Diberitahukan kepada seluruh ketua murid kelas 10, 11 dan 12 untuk berkumpul di lobby. Sekian, terima kasih.
Tian, sang ketua murid kelas 11 IPA 1 langsung saja mendesah keras.
"Hei! Ada yang bisa gantikan aku tidak?!" serunya kemudian. Seluruh murid diam. Tidak ada salah seorang pun yang merespon.
Lagi-lagi, Tian mendesah kesal. "Hani!" panggilnya, "gantikan aku, tolong."
"Tidak mau! Aku malas," balas Hani cepat.
"Kamu, 'kan, wakil aku!"
"Tapi selagi ada kamu, aku tidak diperlukan. Sudah sana pergi!" balas Hani sewot. Tian tak menjawab. Dari mimik wajahnya, aku tau dia marah.
Melihat situasi yang semakin memanas ini, aku berinisiatif untuk menggantikan Tian.
Aku lantas bangkit dari tempat dudukku dan berseru, "Sudah. Aku aja. Dasar ketua dan wakil murid sialan."
Dan tanpa menantikan respon mereka semua, aku melangkah meninggalkan kelas.
Kelasku itu...
Aku berasal dari kelas 11 IPA 1. Seharusnya, menjadi kelas panutan. Tapi kenyataannya, tidak ada satu hal pun yang patut dicontoh dari kelasku.
Kelasku suka sekali berdebat--bila tidak mau disebut bertengkar. Seringnya, perdebatan antara Tian dan Hani. Aku bertaruh, semester depan, pasti mereka tidak akan mencalonkan diri menjadi perangkat kelas lagi. Terutama di bagian ketua dan wakil ketua murid.
"LENAAA!!!" seruan itu kemudian menghentikan langkahku. Aku berbalik dan kemudian mendapati Sabrina dan Angel yang tengah berlari mengejarku.
"Kereen!" puji Angel kemudian. "Kamu menampar mereka tepat di wajah." Sabrina menimpali
"Berhentilah! Aku hanya bilang kalau mereka sialan."
"Dan semua murid langsung heboh kemudian karena kata sialan darimu itu," ucap Sabrina.
"Kamu tau sendiri, selama ini, tidak ada yang berani bilang kalau mereka itu sialan," lanjut Angel. Aku memutar kedua bola mata.
"Aku tau. Dan aku muak karena itu. Jadi wajar saja bila tadi aku bilang mereka sialan. Mereka memang sialan," balasku acuh.
"Dan poin pentingnya adalah... KAMU SUKSES MEMBUAT MEREKA BERKOALISI UNTUK MENGHANCURKAN KAMU!!" seru Sabrina kemudian.
"Itu bagus?" tanyaku skeptis. Sabrina memutar kedua bola matanya jengah. "Kamu pikir saja sendiri!"
"Tapi tenang. Kamu punya kita dan satu anak kelas--kecuali Tian dan Hani. Mereka pasti dukung kamu!" Angel menyemangatiku sembari menepuk bahuku pelan.
"Hentikan... Apa yang salah dari kelas kita? Kenapa seperti ini?!" keluhku.
Sabrina dan Angel tertawa pelan. "Sudah... Nikmati saja. Nanti juga kamu akan merindukannya."
Aku menatap Angel tajam. "Tapi aku malas kalau seperti ini jadinya, Ngel."
"Sshtt. Hentikan! Kita hampir sampai di lobi. Jangan biarkan anak kelas lain tau masalah internal di kelas kita."
Seketika, aku dan Angel terdiam.
"Aah, itu Alan?!" pelik Angel tertahan. Aku mengikuti arah pandangnya dan menemukan Alan di sana. Sedang ikut berkumpul bersama ketua murid lainnya di lobi.
"Dia ketua murid?" tanyaku spontan. "Entah. Mungkin?" Sabrina menjawab dengan ragu.
"Apa-apaan kalian ini?! Penting sekali pertanyaannya! Aku sudah cukup senang hanya karena melihatnya seperti ini," seru Angel kesal.
Kami bertiga melangkah semakin mendekati lobi. Juga semakin mendekati Alan.
Tanpa diatur sebelumnya, kian lama langkah kaki kami kian melambat. Dan entah apa yang kulewatkan sebelumnya, Alan menegakkan wajahnya. Menatap kami bertiga--atau hanya aku--dan kemudian tersenyum.
Tanpa Alan ketahui, ia telah membuat Angel meremas sebelah tanganku kuat-kuat.
***
To Be Continued
PS: Selamat hari Rabuuu!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Tragiko [SEASON 2]
RomanceSeason 1 [FINISH] Season 2 [DISCONTINUED for some reasons] ••• Tragikó/adj causing or characterized by extreme distress or sorrow. ••• Mungkin seharusnya, kita tidak usah bertemu bila itu hanya menimbulkan luka yang bahkan hingga kini masih terasa...