🌻Epilog🌻

5.8K 215 2
                                    

Sebelum nya, Makasih buat kalian yang setia sama Raina. Aku selaku author mengucap terimakasih banyak buat readers dan siders cause tanpa kalian aku ga ada apa apanya:)
Sekali lagi makasih
Sehat selalu ya kalian.

•••••••

Gelap nya langit serta tetesan hujan bisa dikatakan mirip dengan apa yang tengah lelaki ini rasakan di hatinya. Bukan sejuk, tetapi badai yang mendera.

Gara selalu merapalkan doa, meminta pada Tuhan nya. Jika memang bisa, ambil saja nyawa Gara jangan Raina. Raina terlalu berarti di hidup ini, Raina sangat dibutuhkan di dunia ini, mengapa Tuhan malah memanggil Raina, bukan Gara yang tak ada guna nya di dunia ini?

Berjalan dengan lemas nya menuju brankar yang di atas nya terdapat tubuh istri nya.
Beralih ke suster yang ada tak jauh dari Raina, Gara terlebih dahulu menghampiri suster yang tengah menggendong salah satu bayi yang masih memerah.

"Selamat tuan, anak anda dua dua nya laki laki. Dan kami turut berduka cita atas kepergian ibu nya." Gara diam, tangan nya mengusap usap pipi bayi nya dengan begitu hati hati. Jika dilihat seperti ini, banyak sekali kemiripan bayi nya dengan Gara. Dari mata, hidung dan alis. Hanya bibir yang di wariskan Raina.

"Welcome baby," bisik nya seraya tersenyum namun tak urung air matanya juga jatuh.

Beralih kembali pada wanita yang dicintai nya.

"Bangun, yuk." ajak nya dengan suara yang bergetar.

"Kamu, kan, belum lihat bayi kita, sayang." meski ditahan, air matanya kembali jatuh mengenai pipi Raina.

"Aku gak bisa ditinggal gini, siapa yang jadi ibu untuk bayi kita? Sayang, bangun." suara yang lembut persis seperti saat Gara membangunkan Raina setiap pagi. Sangat penuh akan cinta.

"Bangun, kita masih butuh kamu." menyingkirkan poni Raina dan menampakkan kening halus nya, Gara mengecupnya selama beberapa detik masih dengan tangisan nya.

Suara tangisan bayi terdengar bersahutan, Gara melepaskan kecupan nya dan menoleh miris pada kedua anak nya.

"Tolong bawa kesini, sus." suster tersebut memberikan nya satu persatu bayi nya.

Gara meletakkan satu bayi kecil nya di samping tubuh Raina dan satu lagi ia gendong dengan sangat hati hati.

"Kamu denger gak? Tuh, mereka butuh kamu juga, sayang. Aku mohon bangun, ya?" tak peduli Gara dengan tatapan prihatin dari keluarga nya yang melihat nya. Gila? Terserah mau dibilang apa. Raina adalah separuh nyawa nya. Tak salah kan ia berbuat seperti ini?

Hening, namun tangisan bayi masih terdengar kencang. Tidak, tak hanya bayi. Suara isakan tangis Gara terdengar sangat menyedihkan. Ia menunduk, membiarkan air matanya tumpah sebanyak mungkin.

"Aku... Aku gak bisa urus mereka tanpa kamu," lirih nya membuat siapapun yang mendengarnya merasakan keperihan di hati masing masing.

"Kamu pernah bilang sama aku, kalo kamu mau ngerasain gendong bayi kita, kamu pernah bilang sama aku kalo kamuau ngerasain rasanya menyusui bayi kita. Dan sekarang mereka yang mau ngerasain sentuhan dari ibu nya. Tolong bangun,"

Tit. Tit. Tit.

Alat pendeteksi detak jantung berbunyi, bukan hanya Gara, tapi semua nya sangat terkejut.

"Pasang kembali alat alat nya, sekarang!" perintah dokter perempuan tersebut langsung ditangani dengan cepat oleh suster suster nya. Gara diminta menyingkir sebentar bersama kedua bayi nya.

RAINA [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang