa yang dirasa. Cukup taburkan tawa agar mereka ikut bahagia."

~~~~~~

Tidak ada orang tua yang tidak bahagia jika melihat anaknya bahagia, begitupun sebaliknya. Disaat kau terpuruk, orang tualah yang menjadi tempat pertamamu untuk mengadu keluh kesah mu. Namun disaat tidak ada satu diantara mereka yang menemanimu, ingatlah masih ada Allah untuk menjadi temanmu.

Jika tidak ada lagi bahu untuk bersandar, ingat masih ada lantai untuk sujud.

Dia, Arlin merasakan itu semua. Jika dia diberikan kesempatan untuk mengulang waktu, dia tidak akan datang ke perpisahan SMP dulu. Namun manusia hanya bisa merencanakan, dan Tuhan yang menentukan.

Arlin menyiram makam ibunya dengan sebotol air yang dibelinya di pinggir jalan. Setelah pergi jalan-jalan dengan Chaca, dia menyempatkan untuk mengunjungi sang ibunda tercinta. Sedangkan Chaca langsung pulang tidak bisa menemani Arlin ke makam karena pamannya di bawa ke rumah sakit.

"Bunda apa kabar? Bunda bahagia?" dia mengambil nafas pelan, "Adek udah berubah bun, minggu depan adek mau kesini."

Jika ada orang yang melihat Arlin berbicara sendiri, dia akan berpikir bahwa Arlin gila. Siapa cewek yang berbicara sendiri di pusaran makam ibunya? Jika bisa, Arlin ingin mempunyai kemampuan khusus untuk melihat seseorang yang berada di dunia lain.

Tapi apalah daya, dia tidak bisa.
Arlin tertawa sumbang. "Nggak nyangka bunda udah ninggalin kami tiga tahun. Ayah masih tidur sama piyama jahitan bunda, bahkan beberapa kali kakak pergokin ayah nangis sambil megang foto bunda sama ayah waktu di Mekkah."

"Waktu Arlin tanya kenapa ayah nangis, ayah cuma bilang dia kelilipan. Haha, semua orang rumah juga tau kalau kamar ayah sama bunda nggak ada debu sama sekali, karena semua tau kalau ayah alergi sama debu yang banyak. Ayah kurang pinter buat bohong kan bun?"

Arlin berdiri dan membereskan tas beserta botol miliknya, dia berdiri dan berjalan menjauh dari pekarangan makam. Sebelum pergi, dia berhenti.

"Nanti malam datang ke mimpi kakak ya bun, kakak kangen bunda."

Kepergian Arlin, diiringi dengan beberapa daun yang jatuh ke tanah.

****
"Woy Bagus, muka Lo lesu amat kayak zombie aja."

Bagus mendengus berjalan lurus dan mengabaikan Arya yang sedang mengajaknya bicara. Dia berada di markas besar anak Gladiator, suara berisik sangat terdengar jelas disini. Alkohol, rokok, dan berbagai makanan ringan tersedia di setiap sudut ruangan.

"Ora sopan!"

Para pemimpin tertinggi duduk melingkar dengan satu botol alkohol di tangannya masing-masing. Arya memandang Bagus dengan sebal, dia menengok ke samping dan menemukan Chiko yang baru saja duduk disampingnya.

"Kenapa tu anak?"

Chiko mengerutkan keningnya. "Siapa? Bagus?"

"Iye Rojali! Siapa lagi yang datang bareng Lo?!" Oke, suara Arya sudah mulai meninggi.

"Oh itu, dia malu."

Chiko menceritakan semua peristiwa yang terjadi di taman tadi sore. Dari Bagus yang mengaku-ngaku menjadi anak dari Diky Atmaja hingga Bagus yang di skakmat oleh anak Diky Atmaja yang sebenarnya. Arya dan Axel tidak berhenti tertawa, bahkan Axel tertawa hingga terjerembab ke belakang.

"Bukannya Diky Atmaja anaknya cewek semua?" Rendy menimpali dengan tenang.
Chiko menunjuk Rendy kemudian mengacungkan jempolnya tanda setuju. "Gue udah bilang Ren, gue udah bisik-bisik tetangga gitu ke Bagus. Dia yang keras kepala."

"Gue waktu itu pengen ceburin diri di kali Ciliwung rasanya. Punya sahabat dari kecil kok gini amat."

"Hahaha, gokil gokil. Kok bisa?" sekarang giliran Axel yang bertanya.

Chiko menyelesaikan kunyahan dan mengangkat kedua bahunya tidak tahu. "Tadi cuma duduk biasa di bangku taman, terus tuh anak langsung berdiri samperin dua cewek yang duduknya di seberang."

"Katanya sih dia kenal." Lanjutnya.

Alfin yang sedari tadi hanya diam, akhirnya ikut menyimak pembicaraan ini. Bagus mengenal cewek? Dia di dekati cewek saja tidak pernah, bagaimana bisa dia mengenal cewek?

"Pakai kerudung?"

Pertanyaan itu meluncur mulus dari bibir Alfin, suara berat miliknya membuat semua orang memandang Alfin dengan terkejut. Tidak biasanya Alfin ikut berkomentar pada pembicaraan yang tidak berguna ini.

"Iya. Dua-duanya cantik, yang satu cerewet dan yang satunya pendiem gitu. Tapi sekalinya senyum. Beeeuuuhh, cantik bingitzzz." Ucap Chiko dengan kedua tangannya di tangkupkan ke pipi, dia sangat mengaguminya.

Benar dugaannya. Hanya satu cewek berhijab yang dikenali oleh Bagus, dan itu adalah angel-nya.

"Jangan banyak-banyak Chik."

Chiko hanya mengannguk mengiyakan Alfin, dia kembali menuangkan vodka itu ke dalam cangkir.

Mereka kembali menenggak minuman terlarang itu, dari semua yang ada Alfin adalah yang paling banyak minum. Semua anak Gladiator juga dibuat heran oleh pemimpinnya itu, dia seperti diciptakan sebagai raja minum. Terbukti sudah dua botol penuh habis ditangan Alfin, ajaibnya dia masih sadar dan memainkan ponsel miliknya.

Rendy menoyor kepala Chiko hingga tersungkur menabrak lengan sofa, sebelumnya kepala Chiko bersender di bahunya. "Anaknya mamah Tika baru tiga gelas aja udah tepar."

"Hahaha, kamu cantik sayang." Chiko menciumi badan sofa yang berada di depannya.

Rendy terkekeh pelan, sedangkan Arya menunjukkan ekspresi ingin muntah.

"Waahhh gila ini orang."

Getaran ponselnya membuat Alfin mendengus. Mau tidak mau dia harus keluar sebentar untuk mengangkat telepon dari ayahnya.

"Ada apa pah."

"Kamu dimana?! Pulang sekarang!" terdengar jelas bahwa suara seseorang di seberang sana begitu begitu marah.

Alfin mematikan sambungan telepon secara sepihak. Dia bergegas pulang, bukan karena apa. Dia hanya bosan setiap hari bertengkar dengan ayahnya.

*****
Dia hanya duduk diam mendengarkan perkataan sang ayah- Dika. Disampingnya sang bunda terus menggenggam erat tangannya mengontrol emosi yang akan meledak.

"Seharusnya kamu sudah tahu, kamu sudah dewasa Alfin. Apa kamu tidak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah? Jawab ayah Alfin!"

Alfin mengangguk dan berehem sebentar.
"Masih muda pah, kayak papah nggak pernah muda aja."

"Papah nggak mau tahu, kamu papa jodohin!"

Alfin hanya menggelengkan kepalanya, dan melepas genggaman tangan sang ibu dengan perlahan. "Terserah."

Setelah mengatakan itu, Alfin berjalan menuju kamarnya yang berada di lantai dua meninggalkan ayahnya yang terus memanggil suaranya.

"Alfin! Alfin!"

"Sudah pah, Alfin pasti mau kok. Kamu juga terlalu keras mendidiknya." Sang istri mencoba menenangkan suaminya.

"Lagi pula yang ngurus perusahaan kan juga Alfin. Selagi dia tidak mempermalukan keluarganya tidak masalah kan?"

"Alkohol, rokok, balapan?"

Ibunda Alfin menghela nafas pelan.

"Mamah sedang berusaha. Papah masih ingat kata pepatah? Buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya."

Dika terdiam sebentar. Dia seperti tertampar kenangan masa lalu. Istrinya benar, buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya.

.
.
.
Assalamualaikum semua, stay safe yak
Draf 16 July 2020.

Happy Eid Adha semuanya.

Publish 7 Agustus 2020.

l'm FineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang