"ABRAXAS APA YANG KAMU LAKUKAN!"
"APA KAMU TIDAK TAHU?ANAK YANG HAMPIR KAMU BUNUH, TADI ADALAH ANAK SEORANG ARTIS TERKENAL!"
"oh"
"SEKOLAH INI SUNGGUH TERPANDANG ABRAXAS!JANGAN KARENA KAMU," tunjuk bu Rika tepat di depan wajah Abraxas, "NAMA BAIK SEKOLAH INI MENJADI RUSAK!"
"Walau kamu sudah banyak menyumbangkan penghargaan untuk sekolah ini, bukan berarti kami tidak bisa bersikap tegas"
"Kamu juga setiap disuruh mewakilkan sekolah banyak sekali permintaannya" sindir seorang guru yang Abraxas tak ketahui namanya.
"Selama dua tahun ini kita semua para guru, sudah terlalu lelah dengan sifatmu dan kasus kasus yang kamu buat, mungkin karena perilakumu hari ini, kamu sudah tidak bisa bersekolah disini"
Abraxas hanya menulikan pendengarannya, sudah hampir setengah jam dia berada di ruang kepala sekolah, sudah setengah jam pula para guru yang berbeda usia itu menceramahinya sambil menangis sok kasihan Abraxas akan di keluarkan, padahal ia yakin guru guru itu akan melompar girang jika hal itu benar terjadi.
Sedari tadi dia hanya menjawab 'oh, ya, tidak' yang membuat para guru jengkel setengah mati.
"Polisi dan kepala sekolah akan kesini"
Pak Doni kepala sekolah SMA XAVIERIAVER masuk kedalam ruangannya bersama beberapa orang polisi di belakangnya. Pak Doni menatap malas pada Abraxas, "Biar saya yang urus dia, kalian keluar saja".
"Pak tolong ambil tindakan keras, anak ini semakin lama semakin jadi jika di biarkan"
"Saya heran kenapa dia masih bisa bersekolah disini"
"Ya,kalian keluar dulu biar polisi menginterogasinya"
Semua guru keluar bergantian keluar dari ruangan pak Doni satu persatu.
"Pak hikss, jangan biarkan anak murid kebanggaan saya dikeluarkan pak hiksss," tangis bu Sukma mendramatis sambil memukul mukul bahu pak Doni, sambil sesekali menatap sedih ke arah Abraxas yang menatapnya dengan dahi berkerut.
"Hikss pakk jangann dikeluarkan pak hikss," pak Doni menatap kesal pada bu Sukma yang kini menempel pada dadanya sambil terus memukulinya, manja.
Pak Doni melepas wajah bu Sukma pada dadanya, dan meringis jijik melihat lipstik guru itu yang kini sudah sangat belepotan dengan bulu mata palsu yang sudah sedikit bergeser, berpindah ke alis, belum lagi dengan wajah cengo dan ingus guru muda itu. "hahaha, saya usahakan bu," ucap pak Doni sambil tertawa garing.
"Hiks," guru muda itu kembali menempeli Pak Doni lalu berbisik kecil sekaligus centil "Pak jangan biarkan anak itu masih bersekolah di sini."
Abraxas menatap kesal pada pak Doni yang kini diam mematung karena kecupan dari guru centil itu yang kini sudah keluar dari ruangan dengan wajah sok menyedihkan.
Pasti guru itu tak sadar seberapa gembelnya keadaan wajahnya sekarang, Batin Abraxas.
"Maaf tuan muda," tunduk pak Doni setelah sadar, di ikuti beberapa polisi yang sedari tadi menahan cibiran mereka pada Doni dan guru kurang belaian tadi.
*****
"Sudah ayah bilang,ubah nama belakang mu, Ayah kerepotan mengurus alasan kenapa kau tak dikeluarkan dari sekolah dengan marga Santoso mu itu"
Omel pria paruh baya pada putra satu satunya yang duduk tenang di sofa sambil menatapnya yang sedari tadi berjalan mondar mandir memberi pencerahaan pada sang putra.
"Ubah saja namamu secara permanen, apa kau malu menggunakan marga Rexandez!," kesal pria itu sambil mengambil nafas, lalu melanjutkan ucapannya, "Apa kau malu dengan marga kita?"
Abraxas menatap kesal pada Ayahnya, kini ia berada di rumah setelah pergi dari ruangan pak Doni dengan seenaknya meninggalkan guru itu dan para polisi, mungkin sekarang teman temannya menghubungi ponselnya, tapi ponselnya sedang ada di tangan sang ayah sekarang. Jadi dia tak bisa mengabari teman temannya.
Perihal marga? memang benar dia menyembunyikan Marganya dari semua orang bahkan pada anggota Pazinco, Abraxas menyembunyikan identitasnya bukan karena dia malu dengan marga Rexandez.
Tentu saja bukan karena hal itu, lagian siapa yang tidak mau menjadi keturunan Rexandez yang memiliki kekayaan yang tak akan ada habisnya. Ia menyembunyikannya karena satu hal yang harus dirinya cari tau tanpa mengundang banyak musuh.
"Ayah menghukummu tidak bersekolah seminggu."
"Oke."
Revan- ayah Abraxas terdiam sebentar menyadari ucapannya. Melirik anaknya yang kini tersenyum licik dengan ekor matanya. Ia meruntuki mulutnya, yang memberikan hukuman sangat disukai oleh putranya itu, Revan ingin menarik hukuman itu tapi lagi lagi saat melihat wajah sombong dari anaknya, membuat gengsinya kian melambung tinggi.
Vio- ibu Abraxas yang baru saja turun keruang tamu sedikit terkejut saat melihat Abraxas yang sudah berada dirumah padahal jam pulang masih beberapa jam lagi.
"Abra udah pulang sayang?" Abraxas menengok kearah tangga mendengar panggilan bundanya.
Abraxas menyalami tangan Vio yang kini sudah duduk di sampingnya, tanpa menghiraukan Revan yang masih berdiri di depan mereka. "Ya Bun."
Revan yang merasa iri dengan Abraxas tersenyum penuh arti, "Anak mu hampir-"
"ABRAXAS!!" Revan tak melanjutkan ucapannya lagi, berteriak marah pada anaknya yang masih mencium istrinya, didepannya.
Abraxas kembali tersenyum licik, ia sudah menduga pasti ayah tuanya ini akan mengadu kan perbuatannya, dengan langkah cepat dia berdiri melewati ayahnya begitu saja yang sedang memejamkan mata menahan emosi, dan bundanya yang tersenyum salah tingkah karena kecupan darinya.
"ABRAXAS KEMARI!!"
Revan lagi lagi berteriak saat tak mendapati sang anak di depan matanya, menatap kesal pada punggung Abraxas yang kini hilang di balik tangga.
Revan mengalihkan pandangannya jadi menatap sang istri yang masih tersenyum salah tingkah di depannya.
Revan langsung duduk di samping Vio, memeluk Vio erat sambil mencium seluruh wajah Vio, bermaksud menghilangkan bekas kecupan Abraxas.
"Abra anak aku,kamu juga kan yang buat masa sama anak sendiri cemburu" cibir Vio pada suaminya yang terus mengecupnya, tak memberinya ruang untuk bernafas.
Abraxas yang melihat Orang tua nya dari lantai dua tersenyum tipis, sangat tipis.
Senyum yang sangat jarang dia perlihatkan pada siapapun.
•ABRAXAS•

KAMU SEDANG MEMBACA
ABRAXAS
Teen Fiction⚠️ FOLLOW SEBELUM BACA⚠️ "Kak Abra bakal ninggalin Ula?" tanya Alula sedih. Abraxas menggeleng dengan cepat. "Gak bakal." "Gue sayang Lula! Sampai kapan pun! Lula sayang juga sama Abra! Harus!" tuntut Abraxas, manja pada Alula. ...