20. Garis Dua

5.5K 236 29
                                    

"Hari-hari yang di lalui memang akan terasa berat jika selalu di pikirkan. Masalah berat yang sedang kamu hadapi hari ini bukanlah akhir dari segalanya. Selama Tuhan masih di hati mu semua pasti akan baik-baik saja."
•••••

Semesta masih bergeming kaku. Waktu seolah-olah ikut mentertawakan dirinya karena sudah terlalu lama berdiri di ruangan itu. Keadaan mulai mengejek-ejek hati yang tidak baik-baik saja itu. Otaknya mencoba menyusun kembali rangkaian saraf yang sempat terputus untuk memberikan perintah pada alat geraknya.

Wildan dan Ricky menatap nanar Semesta yang masih mematung di tempatnya. Kemudian Wildan mendekat, "Ayo balik ke kelas."

Semesta menoleh, menit kemudian mengusap wajah pucatnya kasar dan mengacak rambut frustasi. Kebekuan dalam dirinya perlahan mulai mencair seiring Wildan yang merangkul badannya untuk melangkah keluar dari kelas itu.

"Lo pernah sakit hati gak, Wil?" Semesta bertanya pelan seakan ingin membagi sedikit saja rasa sakitnya pada teman yang merangkulnya itu.

Wildan sempat terdiam karena jika di ingat-ingat sebelumnya dia pernah di tolak Kalyla, rasanya juga sakit. Mungkin sakit yang di rasakan Semesta lebih parah dari itu.

"Kalo belum pernah, mending jangan deh. Rasanya gak enak, sumpah. Nyesek banget sampe susah napas." Lanjut Semesta dengan lirih mendeskripsikan keadaan dirinya yang sekarang.

"Sakit sekali epribadeh." Celetuk Ricky menyela sambil mengelus-elus dadanya seakan-akan dia juga merasakan hal yang sama dengan Semesta. Wildan menatap Ricky dengan tawa yang di tahan.

"Gue juga pernah ngerasain, asu. Gue juga manusia kayak lo dan gue gak sekuat yang orang lain kira saat gue mendapat penolakan dari orang yang gue sayang. Mungkin cuma kadar keparahannya aja yang beda." Ujar Wildan dalam hati. Cowok humoris satu ini memang benar-benar pandai menyembunyikan kesedihan di balik tingkah bobroknya.

Rangkulan Wildan di bahu Semesta mengerat seakan-akan mereka saling memberikan kekuatan walau tidak seberapa, setidaknya cukup menenangkan bagi Semesta.

Saat mereka bertiga masih berjalan di koridor menuju kelas, mereka sempat berpapasan dengan Kalyla. Semesta menatapnya tajam dan langsung mencegat gadis itu.

"Puas lo?"

"Ih Semesta kenapa sih? Gak jelas banget." Kalyla seolah tidak mengerti situasi.

"Ini semua karena lo. Lo udah ngancurin kita berdua." Lanjut Semesta datar.

"Kok gue? Ya jelas-jelas Chelsea mutusin lo karena salah lo sendiri." Balas Kalyla acuh.

Tangan Semesta mengepal kuat. "Sakit lo ya?" Semesta segera berlalu setelah mengucapkan itu.

"Enggak, gue sehat kok." Kalyla setengah berteriak kemudian tertawa aneh.

Wildan berbalik kembali menghampiri Kalyla, sementara Semesta dan Ricky terus melangkah. "Ikut gue!" Wildan langsung menarik tangan gadis itu cepat membawanya menjauh mencari tempat yang sepi.

"Ini nih, apaan lagi sih?" Kalyla tidak suka tubuhnya selalu di seret-seret seperti ini.

"Sebenernya lo punya masalah hidup apa sih?" Wildan bertanya heran sambil bersedekap di dada.

Truth Or Dare [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang