Aku sedang makan sendirian di kantin saat ini karena kedua temanku tengah mengikuti ulangan perbaikan kimia.
Memalukan sekali! Kimia itu pelajaran yang sangat gampang! Tapi mereka malah dapat nilai tiga!
Selagi aku asyik memakan mie bakso ku, seseorang datang dan duduk di seberang. Aku tak menghiraukannya. Tapi karena penasaran, aku memilih untuk mendongakkan kepalaku dan terkejut begitu melihatnya.
"Hai!" sapanya. Aku tersenyum simpul. "Aku duduk di sini, boleh? Kosong, 'kan?" Aku tak mampu menjawab pertanyaan darinya. Yang bisa kulakukan hanya mengangguk pelan.
Dia kemudian mulai memakan mie gorengnya. Awalnya, aku ingin melanjutkan makanku. Tapi, aku merasa canggung. Dan kemudian, Alan menatapku.
"Kenapa? Ayo, dimakan!" serunya yang membuatku tak punya pilihan lain selain menurutinya.
"Mana temen-temen kamu?" tanyanya kemudian. "Mm, lagi perbaikan kimia," jawabku canggung.
"Kamu enggak ikut perbaikan?" Aku menggeleng.
"Wah, keren! Aku dengar, anak angkatan kamu kena remedialan kimia semua. Ternyata, cuma kamu yang enggak." Tanpa sadar, ia tengah memujiku. Aku menyelipkan rambutku ke telinga. Salah tingkah.
"Biasa saja."
"Kamu suka pelajarannya? Soalnya, kalau suka pasti gak bakal kena remed. Biasanya, yang gak suka pelajaran itu yang di remed." Aku mengangguk membenarkan.
"Aku memang suka Kimia sejak tahun pertama."
"Wah, serius?!" Kedua bola matanya terlihat berbinar. "Aku juga suka kimia! Suka eksperimen?"
Aku menggeleng pelan. Malu. "Yah, sayang..." Wajahnya berubah sendu, tapi kemudian ia ceria kembali.
"Ayo kita eksperimen bersama! Mau, 'kan?" ajaknya. Aku terdiam sebentar.
"Mau, 'kan?" tanyanya lagi dengan penuh harap.
Aku ingin menolaknya. Aku tau pasti akan secanggung apa nantinya bila aku menerima ajakannya. Baru makan di meja yang sama seperti saat ini saja aku sudah sangat canggung. Apalagi saat bereksperimen bersama?
Lagipula, bereksperimen itu membutuhkan kekompakan dan kerja tim yang bagus.
Ah, aku menyerah bila harus bereksperimen dengan Alan. Aku tidak yakin akan menjadi rekan tim yang bagus untuk Alan.
"Ayo, dong! Eksperimen itu seru! Kalau menolaknya, kamu akan menyesal nanti," ujarnya merayuku.
Dan setelah berpikir panjang, aku kemudian menganggukkan kepalaku pelan. Ia tersenyum senang.
"Kapan?" tanyaku. Ia tampak berpikir sejenak. "Aku belum bisa memastikan. Jadi, boleh minta nomor kamu? Aku akan kasih tau kamu nanti lewat Whatsapp."
Dan kemudian, aku memberikan nomor ponselku kepadanya. Semudah itu.
Ponselku lantas berdering. "Itu nomorku. Simpan!"
Aku segera menambahkan nomornya ke dalam kontakku.
"Jangan pakai 'kak'! Alan saja. Anggap aku ini teman kamu," pintanya setelah ia mengintip layar ponselku.
"Memang, kita ini teman?" tanyaku spontan. Ia mengangguk cepat. "Aku tidak pernah bereksperimen bersama orang asing sebelumnya. Jadi, kita ini teman."
Jawabannya itu membuatku tersipu, entah mengapa. Tanpa protes lagi, aku menyimpan nomornya hanya dengan nama. Alan.
"Oke, Le. See you soon!"
Dan tanpa menghabiskan mie gorengnya, Alan berlalu begitu saja. Kemudian aku tersadar, dia memanggilku dengan cara yang berbeda.
***
To Be Continued
Ps: Hei SantiNurlaela1 ini part yang kamu tunggu dari lama!
Pss: Aku merasa, kualitas tulisan aku menurun😓
Psss: Ayo mampir ke reinhood dan temui Ryan di sana!
KAMU SEDANG MEMBACA
Tragiko [SEASON 2]
RomanceSeason 1 [FINISH] Season 2 [DISCONTINUED for some reasons] ••• Tragikó/adj causing or characterized by extreme distress or sorrow. ••• Mungkin seharusnya, kita tidak usah bertemu bila itu hanya menimbulkan luka yang bahkan hingga kini masih terasa...