Chapter 49🔓

34 7 2
                                    

Happy reading ^^

🕊️🕊️🕊️

Seorang perempuan cantik yang masih belia, memandang sendu ke satu titik. Foto yang dilapisi dengan bingkai elegan tersebut, hanya membuatnya merasakan sakit. Sakit karena kehilangan banyak hal. Sosok itu merupakan segala-galanya. Sumber dari kebahagiaannya.

Beberapa waktu lalu, sumber kebahagiaannya telah direnggut. Di depan matanya sendiri. Sisi polosnya harus bertranformasi menjadi sisi licik. Tak banyak yang tahu. Tapi, dirinya suka dengan cara yang kini dimainkan.

Hati yang sakit, membuat air mata lolos dan melukis wajah ayunya.

"Aku merindukanmu, Ma."

🕊️🕊️🕊️

"Kamu kabur dari rumah?"

Yang ditanya merotasikan bola matanya. "Menurut Diana Sheramita bagaimana?" Jengah Cindy.

Dian tersenyum kecil. Ia tahu, kalau Cindy ingin menginap dan menemaninya. Menemani dirinya yang kesepian, jika berada di rumah. Kehilangan sosok eomma untuk selamanya, dan sang appa yang lebih banyak bekerja di luar negeri. Jelas kesepian, bukan?

Sentuhan di pundaknya membuyarkan memori-memori tersebut. Dian bisa lihat Cindy yang tersenyum hangat.

"Yuk, masuk." Dian mempersilahkan.

Dua gadis remaja yang beranjak dewasa itu saling merangkul, berbagi kekuatan. Karena, menuju fase dewasa tidaklah mudah.

🕊️🕊️🕊️

[Play mulmed di atas ya ^^]

Cahaya putih turun dan menyilaukan salah satu gadis yang tengah tertidur. Membuat terusik dan membuka kedua matanya.

Sepertinya, netra matanya salah menangkap.

Apa itu Cindy?

Dian langsung mengecek sebelah sisi kasurnya. Terdapat Cindy yang tengah tertidur pulas. Aneh, mengapa Cindy tak terusik akan hadirnya cahaya putih tersebut?

Tunggu.

Kalau Cindy masih terlelap, yang berdiri beberapa jarak darinya itu siapa?

"Dian?" Panggil sosok tersebut.

"Eo—Eomma?"

Sosok itu tersenyum manis, mirip seperti Dian. Tanpa berpikir lama, Dian menyerbu eomma-nya dengan pelukan. Dian merindukan wanita yang melahirkannya ke dunia.

Isak tangis lolos dari bibir kecil Dian.

"Anak Eomma sudah beranjak dewasa ya? Hebatnya!" Suara yang Dian rindukan memasuki gendang telinganya.

Dian tidak merespon, hanya isakan yang menjawab. Dian benar-benar tidak mau kehilangan eomma-nya. Dian ingin egois, Dian ingin egois sekali saja. Kini dirinya semakin mengeratkan pelukan itu.

"Jangan menangis, eoh."

"Maafin Eomma ya. Eomma telah mengingkari janji. Eomma nggak merias kamu saat acara kelulusan."

Dian menggeleng di sela-sela pelukan.

"Tak apa, Eomma. Ada Cindy dan yang lain. Eomma tau? Mereka sangat ahli dalam merias wajah. Dian nggak bisa, hehe." Jawab Dian dengan kekehan kecil, namun air mata masih mengalir deras.

"Maafin Eomma nggak bisa menemani kamu di fase sulit ini, fase beranjak dewasa. Eomma sayang Dian. Jangan terlalu berlarut dalam kesedihan, sayang." Ucap Eomma Dian, dengan mengelus rambut sang anak.

"Dian, temuilah Appa."

Melihat wajah bingung anaknya, sang eomma melanjutkan. "Ada hal yang harus kamu ketahui."

