"Dari banyaknya cerita cinta yang pernah ku dengar, katanya perpisahan paling menyakitkan adalah di tinggal pergi untuk selama-lamanya. Namun ada yang menyakitkan selain itu, yaitu di tinggal pergi tanpa pamit."
•••••Petang itu, Chelsea kecil sedang duduk di kursi yang ada di teras rumah. Dia sedang menunggu Papa yang tak kunjung pulang padahal hari sudah sangat gelap, gumpalan awan pekat di langit sana sebentar lagi akan melebur menjadi butiran air hujan.
Waktu itu dia tidak mengerti perihal apapun, tentang masalah hidup yang rumit dia tidak mengerti itu. Hal yang menurutnya paling rumit di usia yang masih menginjak 10 tahun hanyalah menghitung jumlah tetesan air hujan sore itu yang tak pernah ia ketahui jumlahnya sembari menunggu sang Papa pulang.
Lalu hal yang paling menakutkan hanyalah mendengar bunyi halilintar yang menggelegar. Membuat dia yang sedang sendiri di teras itu menjerit histeris sambil berteriak, "Mama, Maa...maaa."
Kemudian Mamanya akan berlari terburu-buru untuk memeluknya, menenangkannya dan mengajaknya masuk ke dalam rumah serta memberi tahunya bahwa di luar sana sangat menakutkan.
Dan ia baru menyadari itu sekarang saat dia bermimpi tentang cerita masa kecilnya. Dunia memang terlalu mengerikan untuknya. Ternyata proses menjadi dewasa itu sangatlah menyakitkan, tidak semudah yang dulu pernah ia bayangkan. Lebih menakutkan dari pada mendengar suara halilintar yang memekak telinga. Lebih rumit dari menghitung jumlah tetesan air hujan yang jatuh di kala itu.
Lebih-lebih menyakitkan lagi, saat tak ada lagi seseorang yang memeluknya, merangkulnya, menenangkannya, serta mengingatkannya akan dunia yang kejam. Kini dalam mimpi pun, dunia tak memberinya jeda sedikitpun untuk mengistirahatkan hati yang lelah, tak membiarkannya bahagia meskipun sebatas mimpi yang dia angan-angankan.
Dengan mata yang masih terpejam namun sarat akan air mata yang memaksa keluar, Chelsea bergumam dengan tercekat, "Mam.....ma."
Kemudian dia merasakan seseorang mengusap air mata di pipinya pelan namun usapan kali ini terasa berbeda. Dia terkesiap mendapati orang yang tak dikenalinya berada di depan matanya saat ia baru saja membuka mata. Chelsea buru-buru bangkit dan menyibak selimut serta berusaha turun dari ranjang Rumah Sakit sebelum lelaki itu mencegahnya, "Hey, kamu butuh istirahat. Jangan banyak bergerak!"
"Gue mau pergi dari sini." Entah mendapat keberanian dari mana yang membuatnya berkata seperti itu pada orang yang baru di temuinya. Chelsea hanya merasa bahwa dia seperti mendapatkan kembali harapan terakhirnya pada lelaki asing di hadapannya ini.
Chelsea ingin segera keluar dari rumah pesakitan terkutuk ini. Sampai-sampai tanpa pikir panjang lagi dia melepas sendiri jarum infus di punggung tangannya hingga mengeluarkan darah yang mengotori baju pasien dan lantai rumah sakit ini.
"Hey, stop it. Kamu tenang dulu, oke! Kamu perlu di rawat beberapa hari disini baru setelah itu aku bakal anter kamu pulang." Ujar Arthur berusaha menenangkan namun Chelsea tetap keras kepala dan sama sekali tidak menggubrisnya.
Chelsea memberanikan diri kembali dengan menarik-narik kemeja lusuh lelaki itu. Dia sudah tidak bisa menahan lagi, emosinya seketika meluap dan membuatnya menangis sambil berteriak, "GUE PENGEN KABUR DARI SINI. GUE PENGEN PERGI DARI KOTA MENYAKITKAN INI. GUE GAK MAU TINGGAL DI JAKARTA LAGI. GUE GAK MAU KETEMU DIA LAGI."
Arthur berusaha memencet tombol darurat untuk memanggil perawat saat dia melihat darah yang terus-terusan menetes dari punggung tangan gadis itu yang juga sudah mengenai kemejanya akibat Chelsea yang terus menerus meronta padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Truth Or Dare [✓]
Teen Fiction"Dari sekian banyak cara Tuhan menghukum Semesta, kenapa yang paling berat adalah kehilangan?" ⚠️ The story contains harsh words and violence !!! Description : Cerita ini berawal dari permainan Semesta bersama teman-temannya, permainan truth or dare...