Aku terdiam. Tepatnya, membeku dengan semua ucapannya. Satu pertanyaan terlintas dalam benak, "Bagaimana dia bisa tau?"
Aku sudah akan bertanya padanya, namun ia telah lebih dulu mengajakku pulang.
Aku menurut. Tak lama setelah aku membantunya membereskan peralatan, kami pulang bersama.
Di perjalanan, aku tak mampu menahan rasa penasaranku lagi. Maka, kuputuskan untuk bertanya.
Suaranya kalah oleh deru angin yang cukup kencang. Jadi aku bertanya lagi, "Apa?"
Ia mengurangi laju motor ninjanya. Saat itulah aku mampu mendengar jelas jawabannya.
"Aku tau apapun dari kamu, Le. Aku bahkan tau nama kamu biarpun kita tidak pernah saling memperkenalkan diri."
Mendengar jawabannya, membuatku ikut menyadari akan hal itu.
Benar juga. Kenapa aku bisa tidak menyadarinya?
"Bagaimana kamu bisa tau apapun dari diriku?"
"Aku memperhatikan kamu. Aku tertarik padamu lalu mulai mencari tau segalanya dari diri kamu. Lalu, aku tau apapun dari kamu."
"Sejauh apa kamu mengenalku?"
Dia terdiam sebentar. Aku menunggu jawabannya penuh rasa penasaran. Kemudian, ia bersuara.
"Sejauh aku tau bahwa kamu menyukai teman satu barak kamu dulu. Kenzo, 'kan?"
Aku tersentak pelan mendengar jawabannya. Lalu dengan tergagap, aku menyentaknya.
"I-itu ... I-itu tidak benar!"
Aku mendengar ia terkekeh pelan. "Tidak usah mengelak. Aku tau itu benar."
Dan tanpa mengatakan apapun lagi, aku membiarkan percakapan kami berhenti begitu saja.
***
Ia menghentikan motornya tepat di depan pagar rumahku. Aku lantas turun dari atas motornya lalu mengucap terima kasih.
"Terima kasih untuk coklatnya, eksperimennya juga terima kasih atas tumpangannya."
"Kembali kasih," balasnya dengan senyuman yang mampu menimbulkan lesung pipinya. Aku sedikit terpana melihat manis senyumannya.
Sekejap kemudian, ia memutar balik motornya dan menancap gas saat itu juga sambil membunyikan klaksonnya satu kali.
Hal itu kembali menarik diriku menuju kenyataan. Baru saja aku membuka pagar, aku dikagetkan dengan seseorang yang tengah duduk di kursi teras.
Aku menatapnya dengan pandangan bertanya. Ia yang telah menatapku lebih dulu kemudian melangkah mendekatiku.
"Kenapa baru pulang?" tanyanya dengan nada yang lembut. Aku sampai dibuat tidak fokus karena suaranya yang terlampau lembut itu.
Dengan tergagap, aku menjawab, "Ti-tidaak. Tadi ... Aku ada acara dulu."
"Dengan Alan?"
Aku tersentak pelan mendengar pertanyaannya. Bukan apa-apa. Hanya saja, aku mendengar sedikit nada kesal dibalik pertanyaannya. Entah itu hanya perasaanku saja, aku tidak mengerti.
Aku baru saja akan menjawabnya ketika ia kemudian mengubah topiknya. "Aku bawa sesuatu."
Lalu, ia kembali berbalik menuju teras rumahku. Aku mengikuti di belakangnya dengan rasa penasaran yang memuncak.
Ia mengubek isi tasnya dan berbalik menghadapku. Kini, ada sebuah kotak yang terbungkus kertas kado berwarna ungu yang menghalangi jarak antaraku dengan Kenzo.
Ia menggoyang-goyangkan bungkusan itu di hadapanku. Memberikanku kode untuk menerimanya.
Dengan masih diliputi rasa terkejut, aku mengambilnya.
"Jangan dibuka sekarang. Nanti saja, kalau kamu sudah ingin tidur."
Aku mengangguk. Kemudian, ia kembali berbalik dan mengambil jaketnya yang menggantung di sandaran kursi teras.
"Aku cuma mau kasih kamu itu aja. Aku pulang dulu," pamitnya.
Namun sebelum ia menghilang dari hadapanku, ia kembali berkata, "Selamat ulang tahun, Alen."
***
To Be Continued
PS: Karena real life yg lagi hectic bangettt aku mohon maaf karena gak bisa update secara teratur. Ini juga nyempetin nulis di tengah-tengah tugas yang numpuk. Yah biar gak stress banget lah.
Part ini masih satu scene kayak part kemaren. Kemaren gue lupa gak nyempilin Kenzo soalnya wkwk
Mohon dukungannya yaa wankawaaan!!
VOTE VOTE VOTE n COMMENT!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Tragiko [SEASON 2]
RomanceSeason 1 [FINISH] Season 2 [DISCONTINUED for some reasons] ••• Tragikó/adj causing or characterized by extreme distress or sorrow. ••• Mungkin seharusnya, kita tidak usah bertemu bila itu hanya menimbulkan luka yang bahkan hingga kini masih terasa...