"Eomma mengalihkan pembicaraan. Eomma akan pergi saat Dian tengah berpikir, kan? Nggak. Dian mau egois. Dian nggak mau melepaskan pelukan ini. Dian sayang Eomma! Mengapa Eomma pergi lebih cepat?! Mengapa Eomma nggak mengajak Dian?!"

Suasana sedih sangat mengalir. Tangis Dian makin pecah.

"Dunia ini nggak kekal, sayang. Nggak ada yang selamanya bertahan di dunia. Dan untuk kepergian seseorang, nggak ada yang tau. Mau nggak mau, kita harus siap."

Dian masih memeluk eomma-nya erat. Jelas sekali, ketakutan Dian akan kehilangan sosok kekuatannya.

"Dengar sayang." Ucap Eomma Dian, dengan menangkup kedua pipi anak perempuannya.

"Jadilah perempuan dan wanita yang tangguh. Kamu hebat, kamu bisa. Pesan Eomma, temui Appa-mu. Dengan syarat, jangan pernah membencinya. Cinta dan kasih sayang kami itu sama. Sama-sama besar ke Dian. Ingat ya, sayang?"

Dian menatap wajah sang eomma dengan berbagai ekspresi. Air matanya tak pernah absen mengalir.

"Mau janji dengan Eomma, heum?"

Dian ragu. Firasatnya, setelah ini hanya dirinya. Dian nggak mau kehilangan lagi. Kenapa dunia mempermainkannya?!

Dian mengangguk pasrah, tanda berjanji ke eomma-nya. Eomma Dian tersenyum hangat dan membawa sang anak ke dekapannya lagi.

"Eomma, cahaya apa itu?" Tanya Dian dengan menunjuk cahaya putih tersebut.

Sang eomma hanya tersenyum.

"Apapun itu, cahayanya hangat. Sama seperti dirimu, karena kau adalah cahayaku." Ucap Dian tulus sembari menatap wajah eomma-nya.

Wajah yang begitu cantik, walau sudah mempunyai anak yang beranjak dewasa. Wajah yang dulu berjuang melahirkannya mati-matian. Wajah yang Dian lihat saat pulang sekolah dulu. Wajah yang mengandungnya sembilan bulan, yang menimangnya.

"Sebelum aku kehilangan cahaya ini, maukah Eomma menggenggam tanganku dengan erat?" Pinta Dian.

Sosok di depannya kini mencium kening Dian lembut. Setelahnya, menggenggam tangan Dian erat. Dian menatap dua tangan yang menyatu. Tatapan sendu yang membuat air matanya mengalir kembali.

Hey! Anak mana yang mau kehilangan sosok ibu di dalam hidupnya?

"Eomma pamit ya? Tugas Eomma sudah selesai. Kamu yang kuat! Eomma selalu ada buat kamu, Dian. Eomma nggak pergi jauh. Karena, Eomma ada di hati Dian. Selamanya." Ucapan terakhir sang eomma membuat Dian menangis tersedu-sedu.

Apalagi, disaat sosoknya semakin memudar. Dian semakin mengencangkan tangisannya.

Memudar, semakin menghilang. Dan hilang. Benar-benar menghilang bersamaan dengan cahaya putih itu lenyap.

Dian menatap ke segala penjuru kamarnya. Berharap eomma-nya hanya bercanda. Tapi nihil, netranya nggak menangkap keberadaan wanita paruh baya tersebut.

Dian kembali menatap tempat cahaya putih itu hadir.

"Eomma, bisakah aku melihatmu lagi, jika aku terus berdoa?" Tanya Dian lirih.





"Doa gadis yang kesepian ini." Lanjutnya semakin lirih.


🕊️🕊️🕊️

TBC

Yeay! Comeback lagi author-nya 😆

Jangan nangis hey😉

Bawang banget ya :')

Yang ngetik aja nangis kok wkwkwk

Dah, ini udah cocok bersanding sama teori GFriend 😋😆

Jangan lupa untuk tekan tombol bintang di pojok kiri bawah ^^

Comment juga boleh kok!

Love,

Tiara

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 05, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

This FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang