14th page

115 27 0
                                    

Aku bertemu dengan Kenzo di taman sekolah esok paginya. Ia menampakkan senyum cerah begitu melihatku yang tengah menatapnya. Kemudian, ia melangkah mendekatiku.

"Hai," sapanya canggung. Aku menjawab sapaannya dengan canggung pula.

Mengingat mood-nya petang kemarin yang tidak bagus, aku jadi bingung harus bertingkah bagaimana?

Namun sepertinya, mood-nya telah kembali membaik. Maka aku pun mencoba untuk bersikap biasa-biasa saja.

"Sudah buka kado dariku?" tanyanya kemudian. Aku mengangguk.

"Aku tersentuh dengan kadomu. Dan aku menyukainya. Terima kasih banyak. Itu pasti merepotkanmu."

Ia menggeleng. "Tidak sama sekali. Syukurlah kalau kamu menyukainya. Aku sempat pesimis memikirkan kamu yang mungkin saja tidak akan menyukainya."

"Kenapa aku harus tidak suka?"

Ia menggaruk tengkuknya sambil meringis pelan. "Aku pikir, para gadis lebih menyukai boneka teddy besar atau mungkin coklat sebagai kado ulang tahun mereka. Tapi aku tidak ingin kado yang umum. Yang banyak dijumpai di sekitarmu. Aku menginginkan sesuatu yang istimewa. Maka, aku membuat sesuatu untukmu."

Aku terdiam. Jujur saja, perkataannya tadi sedikit menamparku karena kenyataannya, aku lebih menyukai coklat dari Alan. Namun, ia mungkin tidak tahu itu. Jadi dia tidak bermaksud untuk menyindirku.

Aku memilih untuk tak menjawab perkataannya tadi. Terlalu berbahaya. Salah menjawab sedikit, bisa-bisa aku atau dia yang akan sakit hati.

"Sana pergi ke kelas! Sebentar lagi bel masuk berbunyi."

"Pergi bersama?" tawarku. Ia menggeleng pelan.

"Sayangnya, aku harus bertemu dengan seseorang terlebih dahulu. Duluan saja!"

Aku mengangguk paham dan tanpa berkata apapun lagi, aku melangkah pergi menuju kelas.

***

"Siapa?" tanya Angel begitu aku mendudukkan diriku di kursi. Aku mengernyit. "Apanya?"

Sabrina dan Angel dengan kompak berdecak kesal.

"Orang yang memberikanmu coklat kemarin... Siapa?" desak Angel. Aku menjawabnya ringan.

"Alan."

Sesuai dengan apa yang kuperkirakan sebelumnya, mereka berdua terpekik kencang.

"Yang benar saja?! Kamu tidak bohong, 'kan?"

Aku menggeleng menjawab pertanyaan dari Angel.

"Lalu, Kenzo? Apa yang dia berikan?"

"Lampu tidur," jawabku pada Sabrina. "Lampu tidur yang istimewa karena itu buatannya sendiri," lanjutku.

"Mana yang lebih kamu suka? Kado dari Alan atau Kenzo?"

Aku membiarkan pertanyaan dari Angel menggantung selama beberapa saat. Jujur saja, aku bingung.

Di satu sisi, jelas aku menyukai kado dari Alan. Ia memberikanku pengalaman berharga tiada tara. Tapi di sisi lain, aku juga menyukai kado dari Kenzo. Kadonya yang tak biasa membuatku seperti gadis istimewa baginya.

Melihatku yang tak bisa menjawab, Sabrina mengelus pundakku pelan seakan memberikanku semangat. Kemudian ia berbisik, "Kamu tau? Aku dengar, Alan dan Kenzo akan bertemu di gedung olahraga indoor pagi ini. Beberapa orang yang melihat mereka berdua merasakan ketegangan yang terjadi. Kuharap, itu bukan karenamu."

Seketika aku terbelalak. Apalagi saat kuingat perkataan Kenzo tadi yang akan menemui seseorang.

Aku gusar. Takut terjadi hal buruk di antara mereka berdua. Bagaimana pun juga, aku tidak bisa menyingkirkan fakta bahwa Kenzo terlihat tidak suka dengan Alan. Itu terlihat jelas sekali sejak kemarin sore.

Dan tanpa menunggu waktu lama, aku bangkit dari kursiku dan berlari menuju lapangan indoor. Meninggalkan Sabrina dan Angel yang tampak tak mengerti dengan sikapku. Aku bahkan mengabaikan bel masuk yang telah berbunyi.

Aku hanya ingin memastikan mereka berdua baik-baik saja di lapangan indoor. Sudah hanya itu saja.

***

TBC

Ps. Aku lagi libur nih, sembilan hari karena seniornya lagi USBN. Doain semoga lancar update yaa hehe. Pencet dong ⭐ nyaa

Tragiko [SEASON 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang