6th page

62 8 0
                                    

Aku masih tidak bisa melupakan surat dari Kenzo. Padahal ini sudah hari ketiga dan teman-temanku mulai mengendus hal yang tidak beres dariku.

Alan masih rajin mengunjungiku ke kelas, sesekali ikut berdiam diri di perpustakaan dan tentunya kini ia juga rajin mengantar jemputku juga mengajakku ehem pergi kencan.

Kini, satu sekolahan telah mengetahui hubunganku dengan Alan. Banyak yang tidak suka, tapi mereka hanya bisa diam. Bagaimanapun juga, ini Alan. Keputusannya adalah mutlak dan tidak ada satupun yang berani mengganggunya karena dia adalah si jenius yang disukai para guru, khususnya guru Kimia.

Teman-temanku sepertinya sudah tidak tahan melihat keadaanku yang terlihat salah. Maksudnya, mereka beberapa kali melihatku tidak fokus pada jam pelajaran yang terlihat bukan diriku sekali.

Jadi saat mereka main ke rumah, Angel bertanya padaku. "Kamu kenapa? Ada yang salah? Masalah Velly lagi? Dia mulai mengganggumu lagi? Atau Alan?"

Aku menggeleng pelan sebagai jawabannya. Dan saat itulah aku mulai menceritakan tentang surat dari Kenzo itu sekaligus memperlihatkan surat itu pada mereka berdua.

"Aku tidak tau kenapa sepucuk surat bisa mempengaruhiku sedalam ini. Maksudku, aku mencintainya. Tapi kukira, masa itu sudah lewat. Kini, aku hanya mencintai Alan. Jadi, kenapa aku harus memikirkan isi surat itu?"

Angel menganggukkan kepalanya beberapa kali. "Ya ampun. Jadi jomlo yang bebas dan tidak terikat romansa apapun ternyata bisa semenyenangkan ini."

Aku mendecakkan lidah pelan. Sabrina mulai menunjukkan mimik wajah seriusnya. Pertanda bahwa sesi tanya-jawab akan segera dimulai.

"Mana yang lebih kamu pikirkan? Ungkapan cintanya atau permintaan maafnya?"

Aku berpikir sejenak sebelum menjawab pertanyaannya Sabrina. "Aku ... tidak yakin. Tapi sepertinya, aku lebih memikirkan ungkapan cintanya. Maksudku, aku pikir selama ini cintaku hanya bertepuk sebelah tangan. Dan ini mengejutkanku saat ia bilang kalau dia juga mencintaiku. Kamu mengerti perasaan itu, 'kan?"

"Tidak, kami tidak mengerti karena kami tidak pernah berada di posisi kamu," sambar Angel begitu saja yang masih tetap memindai seisi surat.

Sabrina mendesah pelan. "Benar kata Angel. Tapi bukan berarti, kami tidak memahamimu."

"Oke, aku akan kasih kamu saran." Angel berseru pelan. Surat dari Kenzo telah tersimpan rapi di atas laci. "Saranku adalah, bersikaplah realistis! Kamu mengerti itu, 'kan? Saat ini, siapa yang selalu ada di dekat kamu? Kenzo? Bukan. Jadi, apa lagi yang kamu khawatirkan?"

Aku terdiam sejenak. Sabrina mengambil alih tempat Angel.

"Begini, Alenaku Sayang. Aku tau kamu pasti masih sulit untuk menerima ini semua. Aku paham itu. Tapi kamu punya pilihan lain untuk meletakkan Kenzo dan semua perasaan yang kamu punya di masa lalu. Lagipula, Kenzo sendiri yang menyerah pada perasaannya. Pada cintanya karena melihat sendiri peluangnya untuk mendapatkanmu yang hampir tidak ada. Jadi, mari kita letakkan semua perasaan yang kamu punya, yang dia punya di masa lalu dan jangan pernah lagi mengungkitnya. Oke?"

Aku menganggukkan kepalaku pelan saat Angel kembali berseru. "Ya ampun! Kenapa aku bisa punya teman yang perasa sekali seperti kamu?"

***

Sekolah bubar tepat pada jam tiga sore. Mulai hari ini, aku akan pulang sendiri. Tidak lagi diantar oleh Alan karena kelas atas yang sudah memulai bimbelnya untuk persiapan ujian nanti.

Alan kelihatan keberatan dengan itu. Dia bilang, masih ada waktu setengah jam sebelum jam bimbelnya dimulai. Tapi aku tidak mau memberatkannya. Aku tidak mau dia terlalu lelah hingga tidak bisa mengikuti bimbel dengan baik. Bagaimanapun, akademik tetap yang nomor satu kan?

Namun, entah suatu berkah atau sebaliknya, aku berkesempatan untuk bertemu dengan Kak Velly dan seorang lelaki yang digosipkan sebagai 'kekasihnya'.

Aku terdiam sejenak. Penasaran dengan segala tindak tanduk mereka berdua.

Velly terlihat menatap lelaki lumpuh itu dengan pandangan tak suka. Beberapa kali mereka terlihat berdebat kecil. Terakhir, Kak Velly terlihat menempis cekalan sang pemuda dari tangannya sebelum melangkah menjauh.

Dan pada saat itulah, Kak Velly menyadari kehadiranku.

Kukira, ia akan membentakku, merasa marah karena aku mengusik privasinya. Namun kenyataannya, itu semua tidak terjadi.

Ia hanya menatapku sekilas sebelum melangkah masuk kembali ke gedung sekolah.

Aku mengalihkan tatapanku pada lelaki itu. Ia terlihat menatap kepergian Kak Velly dengan wajahnya yang sendu. Tapi tidak lama. Karena ia telah berbalik memasuki mobilnya dengan dibantu orang-orangnya.

Sebenarnya, apa yang tengah terjadi?

Antara hubunganku dengan Alan, Velly juga lelaki itu?

***

To Be Continued

Tragiko [SEASON 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang