"Ketika juangku tak di hargai, lantas apa lagi yang harus di pertahankan? Harusnya aku pergi bukan menetap. Yang pasti, aku mencintaimu. Sisanya terserah Tuhan."
•••••Kedua manusia itu saling diam dengan pikirannya masing-masing. Hanya suara dari keramaian pengunjung serta suara rengekkan pangeran kecilnya yang menjadi suara pengiring keheningan mereka.
Atas inisiatif Arthur akhirnya mereka berpindah tempat, namun sudah 15 menit di tempat ini mereka belum memesan apapun.
"Mau pesan apa?" Akhirnya Arthur buka suara, memecah keheningan di antara mereka. Lama-kelamaan dia suntuk juga dengan keadaan absurd seperti ini.
"Ice vanilla latte aja." Sahut Chelsea singkat. Sekarang dia butuh minuman dingin untuk mendinginkan pikirannya setelah bertemu seseorang yang tidak dia harapkan tadi.
"Gak mau makan? atau ngemil apa gitu?" Tanyanya lagi yang langsung di balas Chelsea dengan gelengan.
Setelahnya Arthur memanggil seorang pelayan untuk memesan dua buah ice vanilla late. Entah kenapa dia juga butuh yang dingin-dingin untuk saat ini.
"Maaf." Ucap Arthur tiba-tiba, setelah pelayan wanita itu pergi.
"Kenapa minta maaf? Kakak gak salah." Sahut Chelsea sambil menatap dalam manik mata hitam lelaki yang duduk di hadapannya ini.
"Maaf untuk kejadian hari ini." Imbuh Arthur lagi, kemudian meraih jemari kanan Chelsea untuk dia genggam.
"Bukan salah Kakak. Ini semua udah di atur Tuhan. Kita sebagai manusia cuma ngejalanin gimana maunya Tuhan aja." Ujar Chelsea menenangkan.
"Aku takut." Lirih Arthur dengan sorot mata yang berubah sayu.
"Takut kenapa?"
"Takut kamu kembali padanya."
"Gak ada yang perlu Kakak takutin. Kakak tau, kadang Tuhan mempertemukan kita kembali dengan seseorang di masa lalu bukan berarti Tuhan ingin menyatukan. Hanya saja, Tuhan ingin kita mengambil pelajaran dari pertemuan tersebut."
Arthur diam mendengar penuturan Chelsea. Dia cukup tertampar, seolah-olah kalimat tersebut di tujukan untuk dirinya.
Tak lama kemudian, pelayan tadi kembali membawa dua buah cup ice vanilla late dengan di iringi seseorang yang sedang sibuk dengan ponselnya berjarak tiga langkah di belakang pelayan.
Chelsea yang melihatnya cukup terkejut, kemudian kepalanya celingak-celinguk memastikan tak ada orang lain lagi di belakang pelayan tersebut.
"Wildan!" Lirihnya pelan. Arthur yang mendengar itu segera berbalik melihat kearah belakangnya.
"Mau ngapain lagi lo kesini?" Tanya Arthur dengan kesal sembari tangannya menghadang langkah Wildan yang hampir mendekat pada Chelsea.
"Apaan sih, bego. Gue gak ada urusan sama lo." Sungut Wildan tak bersahabat.
"Tsk, lo punya urusan sama Chelsea. Urusan Chelsea berarti urusan gue juga. Lo ngerti?" Tekan Arthur sambil menunjuk dada Wildan dengan jari telunjuknya.
"Chels, ada sesuatu yang harus gue kasih tau ke lo." Papar Wildan lagi tanpa mempedulikan Arthur yang masih menahannya.
"Udah, Kak. Biarin kita ngomong berdua. Aku titip Semesta sama kamu ya!"
Chelsea menyerahkan anaknya pada Arthur. Lelaki tersebut menatapnya dengan tatapan memohon. Chelsea balas menatap dengan tatapan yang menenangkan seolah berkata semuanya pasti akan baik-baik saja. Kemudian dia kembali menatap Wildan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Truth Or Dare [✓]
Teen Fiction"Dari sekian banyak cara Tuhan menghukum Semesta, kenapa yang paling berat adalah kehilangan?" ⚠️ The story contains harsh words and violence !!! Description : Cerita ini berawal dari permainan Semesta bersama teman-temannya, permainan truth or dare...