Sepulang sekolah, Alan datang menghampiriku. Mengajak aku untuk pulang bersamanya. Aku menerima ajakannya.
"Kamu terlihat tidak baik. Sakit?" tanyanya. Aku menggeleng dari balik punggungnya. "Tidak. Aku baik-baik saja."
"Apa yang kamu pikirkan?" tanyanya lagi. Lagi-lagi, aku mengelak.
"Kamu tidak bisa membodohiku, Lena."
Aku terdiam. Menimbang-nimbang keputusanku. Akankah aku memberitahunya tentang apa yang tengah kupikirkan?
Sebelum aku memberikannya jawaban, ia telah lebih dulu menebak dengan benar. "Kenzo. Benar?"
"Yah? Ti-tidak!" seruku mengelak. Ia terkekeh pelan. Deru angin yang kencang nyatanya tak dapat menutupi suara tawanya.
"Bohong."
Yah, memang benar. Aku berbohong. Jadi, aku tak menjawabnya sama sekali.
"Aku juga tidak melihatnya dari tadi pagi--kalau kamu penasaran."
"Kalau begitu, kapan kamu terakhir kali melihatnya?" tanyaku. "Kemarin sore. Saat pulang sekolah."
Bohong.
Tapi aku tak membalas ucapannya. Berminat pun tidak.
Jadi sore itu, tidak banyak hal yang kita obrolkan. Sore itu, aku hanya ingin sampai di rumah cepat-cepat.
***
"Sudah dengar kabarnya?"
Tiba-tiba saja, Sabrina yang baru datang bertanya padaku dan Angel yang tengah menyalin tugas.
Boleh saja aku anak IPA. Tapi, menyalin tugas itu tindakan yang universal.
Belum sempat kami membalas pertanyaannya, Sabrina telah kembali berbicara. "Kenzo pindah sekolah!"
Aku tersentak kaget.
"Yang benar?!" seru Angel tak kalah kaget. Sabrina mengangguk dengan sungguh-sungguh.
"Aku bertanya pada temanku yang sekelas dengan Kenzo. Dan itu jawabannya," jelas Sabrina
"Bisa saja itu bohong!" seruku tak percaya. Sabrina menampakkan wajah sendunya.
"Kamu tau aku tak akan menyebarkan berita bohong. Kamu hanya berusaha mengelaknya."
Dan jawabannya itu menamparku seketika.
"Bagaimana dengan taruhannya?"
"Sudah jelas. Mau tidak mau, Alan yang memenangkan taruhan itu," jawab Sabrina.
"Taruhan yang sia-sia," ucap Angel berpendapat. "Tapi, benarkah Alan yang mengajukan taruhan itu?" tanyaku memastikan.
"Kamu masih tidak yakin?!" tanya Sabrina berseru. "Itu Alan! Alan yang mengajukan taruhan itu!"
Sabrina berdecak pelan.
"Aku baru memikirkannya kemarin. Aku pikir, memang benar Alan yang pertama mengajak karena taruhan pertamanya adalah basket. Olahraga yang paling dikuasai Alan. Bukan apa-apa, tapi melihat taruhan selanjutnya--tenis--yang merupakan keahlian Kenzo, aku jadi yakin bahwa Alan yang mengajukan taruhan itu.
"Dan aku semakin yakin saat mendengar kabar Kenzo pindah sekolah. Menurut kalian, kenapa Kenzo harus mengajukan taruhan itu jika ia akan segera pindah sekolah? Bukankah itu aneh?"
Mendengar teori dari Sabrina yang masuk akal, aku akhirnya percaya dan yakin. Salahku juga yang melupakan beberapa bagian penting dari percakapan mereka berdua di lapangan indoor tempo lalu.
Tiba-tiba, Angel mendesah keras penuh rasa frustasi. "Ah... Sayang sekali! Taruhan ini tidak seperti apa yang kukira."
***
PS: Double update!! Sstt aku cepet update kalo banyak yang vote ⭐
KAMU SEDANG MEMBACA
Tragiko [SEASON 2]
RomanceSeason 1 [FINISH] Season 2 [DISCONTINUED for some reasons] ••• Tragikó/adj causing or characterized by extreme distress or sorrow. ••• Mungkin seharusnya, kita tidak usah bertemu bila itu hanya menimbulkan luka yang bahkan hingga kini masih terasa...