32. Kembali

5.6K 229 14
                                    

"Definisi bahagia yang sebenarnya itu terletak pada apa yang diri kita rasa, bukan apa yang orang lain lihat"
•••••

Setelah menidurkan jagoan kecilnya, Arthur masih duduk merenung di sofa ruang tamu. Sesekali dia berdiri kemudian menarik tirai jendela kaca demi menunggu Chelsea yang belum pulang.

Seketika Arthur merasa menyesal karena telah memberi izin pada perempuan itu untuk memberikannya waktu bersama masa lalunya.

Karena dia cukup mengerti, ada sebagian dari kita para manusia yang memiliki masa lalu terkadang ingin kembali. Namun itu bukan benar-benar kembali, hanya saja kita merindukan banyak hal saat masih bersama dulu. Ibaratnya alumni, mereka mengadakan reuni tapi bukan untuk kembali. Begitu lah kira-kira yang Chelsea rasakan dan Arthur cukup memahami itu.

Namun hatinya tak serta merta merasakan tenang begitu saja. Arthur mulai merasakan sebuah kerikil, tepatnya batu besar telah menghalangi jalannya.

Suara mobil dari luar menghentikan lamunannya, Arthur segera beranjak menuju jendela. Menyibak sedikit tirainya, kemudian dia bisa melihat Chelsea yang baru saja pulang di antar oleh Semesta.

Ceklekkk

Pintu terbuka dan Chelsea sedikit terkesiap melihat Arthur yang sudah berdiri di hadapannya.

"Kamu belum pulang?"

"Nunggu kamu pulang dulu, baru aku pulang ke apartemen." Sahut Arthur dengan nada sedikit datar.

"Bunda mana? Semesta udah tidur?"

Lagi-lagi pertanyaan Chelsea membuat dadanya bergemuruh. Tangannya sedikit terkepal saat nama itu di sebut. Padahal dia hanya menanyakan anaknya bukan cowok masalalunya. Ternyata ini alasan kenapa dulu saat melahirkan, Chelsea dengan kekeuh memberi nama "Semesta" pada anaknya.

Arthur dapat menyimpulkan bahwa selama ini Chelsea tidak benar-benar melupakan masa lalunya. Mungkin dengan memberi nama yang sama pada sang anak, Chelsea bisa mengingat cinta pertamanya dan tidak melupakannya begitu saja.

Ckk, betapa Arthur merasa bodoh selama ini. Lalu selama ini dia di anggap sebagai apa? Ckk, miris sekali.

"Dia udah tidur di kamarnya. Kalo gitu aku pulang." Pamitnya datar. Kemudian meraih kunci mobil beserta ponselnya di atas meja. Dan melangkah begitu saja melewati Chelsea yang masih berdiri di dekat pintu.

Chelsea sedikit menganga ketika merasakan perubahan pada nada bicara serta sikap lelaki tersebut. Tidak biasanya dia seperti itu.

"Kak Arthur, tunggu...."

Arthur tidak berbalik, dia hanya mengangkat tangan dan tetap berjalan menuju mobilnya.

"Mungkin cuma dianggap sekedar Kakak. Gak lebih." Ujar Arthur dalam hati. Sesekali ekor matanya melirik Chelsea yang masih berdiri di ambang pintu. Kalau boleh jujur, hatinya belum siap jika harus kehilangan perempuan tersebut. Dalam hati dia berdoa semoga kali ini Tuhan berpihak padanya.

Menit kemudian dia segera menginjak pedal gas untuk meninggalkan pekarangan rumahnya. Rumah yang tak pernah dia tinggali lagi semenjak Chelsea hadir dalam kehidupannya. Dan dia lebih memilih tinggal di apartemen selama empat tahun terakhir ini.

Truth Or Dare [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang