"Perpisahan bukan duka seumur hidup meskipun menyisakan luka hati yang parah. Percayalah! Cinta sejati itu tahu kemana ia harus berpulang."
•••••
Ceklekkk
Pintu terbuka usai tangannya mengetuk beberapa kali dan mendapat sahutan untuk masuk kedalam ruangan itu. Tubuhnya berdiri agak lama di dekat pintu memperhatikan tubuh lain yang berada di ruangan yang sama dengannya. Sebuah paper bag cukup besar menggantung di tangan kirinya.
Suasana malam ini benar-benar dingin. Udara di luar sana terasa menusuk tulang saking dinginnya, selaras dengan dinginnya hati kedua makhluk berbeda gender itu yang saling diam, bahkan sangat hening setelah tetesan hujan yang terakhir jatuh di tanah Jogja.
Kaki besar itu berjalan tiga langkah ke depan, kemudian berusaha memecah kesunyian dengan membuka suara, "Chelsea!"
Gadis itu terusik mendengar suara berat itu, kemudian menyibak selimutnya lalu bangkit untuk duduk. Lelaki yang masih berdiri tersebut terperanjat saat melihat mata Chelsea yang sedikit bengkak serta ada lingkaran hitam di bawahnya. Seketika dia bisa menyimpulkan bahwa gadis di hadapannya ini baru saja usai menangis.
"Ini baju buat kamu. Maaf, kalo gak sesuai sama selera kamu. Setidaknya kamu bisa ganti pakaian dengan yang lebih nyaman." Paparnya agak formal sambil menyodorkan paper bag cokelat berisi beberapa lembar baju yang baru saja dia beli.
Tangan Chelsea terulur menerimanya, "Makasih."
Arthur hanya mengangguk namun masih memandang cewek itu yang senantiasa menunduk menyembunyikan wajahnya yang berantakkan.
"Hape kamu rusak, saya belum sempat membelikan yang baru."
"Gak usah. Lagian gue gak butuh hape buat sekarang!" Sahut Chelsea sekenanya.
Cowok itu menghela napas sebentar kemudian mendekat satu langkah lagi. "Apa kamu gak mikirin keluarga kamu? Setidaknya kamu butuh benda itu untuk berkomunikasi agar keluargamu gak khawatir atau bahkan menganggap kamu hilang begitu saja." Arthur mencoba memberi pemahaman pada gadis itu.
Chelsea tiba-tiba mendongak dengan tatapan sayunya, "Gue pengen nenangin diri dulu disini."
"Sampai kapan? Kamu pasti bakal rindu sama mereka."
"Gak, gue gak selemah itu."
"Kamu gak mau ngabarin dia?" Tanya Arthur lagi.
"Dia siapa?" Alis Chelsea terangkat naik.
"Ayah dari bayimu."
Chelsea bungkam seketika, dia mengira lelaki di hadapannya ini tidak tahu menahu tentang keadaan dirinya. Mengabari Semesta? Untuk apa? Untuk apa dia sengaja pergi jika harus memberi kabar?. Lagi pula Chelsea terlalu marah jika mengingat Kalyla yang juga tengah mengandung.
Apalagi jika mengingat dirinya yang menjadi taruhan dalam sebuah permainan, mungkin saja sekarang Semesta tengah sibuk memperhatikan kehamilan Kalyla tanpa mengingat dirinya sedikitpun. Toh seperti kata Kalyla, dirinya tidak seberharga itu untuk seorang Semesta. Ingatkan Chelsea lagi bahwa dirinya cuma sebatas bahan taruhan.
Gadis itu merasa miris dengan keadaan dirinya namun dia berusaha menutupi hal itu dari lelaki di hadapannya ini. "Gue bilang, gue gak selemah itu." Tekannya pada setiap kata yang dia ucapkan.
Arthur tertawa sinis mendengar sahutan dari Chelsea. Dia menyedekapkan kedua tangan di dada, "Tsk.....kalo begitu berhenti nunjukkin muka penuh lara mu itu."
Chelsea terkesiap dan segera meraba bagian wajahnya, kemudian meringis sendiri "Kentara banget ya?"
Arthur kembali tertawa memecah keheningan malam ini kemudian mengikis jarak di antara mereka. Tangannya memegangi kedua pundak Chelsea yang membuat gadis itu sempat terkesiap kemudian menuntunnya untuk berdiri dan berjalan ke arah cermin besar di dekat ranjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Truth Or Dare [✓]
Teen Fiction"Dari sekian banyak cara Tuhan menghukum Semesta, kenapa yang paling berat adalah kehilangan?" ⚠️ The story contains harsh words and violence !!! Description : Cerita ini berawal dari permainan Semesta bersama teman-temannya, permainan truth or dare...