Chapter 39

22 6 6
                                    

Fyi: Mulmed => Diana Sheramita

Happy reading ^^

🕊️🕊️🕊️

"Janji bahwa aku dan Tata akan menjadi teman hidup."

"Apa dia tidak waras?!"

"Teman hidup?? Candaan macam apa itu?" Dian sedari tadi kepikiran dengan sosok laki-laki yang mengaku sebagai sahabat masa kecilnya.

Menutup mata dengan kedua tangannya dan menghela napas, hanya itu yang dilakukan perempuan yang bernama Diana Sheramita. Sampai suara ketukan di pintu kamarnya menghentikan kegiatan-kegiatan tersebut.

"Dian, apa kau sudah tidur?"

Itu suara laki-laki pertama yang dicintai oleh Dian, Appa-nya.

🕊️🕊️🕊️

•Di Jerman•

Suara petikan gitar terakhir terdengar jelas dalam sebuah apartemen.

I owe you,
I miss you,
I need you,
I love you

Giny menyanyikan part lagu yang ia sukai dan tersenyum. Ya, tersenyum miris.

Giny sangat menyukai lagu dari ost drama Korea kesukaannya itu. Saking menyukainya, dirinya sampai merasa bahwa lagu ini sesuai dengan keadaannya.

Terlebih lagi part yang baru dinyanyikannya. Rasanya ada rindu yang mendobrak ingin keluar, namun ditahan oleh rasa sesak yang meluas.

"Semoga aku semakin sibuk dengan urusan sekolah."

🕊️🕊️🕊️

"Ada apa Appa?" Tanya Dian setelah saling hening di ruang keluarga.

"Tiga hari lagi, Appa harus kembali melanjutkan kerja Appa," jawab sang Appa.

Dian tersenyum sedih. Berarti dirinya akan berteman dengan rasa sepi lagi.

Dian menundukkan kepalanya dan kembali ke posisi semula. "Tak apa Appa. Dian akan mendukung Appa, semoga tak terlalu lama ya. Dian tidak suka berteman dengan rasa sepi." Balas Dian dengan nada yang bisa mengiris hati ketika orang mendengarnya. Dan itulah yang dirasakan oleh Appa-nya Dian.

"Appa usahakan itu."

Setelah itu, tidak ada yang kembali berbicara dalam waktu cukup lama.

"Apakah Dian tidak bisa ikut bersama Appa?"

Mata sang Appa membulat. Entah itu karena rasa terkejut yang menyerangnya ataupun tidak.

Berusaha tenang sebelum membalas pertanyaan sang anak. "Bukankah Dian harus ujian? Jangan kecewakan Appa ya?"

Dian tersenyum kecut. "Apakah Appa sesibuk itu? Besok adalah hari terakhir Dian ujian, Appa." Ucap  Dian yang merasa kecewa, walau sebenarnya dirinya tak pantas merasa seperti itu dengan Appa-nya.

Salah satu dari dua orang merasa gelisah.
"Bagaimana dengan urusan di sekolah? Apa tidak repot jika Dian ikut?" Dian kembali diam.

Bukan, bukan karena dirinya tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut. Tapi, dirinya diam karena merasa aneh dengan semuanya.

"Maksud Appa, Appa ingin Dian tidak mengecewakan Appa." Lanjut Appa-nya Dian.

Dian tersenyum manis. "Dian paham. Baiklah, Dian akan membanggakan Appa. Doakan Dian supaya tidak mengecewakan Appa," ucap Dian menatap ke arah sang Appa.

Melihat respon menggangguk dari sang Appa, Dian kembali berbicara. "Dian mengantuk, besok harus kembali bersekolah. Dian pamit ke kamar ya Appa." Pamit Dian dan berlalu menuju kamarnya.

Menatap anak perempuannya yang berlalu, kemudian menghilang di balik pintu kamarnya.

"Maafkan Appa, Dian."

🕊️🕊️🕊️

Angel menghela napas panjang, membuat Andrew menoleh kearahnya.

"Gusar banget." Komentar Andrew.

Angel menoleh ke Andrew. "Gusar gara-gara lu!" Dengus Angel.

"Okay deh gue salah lagi," balas Andrew dengan nada candaan dan dirinya tertawa kecil setelah mengucapkan kalimat itu.

"Lu yakin gak sih kalau Tata lu itu gak blasteran??" Tanya Angel menatap Andrew yang duduk di sebelahnya.

"Yakin. Maybe?"

"Eitss... Gak kena hahaha." Ledek Andrew, saat Angel tidak berhasil memukul lengannya.

"Ck! Serius Andrew!"

"Oh jadi maunya diseriusin??" Goda Andrew dengan menaik-naikkan alisnya.

"Belum pernah alisnya gue cukur sampai habis?!!" Geram Angel.

"HAHAHAHAHAHA," Andrew tertawa terbahak-bahak.

Angel menampilkan ekspresi datar. "PULANG SANA!"

"Gak boleh gitu sama calon suami." Lagi dan lagi, Andrew kembali merecoki gadis Almatera tersebut.

"HALU TERUS! SAMPAI KE DNA, LANJUT KE RNA!"

Andrew sudah memegangi perutnya yang terasa hampir kram.

Tawanya terus membeludak kemana-mana, sampai pada saatnya Angel mematung.

"Look at me!" Ucap Andrew menatap wajah Angel yang mematung.

"Kalau Tata bukan jodoh gue. Kan masih ada seorang gadis yang terlibat dalam perasaan yang belum menentu." Lanjut Andrew.

"Maksudnya?" Tanya Angel yang sedang mengalihkan pandangannya.

Andrew tersenyum. "Baca pesan yang gue kirim ke lu."

From: Andrew

Gue.

"Gue," cicit Angel saat membaca pesan dari laki-laki di sampingnya.

"Nah itu tau." Timpal Andrew santai. Angel langsung menatap Andrew penuh menelisik.

"Permisi, Non."

"Ada apa, Pak?" Tanya Angel pada penjaga rumahnya.

"Ini titipan untuk Non Angel," ucap si penjaga rumah Angel sembari memberikan sebuah kotak dengan warna tidak terlalu feminim.

Angel mengernyit bingung, setelah itu merasa takut. "D-dari siapa, Pak? Orangnya kemana??" Tanya Angel. Suhu udara malam tidak panas, tapi kenapa Angel merasa gelisah sampai berkeringat??

Andrew menatap kotak yang dipegang Angel. "Teman Non Angel sudah pulang. Dia hanya menitipkan ini aja. Dia bilang, tidak ada urusan lagi yang harus diselesaikan." Ucap penjaga rumah Angel lagi.

Bahu Angel yang semula tegak, kini melemas. Angel tidak berkata apa-apa lagi dan belum menyuruh si penjaga rumahnya untuk kembali bekerja.

"Terimakasih Pak. Anda bisa kembali bekerja," ucap Andrew yang mendapat respon salam membungkuk 90 derajat.

Andrew melihat Angel yang semakin lekat menatap sebuah kotak yang ditujukan untuk dirinya.

"Are you okay?"

Bibir Angel bergetar. "Maybe?" Balas Angel.

"Terdengar seperti jiplakan," balas Andrew dengan kekehan kecil, sangat kecil.

Niatnya untuk menghibur, namun Andrew langsung merutuki dirinya sendiri karena kebodohannya. Tentu saja itu tidak tepat.

Waktu memberi sebuah kesempatan untuk hening menyelinap di antara mereka.

"Dari siapa?" Tanya Andrew pelan.




Di sisi lain•

"Teruslah berbahagia."

🕊️🕊️🕊️

TBC

Vote and comment ya!

Aku suka baca comment dari kalian ^^

Terimakasih yang sudah excited sama book aku ini.

Love,

Tiara

This FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang