Aku kembali melihat laki-laki lumpuh itu di sekolah. Kali ini saat jam istirahat. Laki-laki itu nampak tengah menunggu seseorang di bawah pohon rindang dekat kantin ditemani oleh orang-orangnya. Kutebak, ia mencari Kak Velly.
Sayangnya, Kak Velly tidak berada di sekitar sini. Seolah tahu akan kehadiran lelaki itu, Kak Velly mencoba menghindar.
Aku hanya menatap sedih lelaki itu dari depan kelasku di lantai dua. Kedua temanku yang baru saja keluar dari dalam kelas bertanya dan segera mengalihkan pandangannya mengikuti arah pandangku.
"Ya Tuhan, Ya Tuhan, Ya Tuhan! Itu ... Ituu ..." Angel berseru heboh. Aku menimpalinya seakan mengerti maksudnya. "Iya. Itu yang digosipin sama Kak Velly."
"Tau darimana? Aku belum kasih tau kamu seperti apa orangnya, kan?" sahut Angel lagi.
"Aku bertemu dengannya kemarin. Bersama Kak Velly di parkiran, sedang bertengkar," jelasku singkat.
"Jadi, dia betulan pacarnya Velly?" tanya Sabrina penasaran. Aku menggedikkan sebelah bahu.
"Mungkin."
Sesaat kemudian, kami dikejutkan oleh kehadiran Alan di samping lelaki berkursi roda itu. Keduanya nampak akrab, tapi masih ada batas tak kasat mata di antara mereka.
"Alan kenal dengan laki-laki itu?"
Pertanyaan Sabrina itu mewakili pertanyaan dariku dan Angel.
"Ini menarik. Kamu harus cari tau," lanjut Angel kepadaku.
"Maksudnya, aku harus tanya itu ke Alan?"
Kedua sahabatku itu menganggukkan kepala dengan kompak. "Mau tanya siapa lagi? Velly?"
Aku bergidik pelan. Tidak sudi.
"Tidak janji. Tapi, karena aku penasaran juga, nanti aku tanyakan."
"Hari ini, kalian pulang bersama?"
Aku menggeleng menjawab pertanyaan dari Sabrina. "Ada bimbel. Tapi, nanti malam kita akan keluar."
Sontak, keduanya berseru histeris padaku memperlihatkan rasa irinya.
"Jangan lupa! Tanyakan!"
***
Aku melirik Alan yang tengah sibuk dengan makan malamnya penuh pertimbangan. Seketika, rasa ragu menyergapku. Perlukah aku menanyakan hal seprivasi itu pada Alan?
Kalau Angel ada tepat di sampingku, ia pasti sudah menoyor kepalaku sambil menyebutku bodoh.
Cih! Padahal dia sendiri jomblo. Tapi sukanya menindas aku yang jelas-jelas satu derajat di atasnya. Tidak salah lagi, dia pasti iri padaku.
"Kenapa?" tanya Alan penasaran. Aku menggelengkan kepala.
"Masa? Kamu kayak mau ngomong sesuatu," lanjutnya lagi. Aku bergumam pelan, "Keliatan banget ya?"
"Tanyain aja. Aku pasti bakal jawab, kok!"
Dengan membulatkan tekad, aku akhirnya bertanya juga pada Alan. "Mm, pas jam istirahat tadi aku liat kamu ngobrol sama, mm..."
"Sama siapa? Alex?"
Aku mengernyitkan dahi, ragu. Karena pada dasarnya, aku tidak tahu siapa lelaki berkursi roda itu. Mau menyebut 'dengan lelaki lumpuh' saja rasanya tidak enak.
"Mung...kin? Dia laki-laki yang diam di dekat kantin, di bawah pohon rindang."
"Iya, itu Alex. Kenapa nanyain dia?"
Aku menelan salivaku susah payah. "Aku denger dia ada hubungan sama Kak Velly."
Alan berdengus pelan. Aku sempat heran dengan responnya itu.
"Aku emang terlalu tertutup sama kamu, ya?"
Aku diam saja, tak membalas.
"Dia kakakku."
"Ka-kak?"
"Kami kembar fraternal. Gak identik. Jadi banyak orang yang gak tau kalau kita kembar."
Aah, aku juga gak tau tentang itu. Jadi, hubungan kembar bersaudara ini dengan Kak Velly adalah .... Apa?
Melihat mimik wajahku yang masih merasa penasaran, Alan kembali bertanya. "Apa lagi yang kamu mau tau?"
Dalam hati, aku bertanya. 'Perlukah ia menanyakan hal itu?'
"Kamu bisa ceritain apa aja. Terserah kamu."
Jawaban yang paling aman. Alan terlihat menimbang-nimbang. Sepertinya ada banyak cerita yang tidak ia katakan padaku. Jadi ia bingung sendiri.
Apa menyimpan cerita itu menyenangkan?
"Banyak gosip yang beredar di sekolah kita. Katanya, Alex pacarnya Velly. Gosip itu ada karena sebelum Alex lumpuh, mereka berdua dekat. Jauh lebih dekat dibanding aku dengan Velly. Awalnya juga aku pikir mereka pacaran. Tapi mereka berdua kompak membantah tuduhanku.
"Sampai akhirnya, Alex divonis lumpuh karena sebuah tragedi mengenaskan. Alex mengundurkan diri dari sekolah dan memilih untuk ikut private school dan hubungan mereka berdua pun merenggang. Gak tau bagaimana awalnya, tapi Velly kemudian mendekatiku. Sampai orang-orang mengira kita dalam suatu hubungan before I confess to you."
Tanpa dapat dicegah, kedua pipiku memanas. Aku mencoba mengabaikannya, tapi Alan sepertinya menyadari itu.
Ia lantas mengusap sebelah pipiku pelan. Aku menatap ke arahnya yang tengah memandangku dengan lembut. "Aku ceritain kisah hidupku pelan-pelan, ya? Tapi kayaknya, gak ada yang penting untuk aku ceritain, deh! Kisah hidupku monoton, gak asik! Aku lebih suka kisah hidup aku bareng kamu seperti saat ini."
Ya ampun. Memang benar, ya? Jatuh cinta dengan laki-laki yang jago merayu itu ujian.
***
To Be Continued
Tipis-tipis sing penting yakin!
Btw, big thanks to chajunwolf yang sudah melancarkan dunia perhaluan saya lewat editannya. Brasa banget vibes anak SMA nya itu sehun yawlaa
KAMU SEDANG MEMBACA
Tragiko [SEASON 2]
RomanceSeason 1 [FINISH] Season 2 [DISCONTINUED for some reasons] ••• Tragikó/adj causing or characterized by extreme distress or sorrow. ••• Mungkin seharusnya, kita tidak usah bertemu bila itu hanya menimbulkan luka yang bahkan hingga kini masih terasa...