04. Slow Motion

4.3K 243 12
                                    

"Sering kali dari kita tidak mengerti alasan di balik debaran jantung yang tak terkendali"
•••••

"Gimana sekolah kamu sayang?" Mamanya Semesta bertanya sambil mengambilkan lauk untuk anak sulungnya itu yang baru saja keluar kamar untuk makan malam.

"Kayak biasa. Lancar lancar aja sih, Ma." Semesta menjawab seperlunya sambil meraih piring berisi makanan dari tangan sang mama.

"Terus kafe gimana? Kamu gak kewalahan kan nge-handle Ruang Teduh?" Kali ini papa yang bertanya.

Sejak awal masuk SMA, Semesta sudah di ajari papanya untuk jadi pengusaha, Semesta juga akan kuliah mengambil jurusan managemen bisnis nantinya. Semesta punya cita-cita menjadi pengusaha muda yang sukses seperti ayahnya. Meskipun anaknya slengekkan tapi Semesta sangat serius menjalankan bisnis kuliner yang di gelutinya. Berharap suatu saat nanti bisa menumbuhkan cabang di mana-mana.

"Tenang aja, Pa. Kan ada temen-temen Semesta yang bantuin." Jawabnya sambil memasukkan sesuap nasi beserta lauk ke dalam mulut.

"Bagus. Ruang Teduh udah sepenuhnya Papa serahin ke kamu, Papa percaya kamu bisa menjalankannya dengan baik." Chandra sangat yakin anaknya ini bisa di andalkan.

"Kalo gitu kamu harus fokus sekolah sama usaha kamu aja dulu. Gak boleh pacaran, Mama gak izinin." Ucapan Mamanya membuat kegiatan makan Semesta berhenti. Ia menelan makanannya di mulut dengan susah payah. Di ambilnya air putih dan menenggaknya hingga menyisakan setengah gelas.

"Mampus kalo Mama tau gue punya banyak mantan." Cemas Semesta dalam hati. Dia paling enggan berurusan dengan Mamanya ketika sedang marah galaknya akan naik menjadi level pedas seratus.

"Tapi Abang posting foto cewek di instagram, Ma." Aries, adik laki-laki Semesta tidak tinggal diam. Dia paling senang jika melihat kakaknya itu menderita, apalagi habis di semprot Mama.

Semesta melotot tajam ke arah Aries yang memasang wajah tidak berdosa. "Bocah tengik lo tau apa masalah cewek."

Aries mengangkat dagunya guna melawan Semesta, "APA? Lo takut di marahin Mama. Yah cemen banget lo."

Kakak beradik itu seperti adu mulut dan kemarahan lewat kekuatan telepati. Terbukti dengan tatapan mereka yang saling menusuk tajam seperti belati.

"Bener apa kata Aries, Bang?" Mata Rania menyipit curiga pada anak sulungnya.

"Itu cuma temen kok, Ma." Jawab Semesta jujur, tidak ada yang salah karena Chelsea memang bukan pacarnya, lebih tepatnya belum. Namun Semesta masih merasa gusar karena adiknya itu bisa saja membeberkan yang tidak-tidak soal dirinya ke Mama.

"Mama gak mau ya sekolah kamu berantakkan gara-gara pacaran. Buat antisipasi aja sekarang kan lagi marak-maraknya kenakalan remaja. Mama gak mau hal buruk itu kejadian sama kamu, atau kamu sampe ngehamilin anak orang di luar nikah gara-gara pacaran." Mama kalau bersabda sudah seperti rumus volume balok saja, panjang kali lebar kali tinggi.

"Naudzubillah, Ma." Sahut Semesta sambil mengetuk meja tiga kali. Dia menunduk kembali melanjutkan makannya, sementara papa membenarkan ucapan istrinya.

"Ini juga berlaku buat kamu, Aries. Jangan main hape melulu, gak usah main-main instagram. Kamu masih SMP harus fokus belajar." Tegur Mama pada anak bungsu yang ikut diam mendengarkan ocehan Mamanya. Namun dalam hati Aries ngedumel, "Tuh kan gue lagi yang kena imbas."

Truth Or Dare [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang